in ,

Seberapa Efektif Implementasi UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan

Seberapa Efektif Implementasi UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan
FOTO: IST

Undang-Undang (UU) tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), telah disahkan oleh pemerintah pada hari Kamis, 7 Oktober 2021 dalam rapat paripurna dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari reformasi perpajakan. Regulasi ini diharapkan dapat menjadi jawaban yang akan memenuhi kebutuhan terhadap peningkatan kemampuan fiskal untuk mendongkrak pembangunan jangka panjang.

Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan atau UU HPP ini sangat diharapkan oleh pemerintah implementasinya dan memihak kepada masyarakat. Berdasarkan data yang berhasil didapatkan sebagian besar masyarakat yaitu 63% pro terhadap perubahan-perubahan yang ada di dalam UU HPP.

Dari sisi administrasi, UU HPP menutup berbagai celah aturan yang masih ada dan mengadaptasi perkembangan baru aktivitas bisnis terkini, seperti maraknya bisnis yang berbasis digital. Sedangkan dari sisi kebijakan perpajakan, UU HPP akan memperkuat aspek keadilan dalam hal beban pajak yang harus ditanggung oleh wajib pajak, serta keberpihakan untuk mendukung penguatan sektor UMKM.

Seiring dengan implementasi UU HPP, pemerintah menargetkan penerimaan perpajakan mencapai Rp1.649,3 triliun pada tahun depan atau setara 109,2% dari target yang ditetapkan pada UU APBN 2022 sejumlah Rp1.510,0 triliun. Pemerintah juga memperkirakan rasio pajak (tax ratio) mencapai 9,22% pada tahun depan, atau lebih tinggi dari estimasi awal sebesar 8,44% PDB. Tahun berikutnya, pemerintah menargetkan rasio pajak menjadi 9,29%, 9,53% pada 2023, dan 10,12% pada 2025.

UU HPP

Pertama, pembebasan Pajak Penghasilan (PPh) untuk masyarakat berpenghasilan rendah dengan total pembicaraan 1.377 pembicaraan. Terdapat 89,94% menyetujui pembebasan pajak tersebut. Pembebasan PPh ini dianggap berkeadilan dan akan menjadi tonggak reformasi perpajakan di Indonesia. Namun demikian juga terdapat sanggahan bahwa penyesuaian tarif PPh ini memberikan keberpihakan kepada masyarakat kecil dan pelaku UMKM. Sebab penyesuaian tarif PPh baru mengenakan tarif yang lebih besar untuk masyarakat yang berpenghasilan besar dan tarif yang lebih kecil untuk masyarakat yang lebih kecil.

Kedua, integrasi Nomor Induk Kependudukan (NIK) dengan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), dengan total pembicaraan sebanyak 851 pembicaraan. 83% masyarakat mendukung integrasi NIK dengan NPWP sebagai bagian dari reformasi perpajakan dan 17% masih berkomentar negatif karena menganggap bahwa dengan adanya NIK jadi NPWP, saat sudah memiliki NPWP otomatis menjadi wajib pajak. Hal Ini bisa jadi  disebabkan kurangnya informasi yang didapatkan masyarakat sehingga terjadi mispersepsi dan memberikan sentimen negatif terhadap peraturan NIK yang menjadi NPWP.

Ketiga, tentang pelaksanaan program amnesti pajak dengan total pembicaraan mencapai 697 pembicaraan. 97% masyarakat menolak amnesti pajak sebab mereka menganggap UU HPP menguntungkan orang kaya. Dimana undang-undang tersebut akan menghilangkan sanksi pidana pengemplang pajak dan pengurangan denda bagi penunggak pajak. Namun juga terdapat pendapat bahwa undang-undang yang baru ini merupakan titipan oligarki karena lebih banyak menampung keinginan-keinginan para cukong.

Keempat, pembebasan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) jasa kesehatan dan pendidikan dengan total pembicaraan 541 pembicaraan. 86% masyarakat menyambut positif terhadap perubahan aturan PPN ini sebab dalam aturan tersebut ada beberapa kategori barang jasa yang masih dibebaskan dari pajak negara lain seperti pendidikan dan kesehatan. Akan tetapi, masih ada masyarakat yang menolak karena mereka merasa hal ini menimbulkan dampak negatif.

Kelima, implementasi pajak karbon dengan total pembicaraan 277 pembicaraan. Dalam kajian tersebut ada 90% masyarakat mendukung penerapan pajak karbon. Sebab mereka menganggap penerapan pajak karbon sebagai bentuk komitmen pemerintah dalam mengurangi pemanasan global dan dapat mengendalikan perubahan iklim yang sedang terjadi.

Dari segi implementasi, penggunaan NIK KTP sebagai NPWP yang bakal paling sulit diterapkan. Pasalnya, dibutuhkan sinkronisasi antara Kementerian Keuangan dengan Kementerian Dalam Negeri perihal pencocokan data penduduk. Secara keseluruhan, UU HPP tidak sepenuhnya mencerminkan reformasi perpajakan RI seperti yang diklaim pemerintah.

Namun, dalam jangka panjang, UU HPP akan menjadi modal kuat dalam menghadapi berbagai tantangan yang dinamis pada masa depan. Salah satunya adalah dalam memperluas basis perpajakan. Perluasan basis perpajakan sangat penting dalam menciptakan keadilan dan kesetaraan melalui perbaikan kebijakan dalam pengumpulan pajak penghasilan (PPh), pajak pertambahan nilai (PPN), cukai, serta pajak karbon.

UU HPP juga membuat sistem perpajakan memiliki tata kelola makin baik, berkeadilan, dan berkepastian hukum. Menkeu menilai UU HPP mampu meningkatkan kepatuhan sukarela dari wajib pajak.

Referensi:

Ddtc.co.id.(2021, 8 Desember). Sosialisasi UU HPP, Wajib Pajak Dapat Penjelasan Soal PPS dari DJP. Di akses pada tanggal 27 Desemebr 2021, dari  https://news.ddtc.co.id/sosialisasi-uu-hpp-wajib-pajak-dapat-penjelasan-soal-pps-dari-djp-35118

Kemenkeu.go.id. (2021, 7 Oktober) Ini Aturan Baru PPh dan PPN dalam RUU Harmonisasi Peraturan Perpajakan, dari https://www.kemenkeu.go.id/publikasi/berita/ini-aturan-baru-pph-dan-ppn-dalam-ruu-harmonisasi-peraturan-perpajakan/

Kemenkeu.go.id. (2021, 11 Oktober). UU HPP Perkuat Sistem Perpajakan agar Mampu Hadapi Tantangan Ekonomi di Masa Depan. Di akses pada tanggal 26 Desember 2021, dari https://www.kemenkeu.go.id/ publikasi/berita/uu-hpp-perkuat- sistem- perpajakan-agar-mampu-hadapi-tantangan-ekonomi-di-masa-depan/

Kominfo.go.id. (2021) Menkeu: UU HPP Bekal Pemerintah Atasi Disrupsi Akibat Covid-19. Di akses pada tanggal 25 Desember 2021 dari, https://www.kominfo .go.id/content/detail/38217/menkeu-uu-hpp-bekal-pemerintah-atasi-disrupsi-akibat-covid-19/0/berita

Pajakonline.com.(2021, 21 Oktober). Program Pengungkapan Sukarela dalam UU HPP, ini ketentuannya, dari https://www.pajakonline.com/program-pengungkapan-sukarela-dalam-uu-hpp-ini-ketentuannya/

Pajakonline.com. (2021, 22 November). Sosialisasi UU HPP: Menkeu Sri Mulyani Tekankan Urgensi Reformasi Pajak. Di akses pada tanggal 26 Desember 2021, dari https://www.pajakonline.com/sosialisasi-uu-hpp-menkeu-sri-mulyani-tekankan-urgensi-reformasi-pajak/

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

214 Points
Upvote Downvote

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *