in ,

Pajak Perseroan Sebagai Cikal Bakal Pajak Penghasilan

Ordonansi Pajak Perseroan ini sebagian besar mengadopsi prinsip akuntansi modern—seperti prinsip taat asas, metode penyusutan, dan penilaian aktiva. Peraturan ini juga memperbaiki prinsip worldwide income, dengan memberi batasan jumlah hari untuk tetap disebut Wajib Pajak dalam negeri.

Pada ketentuan awal, PPs hanya dikenakan kepada perusahaan-perusahaan yang didirikan di Indonesia, tetapi pemerintah yang berkuasa pada waktu itu mulai mengenakan kepada perorangan maupun karyawan yang bekerja di perusahaan tersebut. Kebijakan yang mulai berlaku pada 1932 itu dikenal dengan Ordonansi Pajak Pendapatan. Ordonansi atau peraturan pemerintah ini mengatur pajak pendapatan bagi orang Indonesia maupun bukan penduduk Indonesia.

Kebijakan itu pun kemudian diubah pada tahun 1935 menjadi Ordonansi Pajak Upah. Kebijakan ini mengharuskan majikan atau pemilik perseroan memotong upah atau gaji pegawai dengan tujuan untuk membayar pajak atas gaji yang diterima. Masa Ordonansi PPs pun berakhir di tahun 1983 saat pemerintah Indonesia menggaungkan reformasi perpajakan untuk pertama kalinya.

Baca Juga  Mengenal Tobin Tax: Definisi, Tujuan, dan Tantangan Penerapannya

Namun, beberapa aturan dan tata cara pengenaan PPs tetap dipakai pada pajak yang baru. Perubahan yang masih sempat dipakai adalah pengenaan tarif progresif dari 20 persen menjadi 45 persen.

Setelah masa reformasi perpajakan yang melahirkan Undang-Undang Nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh), PPs kini telah menjelma menjadi PPh yang dikenakan kepada orang pribadi, perusahaan atau badan hukum lainnya atas penghasilan yang didapatkan.

Ditulis oleh

Baca Juga  3 Kanwil DJP Jatim Temui Pangdam V/Brawijaya, Bahas Implementasi “Core Tax”

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *