in ,

Bea Cukai Bukukan Penerimaan 78 Persen

Bea Cukai Bukukan Penerimaan 78 Persen
FOTO: Dok. Bea Cukai

Bea Cukai Bukukan Penerimaan 78 Persen

Pajak.com, Jakarta – Mengemban tugas dan fungsi sebagai revenue collector, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (Bea Cukai) bukukan realisasi penerimaan kepabeanan dan cukai hingga September 2022 mencapai Rp 232,14 triliun atau 78 persen dari target APBN 2022 senilai Rp 299,03 triliun. Capaian itu membawa kontribusi penting dalam neraca perdagangan yang surplus hingga 4,99 miliar dollar AS, sebagaimana dilaporkan pada realisasi APBN KiTa edisi Oktober 2022.

Kepala Subdirektorat Humas dan Penyuluhan Bea Cukai Hatta Wardhana mengungkapkan, hal ini salah satunya dipengaruhi oleh raihan ekspor-impor September 2022 yang tumbuh positif karena menguatnya harga komoditas global dibandingkan tahun sebelumnya (yoy).

Di sisi lain, Hatta menuturkan kalau tren peningkatan realisasi penerimaan yang alami pertumbuhan 27 persen (yoy) ini disebabkan oleh adanya pertumbuhan pada komponen-komponen penerimaan Bea Cukai yang signifikan. Artinya, penerimaan itu sangat dipengaruhi tren positif semua komponen penerimaan kepabeanan dan cukai.

Misalnya saja pada bea masuk juga dilaporkan tumbuh sebesar 31,56 persen (yoy), cukai tumbuh sebesar 19,61 persen (yoy), serta bea yang keluar tumbuh 64,17 persen (yoy).

Baca Juga  Daftar Barang dan Jasa yang Mendapatkan Fasilitas Bebas PPN

“Bea masuk mengalami pertumbuhan karena tren perbaikan impor nasional terutama sektor perdagangan dan industri, cukai menunjukkan adanya pertumbuhan akibat dari kebijakan tarif efektivitas pengawasan yang tepat sasaran di antaranya Gempur Rokok Ilegal 2022, dan bea keluar mengalami pertumbuhan didorong tingginya harga komoditas serta kenaikan tarif bea keluar produk kelapa sawit dan volume ekspornya,” jelas Hatta melalui keterangan pers, dikutip Pajak.com, Senin (31/10).

Lebih lanjut, ia juga mengatakan kalau realisasi APBN hingga 30 September 2022 yang mencatat surplus ditandai oleh adanya pertumbuhan pendapatan negara sebesar 45,7 persen (yoy), yang ditunjang dengan optimalisasi belanja negara yang terjaga. Menurutnya, ini menunjukkan kesuksesan upaya pemerintah dalam pemulihan ekonomi nasional dan perlindungan masyarakat yang berkelanjutan, sekaligus menjadi indikator atas resiliensi Indonesia di tengah risiko dinamika global yang akan berlanjut hingga 2023.

Di sisa dua bulan hingga penghujung tahun 2022, Hatta menegaskan bahwa upaya Bea Cukai menjaga APBN akan terus berlangsung. Ia mengklaim pihaknya bakal terus berupaya agar indikasi pemulihan ekonomi nasional terus menguat secara signifikan.

Baca Juga  Proses Banding di Pengadilan Pajak setelah e-Tax Court Berlaku

“Kami mendukung fungsi APBN sebagai shock absorber dalam menjaga momentum pemulihan ekonomi dan antisipasi terhadap risiko ketidakpastian akan tantangan perekonomian global hingga dampak geopolitik,” imbuhnya.

Ia menambahkan, langkah nyata yang diwujudkan Bea Cukai di antaranya dengan penguatan tugas dan fungsi instansi, yaitu sebagai revenue collector, trade facilitator, industrial assessment, dan community protector. Hatta pun mengapresiasi masyarakat atas kontribusinya sehingga realisasi APBN masih terjaga dengan baik hingga 30 September 2022.

“Bea Cukai tak dapat bekerja sendiri. Kami akan selalu membutuhkan kerja sama dan dukungan dari instansi pemerintah lainnya, pihak swasta, para pelaku usaha, aparat penegak hukum, dan tentunya masyarakat,” pungkas Hatta.

Sebelumnya, Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Bea Cukai Nirwala Dwi Heryanto optimistis target penerimaan tahun ini akan tercapai. Selain didukung oleh kondisi ekonomi yang sudah pulih, pandemi COVID-19 yang sudah melandai, dan harga komoditas yang cukup tinggi; Bea Cukai juga melakukan sejumlah langkah optimalisasi agar target penerimaan kepabeanan dan cukai dapat segera terlampaui.

Baca Juga  Kanwil DJP Jakut Catatkan Penerimaan Rp 4,32 T per 31 Januari 2024

Salah satunya adalah memperkuat joint program bersama Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Direktorat Jenderal Anggaran (DJA), serta kerja sama pengawasan dengan kementerian/lembaga dan aparat penegak hukum. Di sisi lain, Nirwala juga memastikan kalau DJBC terus memantau faktor-faktor yang memengaruhi penerimaan sebagai bentuk manajemen risiko.

Hal itu meliputi tren harga komoditas, kondisi ekonomi domestik dan global, serta kebijakan lainnya yang dapat memengaruhi penerimaan seperti larangan ekspor dan tarif cukai.

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *