in ,

PMK 79/2023 Respons Perubahan Ekonomi dan Tren Bisnis

PMK 79/2023 Respons Perubahan Ekonomi dan Tren Bisnis
FOTO: Aprilia Hariani 

PMK 79/2023 Respons Perubahan Ekonomi dan Tren Bisnis

Pajak.com, Jakarta – Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) Kompartemen Akuntan Perpajakan (KAPj) menggelar diskusi mengenai Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 79 Tahun 2023 tentang Tata Cara Penilaian untuk Tujuan Perpajakan. Menurut Ketua IAI KAPj John L. Hutagaol, PMK 79/2023 merupakan respons terhadap kebutuhan akan regulasi perpajakan yang responsif, terutama dalam menghadapi tantangan dari perubahan ekonomi, globalisasi, dan kemajuan teknologi, dan tren bisnis.

John menuturkan, maksud dan tujuan peraturan ini adalah untuk memperkuat kerangka kerja perpajakan Indonesia, memastikan keadilan dan keefektifan dalam penilaian pajak, serta memberikan kepastian hukum bagi wajib pajak, khususnya dalam konteks penilaian di bidang Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), serta untuk kepentingan Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (PPSP).

Adapun ruang lingkup penilaian untuk tujuan perpajakan dalam Peraturan Menteri Keuangan ini mencakup Penilaian Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang melibatkan penentuan nilai pasar untuk tujuan penetapan pajak bumi dan bangunan sektor perkebunan, perhutanan, dan pertambangan. Kemudian, harta Berwujud, berupa aset fisik seperti properti, kendaraan, mesin, dan peralatan. Selain itu, mengatur pula harta tidak berwujud, seperti hak cipta, paten, merek dagang, dan good will. PMK 79/2023 merupakan respons perubahan ekonomi dan tren bisnis. PMK 79/2023 juga mengatur mengenai aspek bisnis, meliputi penilaian keseluruhan nilai perusahaan, termasuk aset dan liabilitasnya, serta potensi penghasilannya.

“Transparansi, keadilan dan kepastian hukum membuat regulasi ini memberikan dampak yang jelas. Peraturan PMK ini memberikan nilai yang adil dan aktual, serta meningkatkan kepercayaan publik dalam administrasi pajak,” ujar John yang juga menjabat sebagai Tenaga Pengkaji Pembinaan dan Penertiban Sumber Daya Manusia, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dalam sambutannya, dikutip Pajak.com, (23/11).

Ia berpandangan, kepatuhan Wajib Pajak dalam implementasi PMK Nomor 79 Tahun 2023 ini adalah komponen kritis untuk efektivitasnya. Wajib Pajak harus mematuhi standar baru yang ditetapkan dalam peraturan untuk penilaian NJOP, harta berwujud, harta tidak berwujud, dan bisnis.

“Hal ini termasuk kewajiban untuk menyediakan informasi yang akurat dan lengkap tentang aset dan bisnis mereka untuk penilaian pajak. Kepatuhan ini tidak hanya penting untuk memastikan bahwa Wajib Pajak membayar jumlah pajak yang benar, tetapi juga penting untuk menjaga integritas dan keadilan sistem perpajakan secara keseluruhan,” ungkap John.

Di sisi lain, IAI KAPj menyadari bahwa akan ada tantangan dalam implementasi, khususnya terkait pemahaman atas peraturan baru dan penyesuaian sistem yang diperlukan. Untuk itu, IAI KAPj berkomitmen untuk memberikan dukungan, termasuk pendidikan dan pelatihan, serta sumber daya yang diperlukan untuk memastikan proses implementasi yang lancar.

Baca Juga  Cara Ajukan Permohonan Pembetulan Surat Ketetapan/Keputusan Pajak

“Dalam diskusi ini, kita berkumpul untuk menggali lebih dalam PMK Nomor 79 Tahun 2023 dan dampaknya pada praktik perpajakan dan akuntansi. Diskusi ini adalah momen yang sangat penting untuk memahami PMK Nomor 79 Tahun 2023 secara mendalam karena akan memengaruhi bagaimana kita sebagai profesional pajak dan akuntan, memberikan layanan terbaik kepada publik,” ujar John.

Diskusi yang dihadiri oleh 242 peserta dari beragam latar belakang ini dilanjutkan dengan pemaparan materi oleh Direktur Ekstensifikasi dan Penilaian DJP Aim Nursalim Saleh yang diwakili oleh  Penilai Pajak Ahli Madya Direktorat Ekstensifikasi dan Penilaian Majdi Ali.

