in ,

Perlakuan Penyusutan Fiskal Atas Biaya Perbaikan Aset

Perlakuan Penyusutan Fiskal
FOTO: IST

Perlakuan Penyusutan Fiskal Atas Biaya Perbaikan Aset

Pajak.comJakarta – Aset berwujud adalah salah satu komponen penting dalam laporan keuangan perusahaan. Tentu, pelbagai aset berwujud yang dimiliki perusahaan memerlukan perbaikan untuk menjaga kinerja dan kualitasnya. Jika ditelisik dari sisi perpajakan, bagaimana perlakuan penyusutan fiskal atas biaya perbaikan aset berwujud ini? Lalu, apakah biaya perbaikan memengaruhi nilai dan masa manfaat aset berwujud? Pajak.com akan menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut dengan mengulas konsep dan contoh penghitungan penyusutan fiskal atas biaya perbaikan aset berwujud.

Konsep

Seperti diketahui, aset berwujud merupakan harta yang memiliki bentuk fisik, seperti tanah, bangunan, mesin, kendaraan, dan peralatan. Dalam suatu perusahaan, biaya perbaikan untuk aset-aset berwujud adalah pengeluaran yang umum dilakukan dalam kurun waktu rutin atau tertentu.

Adapun biaya perbaikan dapat ditambahkan pada nilai sisa buku fiskal harta berwujud tersebut, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 72 Tahun 2023 tentang Penyusutan Harta Berwujud Dan/Atau Amortisasi Harta Tak Berwujud (PMK 72/2023).

“Biaya perbaikan atas harta berwujud yang dimiliki dan digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun, dibebankan melalui penyusutan,” bunyi penggalan PMK 72/2023, dikutip Pajak.com, Kamis (10/8).

Penyusutan aset dapat diartikan sebagai pengurangan nilai aset berwujud yang dapat dikurangkan dari penghasilan kena pajak perusahaan. Hal ini bertujuan untuk mencerminkan penurunan nilai aset berwujud akibat penggunaan, usia, atau faktor lainnya.

Perlu diingat pula, pengeluaran tidak dikategorikan sebagai biaya perbaikan yang dikapitalisasi jika merupakan perawatan rutin  satu kali atau lebih dalam setiap tahun. Misalnya, saat kendaraan perusahaan diservis, ada suku cadang yang harus diganti tiap tahun. Dari informasi tersebut, maka biaya servis termasuk penggantian suku cadang  merupakan biaya perawatan rutin sehingga tidak dikapitalisasi pada kendaraan.

Baca Juga  Pelaporan SPT Tahunan Kalselteng Tumbuh Positif 15,68 Persen

Di sisi lain, pengeluaran yang dikapitalisasi merupakan pengeluaran setelah perolehan awal harta berwujud, yang memberi manfaat ekonomis di masa yang akan datang dalam bentuk kapasitas, mutu produksi, peningkatan standar kinerja atau yang dapat memperpanjang masa manfaat. Pengeluaran tersebut ditambahkan pada nilai sisa buku harta berwujud yang bersangkutan.

Misalnya, sebuah mobil harus dilakukan perbaikan karena turun mesin setiap empat tahun. Dalam perbaikan itu, terdapat penggantian komponen mesin. Biaya perbaikan termasuk penggantian komponen mesin tersebut dikapitalisasi pada mobil, sehingga pembebanannya melalui penyusutan mobil.

PMK 72/2023 juga mengatakan kalau penyusutan fiskal dihitung dengan menggunakan tarif penyusutan yang ditetapkan oleh pemerintah sesuai dengan jenis dan masa manfaat aset berwujud. Ada kemungkinan bahwa biaya perbaikan aset berwujud tidak menambah masa manfaat aset berwujud, tetapi hanya mempertahankan atau memulihkan kondisi aset berwujud.

Misalnya, biaya perbaikan atap bangunan, biaya perbaikan mesin yang rusak akibat kecelakaan, atau biaya perbaikan kendaraan yang mengalami kerusakan ringan. Jika demikian, maka penghitungan penyusutan atas hasil penjumlahan dilakukan sesuai sisa masa manfaat fiskal harta berwujud tersebut.

Lalu, bagaimana perlakuan penyusutan fiskal atas biaya perbaikan aset berwujud yang tidak menambah masa manfaat aset berwujud?

Pertama, penghitungan penyusutan atas hasil penjumlahan dilakukan sesuai sisa masa manfaat fiskal harta berwujud tersebut ditambah dengan tambahan masa manfaat akibat perbaikan. Kedua, penghitungan penyusutan atas hasil penjumlahan paling lama sesuai masa manfaat kelompok harta berwujud tersebut, kecuali untuk bangunan permanen bagi Wajib Pajak yang melakukan penyusutan dapat sesuai masa manfaat yang sebenarnya.

Baca Juga  Mekanisme Pemungutan PPN bagi Instansi Pemerintah

Terpenting, penyusutan dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran untuk perbaikan harta berwujud tersebut. Kecuali untuk harta berwujud yang masih dalam proses pengerjaan perbaikan, penyusutan dimulai pada bulan selesainya pengerjaan perbaikan harta berwujud tersebut.

Penghitungan

Untuk mempermudah pemahaman, mari kita ambil contoh sebuah perusahaan yang memiliki aset berwujud berupa mesin produksi. Mesin produksi tersebut dibeli pada tahun 2020 dengan harga Rp 1 miliar dan memiliki masa manfaat fiskal 10 tahun. Tarif penyusutan fiskal untuk mesin produksi adalah 12,5 persen per tahun.

Pada tahun 2023, mesin produksi tersebut mengalami kerusakan dan memerlukan biaya perbaikan sebesar Rp 200 juta. Biaya perbaikan tersebut dikategorikan sebagai biaya perbaikan luar biasa karena meningkatkan kapasitas dan mutu mesin produksi. Biaya perbaikan tersebut juga menambah masa manfaat mesin produksi menjadi 12 tahun.

Bagaimana perlakuan penyusutan fiskal atas biaya perbaikan mesin produksi tersebut?

1. Kita harus menghitung nilai sisa buku fiskal mesin produksi sebelum diperbaiki. Nilai sisa buku fiskal adalah nilai aset berwujud setelah dikurangi akumulasi penyusutan fiskal. Akumulasi penyusutan fiskal adalah jumlah penyusutan fiskal yang telah terjadi sejak aset berwujud dibeli.

Nilai sisa buku fiskal mesin produksi sebelum diperbaiki = harga perolehan – akumulasi penyusutan fiskal

Akumulasi penyusutan fiskal mesin produksi sebelum diperbaiki = tarif penyusutan x harga perolehan x jumlah tahun

Akumulasi penyusutan fiskal mesin produksi sebelum diperbaiki = 12,5% x Rp 1.000.000.000 x 3 = Rp 375.000.000

Nilai sisa buku fiskal mesin produksi sebelum diperbaiki = Rp 1.000.000.000 – Rp 375.000.000 = Rp 625.000.000

2. Kita harus menentukan nilai aset berwujud setelah diperbaiki dengan menambahkan biaya perbaikan yang dikapitalisasi ke dalam nilai sisa buku fiskal.

Baca Juga  Kanwil DJP Jatim III Gandeng Pajak.com, Gemakan Edukasi Pajak Melalui Tulisan

Nilai aset berwujud setelah diperbaiki = nilai sisa buku fiskal + biaya perbaikan yang dikapitalisasi

Nilai aset berwujud setelah diperbaiki = Rp 625.000.000 + Rp 200.000.000 = Rp 825.000.000

3. Kita harus menghitung penyusutan fiskal atas aset berwujud setelah diperbaiki dengan menggunakan nilai aset berwujud setelah diperbaiki dan sisa masa manfaat fiskal ditambah tambahan masa manfaat karena perbaikan.

Penyusutan fiskal atas aset berwujud setelah diperbaiki = nilai aset berwujud setelah diperbaiki/(sisa masa manfaat fiskal + tambahan masa manfaat)

Sisa masa manfaat fiskal mesin produksi setelah diperbaiki = masa manfaat fiskal – jumlah tahun = 10 – 3 = 7 tahun

Tambahan masa manfaat mesin produksi karena perbaikan = masa manfaat baru – masa manfaat lama = 12 – 10 = 2 tahun

Penyusutan fiskal atas aset berwujud setelah diperbaiki = Rp 825.000.000 / (7 + 2) = Rp 91.666.667

Dengan demikian, perlakuan penyusutan fiskal atas biaya perbaikan mesin produksi tersebut adalah sebagai berikut:

– Biaya perbaikan sebesar Rp 200.000.000 tidak dapat dikurangkan dari penghasilan kena pajak pada tahun terjadinya, tetapi harus dikapitalisasi ke dalam nilai aset berwujud.

– Nilai aset berwujud setelah diperbaiki menjadi Rp 825.000.000 dan masa manfaatnya menjadi 12 tahun.

– Penyusutan fiskal atas aset berwujud setelah diperbaiki menjadi Rp 91.666.667 per tahun selama 9 tahun ke depan.

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *