in ,

Kegunaan dan Cara Urus Surat Pemberitahuan Objek Pajak

Kegunaan dan Cara Urus Surat Pemberitahuan Objek Pajak
FOTO: IST

Kegunaan dan Cara Urus Surat Pemberitahuan Objek Pajak

Pajak.com, Jakarta – Pada pertengahan Juli 2023, tiga Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) di Jawa Timur serentak mengadakan sosialisasi perpajakan untuk sektor perhutanan dan perkebunan. Salah satunya mengenai kewajiban pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan sektor perkebunan, perhutanan, pertambangan (PBB-P3)/PBB dengan terlebih dahulu menyertakan Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP). Lantas, apa itu SPOP? Apa kegunaannya? Dan, bagaimana cara mengurus SPOP? Pajak.com akan mengulasnya secara komprehensif berdasarkan regulasi dan beragam literasi yang akuntabel.

Apa itu SPOP?

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 254/PMK.03/2014 Tahun 2014 tentang Tata Cara Pendaftaran Dan Pendataan Objek Pajak Dan Subjek Pajak Atau Wajib Pajak Pajak Bumi dan Bangunan, SPOP adalah surat yang digunakan oleh Wajib Pajak untuk melaporkan data objek pajak menurut ketentuan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang PBB sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994.

Secara umum, SPOP merupakan suatu sarana yang dapat digunakan oleh Wajib Pajak dalam mendaftarkan objek pajak yang dipakai sebagai dasar perhitungan atas PBB terutang. SPOP ini merupakan dokumen yang dibutuhkan sebagai syarat dalam pengurusan PBB.      

Di mana mengurus SPOP?

Formulir SPOP dapat diperoleh secara gratis oleh Wajib Pajak di Kantor Pelayanan Pajak (KPP), Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP), atau di tempat lain yang telah ditunjuk SPOP.

Apa saja hak Wajib Pajak dalam pengurusan SPOP?

  • Wajib Pajak dapat memperoleh penjelasan terkait tata cara pengisian maupun penyampaian kembali SPOP pada KPP maupun KP2KP;
  • Wajib Pajak juga berhak untuk mendapatkan tanda terima pengembalian SPOP yang dikeluarkan oleh KPP ataupun KP2KP;
  • Wajib Pajak memiliki hak untuk memperbaiki atau mengisi ulang pada formulir SPOP, apabila terjadi kesalahan dalam proses pengisian dengan melampirkan foto kopi sertifikat tanah, akta jual beli tanah, dan dokumen lainnya yang dibutuhkan sebagai bukti yang sah;
  • Wajib Pajak berhak untuk diwakilkan dengan menunjuk orang atau pihak lain yang bukan pegawai Direktorat Jenderal Pajak (DJP) melalui surat kuasa yang bermeterai sebagai penerima kuasa untuk mengisi dan menandatangani SPOP; dan
  • Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan secara tertulis, apabila terjadi penundaan dalam penyampaian SPOP sebelum batas waktu penyampaian yang ditetapkan berakhir dengan menyebutkan alasan yang sah dari penundaan penyampaian tersebut.
Baca Juga  Kanwil DJP Jaktim Kenalkan Proses Bisnis “Core Tax” ke IKPI

Apa saja kewajiban Wajib Pajak dalam pengurusan SPOP?

  • Wajib Pajak diwajibkan untuk mendaftarkan objek pajak dengan cara mengisikan formulir SPOP;
  • Mengisi SPOP secara jelas, benar, dan lengkap. Adapun jelas berarti dapat dibaca hingga akhir, sehingga tidak menimbulkan kesalahan dalam penafsiran. Sementara, benar berarti terkait dengan data-data yang diisi sudah sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Sedangkan, lengkap berarti formulir sudah terisi semua dengan data-data yang diminta dan ditandatangani serta dilampiri surat kuasa apabila Wajib Pajak ingin dikuasakan;
  • Wajib Pajak harus menyampaikan kembali SPOP yang telah diisi ke KPP atau KP2KP setempat selambatnya 30 hari setelah formulir diterima; serta
  • Wajib Pajak juga diharuskan melaporkan perubahan data dari objek pajak ke KPP atau KP2KP setempat dengan mengisi SPOP sebagai perbaikan atau pembetulan dari SPOP yang sebelumnya.
Baca Juga  PNS Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Terapkan Skema Tabungan Pajak

Bagaimana cara penyampaian SPOP secara elektronik?

  • KPP/KP2KP akan menyampaikan formulir SPOP kepada Wajib Pajak secara elektronik melalui laman resmi DJP atau melalui saluran lainnya yang telah ditetapkan DJP;
  • Formulir SPOP dapat disampaikan melalui email kepada Wajib Pajak pada saat bersamaan dengan tanggal dari objek pajak terdaftar;
  • Penyampaian SPOP khusus sektor perkebunan, migas, dan panas bumi disampaikan selambatnya tanggal 1 Februari di setiap tahunnya; dan
  • Tanggal 31 Maret tahun pajak PBB terutang, dalam formulir SPOP elektronik akan disampaikan sebagai pemutakhiran untuk PBB di sektor perhutanan, sektor perkembangan mineral, batu bara, dan sektor lainnya;

Setelah mendapatkan formulir SPOP dari pihak KPP/KP2KP, maka Wajib Pajak harus melakukan beberapa tahapan, yakni:

  • Mengunduh formulir dari surat tersebut dan mengisinya dengan jelas, benar, lengkap, serta diberi tanda tangan Wajib Pajak;
  • Wajib Pajak yang melakukan penyerahan kembali formulir SPOP kepada DJP, maka akan mendapatkan bukti penerimaan elektronik;
  • Wajib Pajak harus mengembalikan formulir selambatnya 30 hari setelah formulir tersebut diterima oleh Wajib Pajak;
  • Namun, apabila ada kesalahan dalam penyampaian SPOP, maka Wajib Pajak dapat menyampaikan surat pembetulan sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
  • Wajib Pajak juga dapat melakukan pengajuan pengembalian dengan mengunggah kembali SPOP elektronik yang telah direvisi melalui saluran tertentu. Tetapi apabila saluran elektronik yang hendak digunakan mengalami kendala atau tidak dapat digunakan, maka Wajib Pajak dapat melakukan pengembalian secara langsung ke KPP atau melalui jasa pengiriman;
Baca Juga  Perspektif Provisio Consulting tentang Efektivitas Penyelesaian Sengketa Pajak pada “Core Tax”

Apabila Wajib Pajak tidak menyampaikan SPOP kepada DJP, maka ada sanksi administrasi dan pidana.

  • Sanksi administrasi dapat dikenakan oleh Wajib Pajak apabila tidak menyampaikan kembali SPOP sesuai dengan waktu yang ditentukan setelah adanya peneguran secara tertulis yang tidak disampaikan sebagaimana ditentukan dalam surat teguran tersebut. KPP/KP2KP akan menerbitkan Surat Ketetapan Pajak (SKP) yang dikenakan sanksi berupa denda sebesar 25 persen dari PBB yang terutang; dan
  • Wajib Pajak dikenakan sanksi pidana apabila tidak mengembalikan SPOP atau telah mengembalikan SPOP, namun isi di dalam surat tersebut tidak benar, tidak lengkap, dan lampiran dalam surat keterangan tidak sesuai. Sehingga, dapat menimbulkan kerugian bagi negara atau dalam kondisi Wajib Pajak terbukti memberikan surat palsu atau surat yang dipalsukan dengan mengatas namakan bahwa surat tersebut benar. Untuk itu, Wajib Pajak akan dikenakan sanksi pidana selama enam bulan.

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *