Opsen PKB-BBNKB: Definisi, Tujuan, Hingga Tarif
Pajak.com, Jakarta – Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (UU HKPD), pemerintah daerah memiliki kewenangan untuk menambahkan pungutan tambahan atas Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) atau yang disebut sebagai opsen. Lalu, apa definisi, tujuan, syarat, dan tarif atas opsen PKB-BBNKB? Berikut Pajak.com uraikan secara lengkap untuk Anda.
Opsen diartikan sebagai pungutan tambahan yang dikenakan oleh pemerintah daerah atas pajak tertentu yang ditetapkan oleh pemerintah pusat. Opsen merupakan salah satu bentuk kewenangan fiskal daerah yang telah diatur dalam UU HKPD.
Berdasarkan UU HKPD, opsen diberlakukan untuk memperluas basis pajak daerah dan mengganti skema bagi hasil yang sebelumnya berlaku. Perlu diingat, opsen hanya dapat dikenakan jika tarif pajak pusat lebih rendah dari tarif maksimal yang ditentukan oleh UU HKPD, dan tidak boleh melebihi 50 persen dari tarif pajak pusat.
Bukan itu saja, opsen juga harus mendapatkan persetujuan dari DPRD setempat, menteri keuangan, dan dibagi hasilkan antara pemerintah provinsi dan kabupaten atau kota.
Di sisi lain, opsen memiliki kesamaan dengan konsep piggyback tax, yaitu pajak yang didesain sebagai persentase dari pajak lain yang dibayarkan. Piggyback tax biasanya diterapkan oleh negara bagian atau pemerintah lokal yang mengikuti perhitungan dan pengurangan pajak federal. Pendapatan yang diperoleh dari piggyback tax juga sangat bergantung pada ketentuan hukum pajak federal yang berlaku untuk tahun pajak tertentu.
Skema opsen atau piggyback tax memiliki tiga karakteristik. Pertama, pemerintah daerah memiliki wewenang untuk menentukan besaran tarif opsen, tetapi tidak melebihi batas maksimal yang ditetapkan oleh pemerintah pusat.
Kedua, pemerintah daerah tidak memiliki kewenangan untuk menentukan basis pajak opsen, melainkan mengikuti basis pajak yang diopsenkan. Ketiga, administrasi pemungutan opsen tetap dilakukan oleh pemerintah pusat, sehingga tidak ada biaya administrasi tambahan bagi pemerintah daerah maupun Wajib Pajak.
Skema ini juga dapat disebut sebagai overlapping tax, yaitu pajak dengan basis pajak yang sama (atau hampir sama) untuk berbagai tingkat pemerintahan, tetapi dengan hak masing-masing tingkat pemerintahan untuk menetapkan tarif pajaknya sendiri pada basis pajak tersebut.
Opsen PKB dan BBNKB merupakan salah satu upaya pemerintah daerah untuk meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) dan mengurangi ketergantungan terhadap dana perimbangan dari pemerintah pusat. Dengan opsen, pemerintah daerah dapat menyesuaikan tarif pajak sesuai dengan kondisi sosial, ekonomi, dan lingkungan daerah masing-masing.
Peraturan opsen bertujuan untuk percepatan penerimaan bagi PKB dan BBNKB bagi kabupaten/kota dan sinergi pemungutan pajak antara provinsi dan kabupaten/kota dan tidak menambah beban Wajib Pajak.
Di samping itu, opsen PKB dan BBNKB juga diyakini dapat mengurangi sisa lebih perhitungan anggaran (SiLPA) pada APBD provinsi. Pasalnya, penyebab tingginya SilPA di provinsi selama ini sering dikarenakan keterlambatan pendistribusian dana bagi hasil (DBH). Dengan opsen, penerimaan PKB dan BBNKB langsung terbagi antara provinsi dan kabupaten/kota tanpa perlu ada lagi bagi hasil dari provinsi ke kabupaten/kota.
Tarif
Berdasarkan UU HKPD, tarif PKB dan BBNKB diturunkan dan menjadi lebih rendah jika dibandingkan tarif yang termuat pada UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD). Jika dirinci, tarif PKB untuk kepemilikan kendaraan bermotor pertama ditetapkan maksimal sebesar 1,2 persen dari sebelumnya sebesar 2 persen.
Kemudian PKB untuk kepemilikan kendaraan bermotor kedua dan seterusnya juga diturunkan dari yang awalnya paling tinggi 10 persen menjadi maksimal 6 persen. Sementara tarif BBNKB ditetapkan sebesar 12 persen atau lebih rendah dari UU PDRD sebesar 20 persen.
Setelah ketentuan penurunan tarif ini, pemerintah daerah dapat mengenakan opsen atau tambahan yang ditetapkan sebesar 66 persen dari pajak yang terutang. Pengaturan mengenai opsen PKB dan BBNKB diatur dalam Pasal 83 UU HKPD.
Dalam beleid tersebut, disebutkan bahwa opsen PKB dikenakan oleh kabupaten/kota atas pokok PKB. Sementara opsen BBNKB dikenakan oleh kabupaten/kota atas pokok BBNKB.
Meski ada pungutan tambahan, beban Wajib Pajak dipastikan tidak bertambah. Ilustrasi penghitungannya adalah sebagai berikut:
Total tarif pajak terutang (maksimal) = tarif PKB + tarif opsen PKB
= 1,2% + (66% x 1,2%)
= 1,2% + 0,792%
= 1,992%
Dengan demikian, tarif opsen PKB masih lebih rendah dari tarif di UU PDRD, yakni 2 persen.
Comments