“Saat ini apa yang diatur dalam PMK ini sudah diatur dalam UU PBB, PPh, PPN dan PPSP. Khusus UU PPh diatur dalam Pasal 4 (1) huruf a, Pasal 4 (2) huruf d serta pasal-pasal lainnya mensyaratkan penilaian. Konsep nilai pasar dalam UU PPh definisinya mengarahkan kepada nilai yang seharusnya. Artinya, memerhatikan kondisi yang optimal berapa harganya yang seharusnya terjadi terlepas adanya hubungan istimewa. Ketentuan ini termasuk dalam Pasal 16 D mengenai pengalihan aktiva yang harus memerhatikan nilai pengalihan,” jelas Majdi.

Dengan demikian, kegiatan administrasi perpajakan mulai dari pengawasan, pemeriksaan sampai penagihan membutuhkan penilaian. Ia menekankan, istilah dalam PMK Nomor 79 Tahun 2023 masih mengacu kepada UU bukan Standar Akuntansi Keuangan (SAK) dengan definisi secara umum.

“Penilaian dapat dilakukan secara kantor dan lapangan. Keperluan penilaian dalam UU Perpajakan memerhatikan pendekatan biaya, harga dan nilai. Pendekatan biaya dalam Pasal 11 dan Pasal 11A UU PPh serta Pasal 16C UU PPN. Pendekatan harga juga dalam Pasal 4 (2),  Pasal 10 (1), Pasal 10 (3), Pasal 18 (3a) UU PPh serta Pasal 1A (1), Pasal 2 (1) dan 16D UU PPN serta UU PPSP Pasal 2 (3). Pendekatan nilai dalam Pasal 6 (2) UU PBB, Pasal 4 (1), Pasal 10 (2), Pasal 10 (4),  Pasal 10 (5), Pasal 18 (3), Pasal 19 UU PPh. Pasal 14 (2) UU PPSP juga memerhatikan pendekatan pasar,” urai Majdi.

Ia memerinci, konstruksi PMK Nomor 79 Tahun 2023 secara umum terdiri dari 6 Bab dan 34 Pasal. Penilaian untuk ruang lingkup PBB dan di luar PBB. Khusus untuk Transfer Pricing metode penilaian masih memerhatikan PMK Nomor 22 Tahun 2022 dan PP Nomor 55 Tahun 2022 yang mengakui metode lain dalam penilaian.

Baca Juga  Bayar PBB Tepat Waktu di Sukabumi, Berpeluang Umrah Gratis

“Penilaian harus melihat sisi objek dan ketersediaan data untuk meminimalkan dispute dari sudut pandang yang sama. Jika tersedia data maka baru bisa dilakukan pendekatan tertentu dan metode tertentu. Penghentian penilaian seperti laporan sumir dalam pemeriksaan.

Pada kesempatan yang sama, Ketua Umum Dewan Pengurus Nasional (DPN) Masyarakat Profesi Penilai Indonesia (MAPPI) Muhammad Adil Muttaqin yang diwakili oleh Partner Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) Kusnanto and Partners Willy D. Kusnanto menggambarkan bidang jasa penilaian dibagi menjadi empat lisensi, terdiri dari penilai properti, penilai bisnis, penilai properti sederhana, penilai personal properti.

Menurut Adil, penilaian properti sederhana untuk perbankan menempati proporsi terbesar sampai dengan 80 persen. Studi kelayakan tidak dicover dalam PMK Nomor 79 Tahun 2023. Selain itu, PMK ini disusun sesuai Standar Penilaian Indonesia (SPI) edisi VII tahun 2018.

“SPI sebagai principal based tidak mengatur technical based. Penilaian berdasarkan Peraturan OJK (POJK) Nomor POJK Nomor 35 Tahun 2020, POJK Nomor 17 Tahun 2020, POJK Nomor 28 Tahun 2021 dan POJK Nomor 33 Tahun 2021m di pasar modal mengarah ke technical based. Atas adanya perbedaan interpretasi principal based di SPI dan technical based di peraturan OJK, maka sering diminta menjembatani perbedaan tersebut agar terjadi keselarasan dalam praktik. Maka, FGD  (Focus Group Discussion)  merupakan salah satu jembatan untuk menyelaraskan tafsir yang berbeda dengan dasar argumen yang jelas,” urainya.

Sementara, Managing Partner KJPP Benedictus Darmapuspita dan Rekan Benny Supriyanto menyampaikan, siapa saja yang memerlukan pengetahuan teknik penilaian properti, termasuk Kantor Pelayanan Pajak (KPP).

“Bukti kepemilikan di Indonesia yang kompleks banyak berbeda dengan Singapura yang sederhana hanya free hold dan lease hold. Selanjutnya di Indonesia tipe HGB (Hak Guna Bangunan) ada tiga macam, tanah negara, tanah hak pengelolaan, dan tanah hak milik. Jika PMK Nomor 79 Tahun 2023

ini dilaksanakan seharusnya juga memerhatikan aspek hukum kepemilikan. Bukti kepemilikan tunggal bisa hak milik, hak pakai, hak guna usaha, hak pengelolaan, hak milik rusun di atas HGB, hak milik atas satuan rusun di atas hak milik,” ujar Benny.

Dalam praktik penilaian, DJP bukti kepemilikan tunggal tersebut bisa terabaikan dan tidak terdeteksi dengan baik. Hal ini bisa jadi membuat perbedaan dengan DJP. Sebagai contoh, developer berani bayar denda tinggi sepanjang propertinya bernilainya tinggi.

“Konsep penilaian properti berkaitan dengan konsep penguasaan yuridis (bukti kepemilikan) sangat berpengaruh terhadap nilai properti. Berkaitan dengan metode berdasarkan teori ada pendekatan pasar, pendapatan dan biaya sifatnya mutually exclusive. Mengacu ke SPI kita boleh memilih satu metode asal yakin dan hal ini sesuai dengan DJP. Kalau di OJK dapat mengacu kepada dua metode  pendekatan dibandingkan dengan PMK yang terbit, NJOP tidak ada di SPI padahal NJOP dengan nilai pasar berbeda. Ada peraturan jual beli aset negara memerhatikan NJOP sehingga cara menilainya berbeda,” kata Benny.

Baca Juga  Daftar Barang Impor yang Dibebaskan Bea Masuk

Namun, menurut Partner PB Taxand Elviana Riyanto, PMK Nomor 79 Tahun 2023 belum memberikan contoh yang spesifik, terutama untuk harta tidak berwujud. Menurutnya, PMK Nomor 79 Tahun 2023 sangat teknis dan dapat menimbulkan kebingungan di lapangan.

“Pasal 2 Ayat 2 huruf d PP Nomor 34 Tahun 2016, transaksi hubungan istimewa dengan penilai indepen apakah masih relevan? Contoh kasus yang dihadapi tahun 2017 terdapat transaksi hubungan istimewa yang sudah menggunakan KJPP menggunakan pendekatan pendapatan berbeda dengan KPP tahun 2021 dengan pendekatan pasar. Data yang digunakan DJP hanya data penawaran, bukan transaksi yang terjadi dengan penyesuaian serta objek pembanding berbeda-beda datanya,” pungkas Elviana.

Sekilas mengulas, IAI adalah organisasi profesi akuntan yang menaungi seluruh akuntan di Indonesia yang tersebar di 34 provinsi. IAI merupakan anggota dan pendiri International Federation of Accountants (IFAC) dan ASEAN Federation of Accountants (AFA), serta associate member of Chartered Accountants Worldwide (CAW). Untuk menjaga integritas dan profesionalisme akuntan Indonesia, IAI menerbitkan Kode Etik Akuntan Indonesia. Sebagai standard setter, IAI menyusun dan menetapkan SAK yang berlaku di Indonesia.

Sementara, IAI KAPj resmi terbentuk dalam rapat anggota IAI yang berlangsung pada 13 Maret 2014. IAI KAPj ini diharapkan dapat menghasilkan akuntan pajak yang kompeten dan terpercaya, serta menjadi mediator antara dunia bisnis dan pemerintah sehubungan dengan masalah perpajakan maupun berperan aktif memberikan masukan kepada pemerintah dalam menyusun regulasi.

Baca juga: 

Catatan Atas Perlakuan PPh Terhadap Natura dan/atau Kenikmatan https://www.pajak.com/komunitas/opini-pajak/catatan-atas-perlakuan-pph-terhadap-natura-dan-atau-kenikmatan/

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *