in ,

Menkeu Ungkap Risiko Ekonomi Negara Berkembang

Menkeu Ungkap Risiko Ekonomi Negara Berkembang
FOTO: KLI Kemenkeu

Menkeu Ungkap Risiko Ekonomi Negara Berkembang

Pajak.com, Jepang – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menghadiri Forum Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral Negara Group of Seven (G7), di Niigata, Jepang. Dalam pertemuan ini Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani ungkap kondisi dan risiko makro ekonomi di negara berkembang, termasuk Indonesia.

Sebagai informasi, pertemuan yang dipimpin oleh Menteri Keuangan Jepang Shun’ichi Suzuki ini turut dihadiri pula oleh menteri keuangan Kanada, Prancis, Jerman, Italia, Inggris, Amerika Serikat (AS), serta Uni Eropa.

“Negara berkembang masih mengalami risiko scarring effect sebagai dampak pandemi, tensi geopolitik yang terus menguat, dan efek rambatan dari kebijakan pengetatan moneter di berbagai negara. Selain itu juga tantangan global yang dihadapkan pada risiko sektor keuangan yang tidak stabil, geopolitik, dan perkembangan AI (artificial intelligence),” ungkap Sri Mulyani dalam keterangan tertulis yang diterima Pajak.com(13/5).

Baca Juga  Sri Mulyani Beberkan Langkah Pengembangan Ekonomi Hijau dan Biru

Di sisi lain, pendanaan berbiaya tinggi (high-cost financing) menjadi salah satu tantangan berat negara berkembang. Dengan demikian, Sri Mulyani menilai, peran negara G7 dan G20 diperlukan untuk mendorong dan menyelaraskan berbagai kebijakan bagi negara berkembang.

“Dalam hal ini, Indonesia bersama negara anggota G20 telah membentuk Pandemic Fund pada masa Presidensi G20 tahun 2022 untuk menguatkan kemampuan dan kesiapan negara berkembang dalam merespons risiko terjadinya pandemi selanjutnya secara lebih baik. Sementara itu, pembiayaan untuk pengembangan infrastruktur juga perlu mendapat dukungan dari negara maju. Pendanaan infrastruktur yang terjangkau tentu akan sangat membantu negara berkembang dalam memacu pertumbuhan ekonomi,” jelas Sri Mulyani.

Dalam perspektif kawasan, Indonesia menyampaikan bahwa kesuksesan Presidensi G20 tahun 2022 telah dilanjutkan pada Keketuaan Indonesia di ASEAN, terutama dalam rangka mempromosilkan kerja sama regional di sektor kesehatan, ketahanan pangan, dan keuangan berkelanjutan, serta transisi hijau.

Baca Juga  Pos Indonesia Raih “Appreciated Social ESG Report”

Sri Mulyani menegaskan, bahwa Taksonomi ASEAN tentang Keuangan Berkelanjutan Versi 2 yang diterbitkan pada Maret 2023, merupakan taksonomi pertama yang memasukkan transisi energi sebagai kegiatan yang memenuhi syarat untuk keuangan berkelanjutan.

“Gagasan ini mendapat apresiasi dan dukungan yang kuat dari negara G7, dan bisa dijadikan replika untuk pengembangan di kawasan dan negara lain,” tambah Sri Mulyani.

Ia juga menyampaikan tentang upaya Indonesia untuk terus menciptakan kesejahteraan, mewujudkan masyarakat yang adil dan Makmur melalui dukungan fiskal pada anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).

“Indonesia telah melakukan banyak hal, termasuk peningkatan alokasi anggaran, misalnya untuk perlindungan sosial di masa pandemi COVID-19 lalu, sehingga kita berhasil menurunkan tingkat kemiskinan relatif cepat dari 10,2 persen selama pandemi, menjadi 9,6 persen pada tahun 2022,” ujarnya.

Baca Juga  BI Siapkan Rp 197 T untuk Penukaran Selama Ramadan dan Idulfitri

Di Jepang, Sri Mulyani juga melakukan pertemuan bilateral dengan Menteri Keuangan AS Janet Yellen dan Wakil Perdana Menteri merangkap Menteri Keuangan Kanada Chrystia Freeland.

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *