Ketiga, penghapusan kebijakan kontrol harga pada beberapa komoditas sebagai akibat dari lonjakan berkelanjutan harga komoditas dan energi global, yang diperburuk oleh invasi Rusia ke Ukraina. Ia berpandangan hal ini akan memicu tingkat harga domestik agregat melonjak mengikuti mekanisme pasar.
Keempat, kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 10 persen menjadi 11 persen yang mulai berlaku pada bulan April 2022. Namun, Riefky meyakini dampak kenaikan tarif PPN terhadap inflasi akan terbatas.
Mempertimbangkan keempat faktor tersebut, Riefky meminta agar pemerintah memantau secara ketat semua ancaman inflasi di bulan-bulan mendatang. Pasalnya, jika didiamkan hal ini akan mengganggu upaya kemajuan pemulihan ekonomi dan menggerus daya beli masyarakat—terutama masyarakat rentan.
“Akhir-akhir ini, adanya kenaikan harga komoditas yang mengganggu pemulihan ekonomi global; memberikan dampak ke pelaku usaha dan rumah tangga rentan, serta memicu kekhawatiran bahwa inflasi global akan berlangsung lebih lama, dengan konsekuensi yang luas diproyeksikan terjadi di banyak negara,” jelasnya.
Di samping itu, ia juga mengemukakan pentingnya menjangkar ekspektasi inflasi jangka panjang untuk memiliki inflasi yang terkendali. seperti yang dilakukan Bank Indonesia (BI) dengan menjangkar ekspektasi inflasi pada target inflasinya.
Comments