in ,

Reformasi Pajak di Filipina Terbukti Tingkatkan Penerimaan

Adapun pada era pemerintahan Presiden Joseph Estrada (1999—2000), rata-rata rasio pajak sebesar 12,7 persen, turun menjadi 12,1 persen pada era pemerintahan Presiden Gloria Arroyo (2001—2010), lalu kembali naik menjadi 12,7 persen selama kepresidenan Benigno Aquino III (2011—2016).

“Pengumpulan pajak yang mengesankan dalam lima tahun pemerintahan ini dapat dikaitkan dengan reformasi pajak yang berani serta upaya digitalisasi dan otomatisasi yang agresif dari badan-badan pengumpul pendapatan sejak Presiden Duterte menjabat pada 2016,” tambah laporan Kemenkeu Filipina itu.

Apabila penerimaan pajak dan nonpajak digabungkan menjadi pendapatan negara, Kemenkeu Filipina mencatat besarannya akan mencapai 15,6 persen terhadap produk domestik bruto (PDB)—angka tertinggi dalam lebih dari 2 dekade terakhir.

Baca Juga  Perubahan Besar dalam Sistem Pajak Inggris: Transisi ke MTD ITSA

Seperti diketahui, Filipina akan menggelar pemilu untuk memilih presiden pengganti Duterte pada 9 Mei 2022. Sebelum jabatannya berakhir, Presiden Duterte menargetkan dapat menyelesaikan semua agenda reformasi pajak yang direncanakan.

Indonesia juga tengah menjalani reformasi perpajakan, yang dituangkan salah satunya melalui Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memproyeksi, UU HPP akan menambah penerimaan perpajakan sekitar Rp 139 triliun di tahun 2022. Potensi itu diyakini dapat tercapai karena sejumlah poin aturan UU HPP mulai berlaku mulai 2022, antara lain Program Pengungkapan Sukarela (PPS); kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN); pengenaan pajak baru, seperti kripto dan fintech.

Baca Juga  Joe Biden Janji Naikkan Pajak Orang Kaya dan Perusahaan Besar

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *