in ,

World Bank Beli Kelebihan Emisi Karbon di Kaltim

World Bank Beli Kelebihan Emisi Karbon
FOTO: IST

World Bank Beli Kelebihan Emisi Karbon di Kaltim

Pajak.com, Amerika Serikat – Gubernur Kalimantan Timur (Kaltim) Isran Noor mengungkapkan, Carbon Fund World Bank beli kelebihan emisi karbon di Kaltim sebesar 1 juta ton CO2e (ekuivalen karbon dioksida) dari total 10 juta ton CO2e. International Finance Corporation (IFC) juga sepakat untuk memasarkan kelebihan penurunan emisi karbon kepada perusahaan multinasional.

“Periode 2019-Desember 2020, Kaltim mendapat target penurunan emisi sebesar 22 juta ton CO2e melalui Program Forest Carbon Partnership Facility Carbon Fund (FCPF CF). Namun, Kaltim sukses menurunkan emisi hingga 32 juta ton. Terdapat kelebihan penurunan emisi sebanyak 10 juta ton CO2e. IFC akan membantu Kaltim untuk memasarkan kelebihan emisi sebanyak 9 juta ton CO2e kepada pihak multinasional swasta, semisal Google, Delta Airlines, Microsoft, IKEA, Shell, maupun Unilever,” ungkap Isran, di Kantor Pusat World Bank di Washington DC, dikutip Pajak.com (16/5).

Ia menjelaskan, opsi pemasaran sisa penurunan emisi ini dilakukan dalam tiga model. Pertama, dengan sistem perdagangan dua pihak (bilateral). Kedua, melalui proses lelang. Ketiga, didaftarkan ke bursa karbon (carbon exchange). Seperti diketahui, perdagangan perdana bursa karbon di Indonesia rencananya dimulai pada September 2023.

Baca Juga  Airlangga Ungkap Dampak Eskalasi Konflik Iran - Israel bagi Perekonomian Nasional

Selain itu, ada dua proses pemasaran penurunan emisi karbon yang akan dilakukan, yakni pertama, proses pemasaran melalui perdagangan dua pihak atau bilateral bisa memakan waktu dua sampai enam bulan, tergantung kesiapan dokumen perdagangan yang harus dipenuhi oleh kedua belah pihak. 

“Jika perdagangan melibatkan pihak ketiga (broker), maka akan ada biaya pemasaran yang akan dibebankan ke calon pembeli. Biaya tambahan pemasaran ini tidak berlaku untuk proses lelang,” kata Isran.

Kedua, untuk pemasaran melalui proses lelang, maka calon pembeli akan lebih banyak, sehingga harga penurunan emisi per ton CO2e bisa melebihi dari harga yang terjadi pada perdagangan dua pihak (bilateral).

“Proses persiapan lelang bisa memakan waktu satu bulan, namun transaksi lelang hanya dilaksanakan pada satu sampai dengan tiga hari,” ujar Isran.

Baca Juga  Sri Mulyani: Pertumbuhan Ekonomi Digital di ASEAN Diproyeksi 2 Triliun Dollar AS

Seperti diketahui, Kaltim merupakan salah satu provinsi dengan luas hutan terluas di Indonesia, yakni seluas 14,6 juta hektar. Oleh karena itu, Kaltim mempunyai potensi perdagangan karbon yang tinggi.

“Ketika ada tambahan sampai 40 juta ton CO2e atau emisi gas buang dari hasil validasi pertama 30 juta ton CO2e. Jika hasil validasi 40 juta ton CO2e dikalikan harga 25 dollar AS per ton, kita jual karbon saja dan Kaltim sudah tidak perlu dana APBN (anggaran pendapatan dan belanja negara)” kata Isran.

Secara nasional, Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menegaskan bahwa kebijakan perdagangan karbon di Indonesia bersifat terbuka namun harus teregistrasi. Adapun mekanisme tata kelola perdagangan karbon di Indonesia berada di dalam bursa karbon yang diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), sedangkan untuk registrasi akan dilakukan melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Pada perdagangan awal, OJK akan melakukan peluncuran pembayaran biaya hasil 100 juta ton CO2.

Baca Juga  Mempelajari Teknik Presentasi Memukau ala Steve Jobs

“Registrasinya cuma sekali. Sebelum masuk ke bursa karbon diregistrasi dulu oleh KLHK, setelah itu baru bisa melakukan perdagangan di bursa karbon. Setelah melakukan perdagangan bursa karbon, dia bisa melakukan trading, seperti trading saham biasa,” jelas Bahlil usai mengikuti rapat terbatas yang dipimpin oleh Presiden Joko Widodo, di Istana Kepresidenan, Jakarta.

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *