in ,

Telaah Penyusunan “Transfer Pricing Documentation” yang Baik

Transfer Pricing Documentation
FOTO: Tiga Dimensi

Telaah Penyusunan “Transfer Pricing Documentation” yang Baik

Pajak.com, Jakarta – Perusahaan yang memiliki transaksi afiliasi atau transaksi dengan pihak yang mempunyai hubungan istimewa, wajib untuk menyelenggarakan dan menyimpan dokumen penentuan harga transfer (TP-Doc), berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 213/PMK.03/2016. Beleid ini sejalan dengan komitmen Indonesia mengadopsi OECD-G20 BEPS Action Plan 13 – Transfer Pricing Documentation and Country by Country Reporting. Lantas, bagaimana perusahaan dapat menyusun Transfer Pricing Documentation (TP-Doc) yang baik? Transfer Pricing Compliance and International Tax Manager TaxPrime Bayu Rahmat Rahayu akan membagikan pandangannya untuk Anda.

Definisi dan kriteria

Menurut definisi, TP-Doc merupakan dokumen yang diselenggarakan oleh Wajib Pajak sebagai dasar penerapan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha (PKKU) atau lebih dikenal sebagai arm’s length principle (ALP) dalam penentuan harga transfer yang dilakukan.

“TP-Doc sendiri merupakan bagian dari pembukuan Wajib Pajak, sebagai salah satu kewajiban formal karena melakukan transaksi afiliasi. Kewajiban ini telah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 80 Tahun 2007,  yang diubah dengan PP  Nomor 74 Tahun 2011, kemudian diubah lagi dengan PP Nomor 50 Tahun 2022. Perintahnya sama persis; dalam hal Wajib Pajak melakukan transaksi dengan para pihak yang mempunyai hubungan istimewa dengan Wajib Pajak, Wajib Pajak wajib menyimpan dokumen dan/atau informasi tambahan untuk mendukung bahwa transaksi afiliasi yang dilakukannya telah sesuai dengan PKKU,” jelas Bayu kepada Pajak.com, di Ruang Rapat TaxPrime, Menara Kuningan Jakarta, (12/4).

Kendati demikian, ia menggarisbawahi, TP-Doc tersebut tidak untuk otomatis dilaporkan kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Kewajiban Wajib Pajak adalah menyelenggarakan dan menyimpan TP-Doc selama 10 tahun. TP-Doc tersebut baru diserahkan kepada DJP ketika diminta.

Baca Juga  DJP Beberkan Perkembangan Isu Terkini, Dari Pelaporan SPT Hingga Kasus Penipuan

Bayu menyebutkan, TP-Doc terdiri dari tiga jenis: dokumen induk (master file), dokumen lokal (local file), dan laporan per negara (country-by-country report/CbCR).

Kewajiban menyelenggarakan TP-Doc timbul setelah Wajib Pajak melewati threshold yang ditetapkan. Wajib Pajak yang diwajibkan membuat dokumen induk dan dokumen lokal adalah Wajib Pajak yang pada tahun sebelumnya memiliki omzet dalam setahun lebih dari Rp 50 miliar dan melakukan transaksi afiliasi berupa barang berwujud lebih dari Rp 20 miliar atau transaksi berupa jasa, dan pembayaran bunga atau barang tidak berwujud lebih Rp 5 miliar. Kewajiban juga timbul jika pihak afiliasi berada di negara dengan tarif Pajak Penghasilan (PPh) yang lebih rendah.

Selanjutnya, bagi Wajib Pajak yang merupakan entitas induk dari sebuah grup usaha dengan peredaran bruto konsolidasi lebih dari Rp 11 triliun atau anggota grup dengan entitas induk yang merupakan subjek pajak luar negeri, selain dokumen lokal dan dokumen induk, juga diwajibkan untuk menyelenggarakan dan menyimpan CbCR.

Sebagai informasi, CbCR berisi laba grup di tiap negara, pajak yang dibayarkan, dan jumlah karyawan, sehingga memberikan informasi aktivitas grup atau fungsi apa saja yang dijalani setiap grup usaha di masing-masing negara. Informasi ini ditransmisi secara otomatis antar negara yang sama-sama berkomitmen dan menandatangani perjanjian pertukaran CbCR, baik bilateral maupun multilateral.

Penyusunan TP-Doc

Bayu memandang, penyusunan TP-Doc yang baik mudah dilakukan jika Wajib Pajak memahami proses penetapan harga yang dilakukannya dalam transaksi, dan dapat memerhatikan perbedaan kondisi dari transaksi independen dan transaksi afiliasi.

Baca Juga  Komunitas PajakMania Ajak Masyarakat Cinta Pajak

“Misalnya kita belanja groceries di supermarket. Jika pihak independen barang belanjaan diantar, harganya Rp 25 ribu, sementara jika afiliasi yang barang belanjaan diambil sendiri, harganya Rp 20 ribu. Dari kedua transaksi ini kita tahu bahwa perbedaan transaksi tersebut adalah adanya ongkos kirim sebesar Rp 5 ribu. Jadi, jika memang terdapat perbedaan harga atau kondisi antara transaksi afiliasi dengan transaksi independen, Wajib Pajak perlu mengetahui dan menerapkan bahwa perbedaan harga tersebut terjadi karena dan sama besarnya dengan beda kondisi kedua transaksi,” jelasnya.

Hal ini selaras dengan konsep PKKU sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-undang (UU) pajak pertambahan nilai barang dan jasa (PPN) dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM), dan Pasal 18 ayat (3) UU pajak penghasilan (PPh), bahwa Wajib Pajak memperlakukan pihak afiliasi dalam transaksi yang dilakukannya dengan keadaan seolah-olah tidak ada hubungan istimewa.

“TP-Doc merupakan sarana Wajib Pajak untuk membuktikan bahwa transaksi afiliasi yang dilakukannya telah sesuai dengan PKKU. Karenanya harus diniatkan dari awal saat proses penetapan harga. Wajib Pajak perlu memperlakukan afiliasi sama dengan mereka memperlakukan pihak independen. Jadi, sebelum melakukan transaksi, dia sudah tahu bagaimana memperlakukan afiliasi dan bagaimana memperlakukan pihak independen, hal tersebut lah yang didokumentasikan” ungkap Bayu.

Kemudian, ia mengingatkan agar Wajib Pajak juga melakukan pemantauan terhadap pelaksanaan komitmen transaksi afiliasi.

“Selain mendokumentasikan penetapan harga yang telah dibandingkan dengan kondisi pihak independen sebanding, Wajib Pajak juga perlu melakukan monitoring pelaksanaan transaksi afiliasi agar sesuai dengan penetapan harga yang disepakati. Dalam hal terdapat perbedaan, Wajib Pajak perlu melakukan adjustment atas perbedaan tersebut”, pungkas Bayu.

Baca Juga  Pemotongan Kuota dan Jenis Impor yang Dapat Fasilitas Bea Masuk

Ia memerinci, highlight yang perlu diingat Wajib Pajak dalam menyelenggarakan TP-Doc sesuai PMK 213/PMK.03/2016:

  • TP-Doc harus dibuat dalam bahasa Indonesia. Untuk Wajib Pajak yang memiliki izin pembukuan menggunakan bahasa lain, TP-Doc wajib disertai dengan terjemahannya dalam bahasa Indonesia.
  • Jika Wajib Pajak memiliki lebih dari satu kegiatan usaha dengan karakterisasi usaha yang beda, dokumen lokal harus disajikan secara tersegmentasi sesuai dengan karakter usaha yang dimiliki.
  • Dokumen induk dan dokumen lokal diselenggarakan berdasarkan data serta informasi yang tersedia pada saat dilakukan transaksi afiliasi.
  • Dokumen induk dan dokumen lokal harus tersedia paling lama 4 bulan setelah akhir tahun pajak, dimana ikhtisar kedua dokumen tersebut wajib dilampirkan dalam SPT Tahunan PPh Badan tahun pajak yang bersangkutan.
  • Laporan per negara wajib dilakukan berdasarkan data dan informasi yang tersedia sampai dengan akhir tahun pajak dan harus tersedia minimal 12 bulan setelah akhir tahun pajak.

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *