Target Pajak 2025 Ditetapkan Rp 2.189 T, Begini Arah Kebijakan dan Strategi Pemerintah
Pajak.com, Jakarta – Pemerintah Indonesia menetapkan target penerimaan pajak untuk tahun 2025 sebesar Rp 2.189,3 triliun dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025. Sebagai gambaran, target penerimaan pajak pada tahun 2024 dipatok sebesar Rp 1.989,9 triliun, naik dari Rp 1.818,2 triliun di tahun 2023 dan Rp 1.485 triliun di tahun 2022.
Menariknya, selama dua tahun terakhir, pemerintah berhasil mencapai target penerimaan pajak, mencerminkan efektivitas kebijakan yang diterapkan. Sementara untuk tahun 2024, penerimaan pajak diproyeksikan tumbuh positif meski menghadapi tantangan seperti penurunan Pajak Penghasilan (PPh) badan akibat turunnya profitabilitas perusahaan dan peningkatan restitusi.
“Dengan mempertimbangkan faktor-faktor ini, penerimaan pajak pada RAPBN 2025 diperkirakan mencapai Rp 2.189.307,2 miliar. Target penerimaan pajak tersebut mempertimbangkan proyeksi kinerja ekonomi dan keberlanjutan reformasi pajak,” kata pemerintah dikutip Pajak.com dari Buku II Nota Keuangan RAPBN 2025, Senin (26/08).
Komposisi Target Penerimaan Pajak: PPh dan PPN Jadi Andalan
1. PPh
Dalam rincian target tersebut, PPh ditetapkan menjadi kontributor terbesar dengan angka Rp 1.209,3 triliun, meningkat signifikan sebesar 13,8 persen dari proyeksi penerimaan pada tahun 2024. Khusus penerimaan PPh nonmigas dalam RAPBN 2025 diperkirakan sebesar Rp 1.146,4 triliun.
Kenaikan ini mengindikasikan dampak positif dari reformasi pajak dan peningkatan kepatuhan Wajib Pajak, menyusul pertumbuhan penerimaan PPh yang cukup signifikan pada tahun-tahun sebelumnya. Pemerintah mengklaim, target itu terbilang realistis karena melihat tren proyeksi perekonomian nasional yang membaik, serta fluktuasi harga komoditas utama memengaruhi kinerja penerimaan PPh dalam periode 2020–2024.
“Penerimaan PPh nonmigas pada tahun 2024 diperkirakan akan mampu tumbuh 0,8 persen meskipun dibayangi penurunan profitabilitas Wajib Pajak akibat moderasi harga komoditas tahun 2023. Pertumbuhan ini dipengaruhi oleh proyeksi terjaganya aktivitas ekonomi nasional yang tecermin dari peningkatan PPh atas kegiatan transaksional seperti PPh 21, PPh final, dan PPh 26,” kata pemerintah.
2. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)
Dalam Buku II Nota Keuangan RAPBN 2025, pemerintah juga menetapkan PPN dan PPnBM sebesar Rp 945,1 triliun, naik 15,37 persen dari outlook 2024. Peningkatan ini didorong oleh implementasi tarif PPN 11 persen yang berlaku sesuai Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), serta rencana kenaikan tarif menjadi 12 persen pada tahun 2025 yang diprediksi akan memberikan dampak signifikan terhadap penerimaan negara.
“Penerimaan PPN dan PPnBM, sebagai kontributor utama kedua penerimaan pajak, cenderung mengalami tren peningkatan dalam lima tahun terakhir,” ucap pemerintah dalam buku tersebut.
3. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
Untuk target penerimaan PBB pada tahun 2025, pemerintah menetapkan sebesar Rp 27,1 triliun, atau turun 18,3 persen dari tahun sebelumnya. Pemerintah menilai, penerimaan PBB mengalami pola yang fluktuatif terutama dipengaruhi PBB sektor mineral dan batu bara (minerba) serta PBB sektor minyak dan gas (migas). Pada tahun 2020, misalnya, penerimaan PBB mengalami kontraksi sebesar 0,9 persen. Hal ini dipengaruhi terutama oleh penurunan PBB pertambangan serta migas.
Penerimaan PBB juga mengalami kontraksi 9,7 persen pada 2021, namun meningkat 22,9 persen pada 2022 berkat aktivitas sektor hulu migas. Pada 2023, PBB naik signifikan 43 persen, tetapi diperkirakan turun 0,3 persen pada 2024 akibat moderasi harga komoditas pada tahun 2023. Penurunan ini menjadi perhatian pemerintah dalam menjaga stabilitas penerimaan pajak dari sektor tersebut.
4. Pajak Lainnya
Selanjutnya, pemerintah menetapkan penerimaan pajak lainnya dalam RAPBN 2025 tumbuh 7,8 persen dari outlook tahun 2024 atau mencapai Rp 7,79 triliun. Yang termasuk pajak lainnya mencakup bea meterai dan bunga penagihan pajak.
Pemerintah mengemukakan, dalam kurun lima tahun terakhir, penerimaan pajak lainnya mengalami fluktuasi yang dipengaruhi oleh penerimaan bea meterai dan bunga penagihan pajak. Pada 2020, pajak lainnya turun tajam 11,5 persen akibat penurunan aktivitas ekonomi selama pandemi COVID-19.
Namun, pada 2021, penerimaan meningkat signifikan 63,8 persen karena kenaikan tarif bea meterai sesuai dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2020. Di tahun 2022, pajak lainnya kembali terkontraksi 30,9 persen akibat penurunan beberapa jenis setoran, seperti bunga penagihan PPh, PPN, dan bea meterai.
Pada 2023, pajak lainnya meningkat 26,6 persen berkat kenaikan pembayaran atas bunga penagihan PPh, PPN, dan bea meterai. Namun, pada 2024, diperkirakan terjadi kontraksi 25,7 persen karena tidak adanya pembayaran bunga penagihan seperti tahun sebelumnya. Untuk itulah, pada tahun 2025 pajak lainnya diproyeksikan tumbuh 7,8 persen dari outlook 2024, mencapai Rp 7,79 triliun, seiring dengan proyeksi perekonomian yang lebih baik.
Arah Kebijakan dan Langkah Strategis Pemerintah
Untuk mencapai target ambisius ini, pemerintah merumuskan beberapa arah kebijakan perpajakan yang akan difokuskan pada tahun 2025, termasuk memperluas basis pajak melalui intensifikasi dan ekstensifikasi, serta peningkatan kepatuhan Wajib Pajak dengan memanfaatkan teknologi terkini.
Penerapan core tax administration system (CTAS) atau core tax yang berkelanjutan juga diharapkan dapat memperkuat sistem perpajakan Indonesia, mendukung integrasi data, dan meningkatkan efektivitas pengawasan pajak. Selain itu, pemerintah akan memberikan insentif perpajakan yang terarah dan terukur guna mendukung iklim usaha dan daya saing nasional.
Untuk memaksimalkan penerimaan pajak pada tahun 2025, pemerintah telah merumuskan kebijakan perpajakan yang strategis. Kebijakan ini mencakup lima fokus utama sebagai berikut:
- Memperluas basis pajak. Pemerintah akan memperluas basis pajak dengan cara meningkatkan intensifikasi dan ekstensifikasi, yang mencakup penambahan jumlah Wajib Pajak dan memperluas edukasi perpajakan.
- Meningkatkan kepatuhan pajak. Upaya ini akan dilakukan dengan memanfaatkan teknologi canggih dalam sistem perpajakan, memperkuat kerja sama antarlembaga, serta memperkuat penegakan hukum.
- Menjaga efektivitas reformasi pajak. Pemerintah akan terus melaksanakan reformasi perpajakan dan berupaya menyelaraskan kebijakan pajak dengan standar internasional untuk meningkatkan rasio pajak.
- Memberikan insentif perpajakan yang tepat. Insentif perpajakan akan diberikan secara selektif untuk mendukung iklim usaha, meningkatkan daya saing, serta mendorong transformasi ekonomi yang lebih bernilai tambah.
- Menguatkan organisasi dan sumber daya manusia (SDM). Pemerintah akan memperkuat organisasi dan SDM di sektor perpajakan, termasuk melalui peningkatan kerja sama data dengan berbagai instansi, optimalisasi audit bersama, dan peningkatan kualitas SDM.
Kesinambungan Reformasi Pajak
Khusus di sektor pajak, pemerintah menegaskan untuk meneruskan reformasi perpajakan yang menjadi tulang punggung nan kuat bagi pemerintah dalam menjalankan target pembangunan jangka pendek dan menengah-panjang dengan tetap menjaga kesinambungan fiskal. Pemerintah juga meyakini bahwa reformasi perpajakan menciptakan sistem perpajakan yang lebih adil, sehat, efektif, dan akuntabel.
“Melalui UU HPP, pemerintah berupaya mewujudkan sistem perpajakan yang tidak menciptakan distorsi yang berlebihan pada perekonomian. Biaya kepatuhan dan pemungutan pajak juga diupayakan untuk seminimal mungkin, dengan administrasi yang mudah, simpel, dan menjamin kepastian hukum sehingga mampu mendorong kepatuhan,” jelas pemerintah.
Lebih lanjut, sistem perpajakan harus efektif sebagai instrumen kebijakan dan mampu menciptakan keadilan. Di sisi lain, sistem penerimaan perpajakan harus memadai, terjaga, dan berkelanjutan.
Pemerintah juga menjelaskan bahwa UU HPP sebagai bagian dari reformasi perpajakan telah mengamanatkan berbagai perbaikan atas ketentuan perpajakan antara lain Ketentuan Umum Perpajakan (KUP) PPh, PPN, dan Cukai; serta Program Pengungkapan Sukarela (PPS).
“Pemerintah melanjutkan reformasi perpajakan dengan terus melakukan perbaikan regulasi sesuai dengan amanat UU HPP,” tegas pemerintah.
Comments