in ,

Menyelami “Windfall Tax” di tengah Ledakan Komoditas

Menyelami Windfall Tax
FOTO: IST

Pajak.com, Jakarta – Indonesia dan banyak negara di dunia saat ini tengah mengalami ledakan komoditas atau commodity boom, sebagai dampak perang Rusia-Ukraina dan disrupsi supply chain. Ledakan komoditas yang mulai terasa sejak pertengahan 2020 lalu ini bisa dibilang era kejayaan bagi sejumlah produsen di sektor komoditas seperti batu bara, minyak sawit, emas, dan logam.

Berbagai komoditas itu pun sudah dipastikan mengalami kenaikan harga yang signifikan. Negara-negara eksportir komoditas terbesar di dunia pun ikut menikmati berkah kenaikan harga komoditas itu, untuk mendorong pemulihan perekonomian di tengah menghadapi isu-isu global yang masih mengancam. Pemerintah di banyak negara seperti Inggris, India, Italia, dan Spanyol tentu tak mau melewatkan fenomena commodity boom dengan mengenakan Windfall Tax pada perusahaan energi untuk menambah pundi-pundi penerimaan negara.

Baca Juga  BATS Consulting - IAMARSI Gandeng DJP, Beri Strategi Kepatuhan Pajak dan Kestabilan Keuangan Rumah Sakit 

Sebetulnya, apa yang dimaksud Windfall Tax? Jenis pungutan yang sering disebut pajak rezeki nomplok ini adalah tambahan pajak yang dikenakan oleh pemerintah terhadap industri tertentu, ketika kondisi ekonomi memungkinkan industri tersebut mengalami keuntungan di atas rata-rata.

Windfall Tax terutama dikenakan pada perusahaan di industri yang paling diuntungkan dari rezeki nomplok di siklus ekonomi ini—seringnya terjadi di bisnis berbasis komoditas. Seperti semua inisiatif pajak yang dilembagakan oleh pemerintah, selalu ada kesenjangan antara mereka yang mendukung dan mereka yang menentang pajak.

Manfaat dari Windfall Tax termasuk hasil yang langsung digunakan oleh pemerintah untuk meningkatkan pendanaan di program sosial. Namun, mereka yang menentang pajak ini mengklaim bahwa mereka mengurangi inisiatif perusahaan untuk mencari keuntungan.

Baca Juga  Sektor Pedagangan Tumbuh 43,95 Persen, Penerimaan Pajak Kanwil DJP Jaksel II Tembus Rp 42,34 T

Mereka juga percaya bahwa keuntungan harus diinvestasikan kembali oleh perusahaan, untuk mempromosikan inovasi yang pada gilirannya akan menguntungkan masyarakat secara keseluruhan. Di sisi lain, laba nomplok yang dikenakan pajak ini dapat mendorong entitas pajak untuk menurunkan harga mereka untuk kepentingan konsumen. Namun, bisa jadi memiliki efek mengurangi investasi karena keuntungan setelah pajak mungkin tidak sebanding dengan usaha.

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *