in ,

Pemblokiran Rekening dalam Penagihan Pajak

Pemblokiran Rekening dalam Penagihan Pajak
FOTO: IST

Pajak.com, Jakarta – Belakangan ini media sempat diramaikan dengan pemberitaan pemblokiran rekening Wajib Pajak oleh perbankan atas permintaan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sebagai bagian dari penegakan hukum dan penagihan pajak. Beberapa diantaranya, Kantor Wilayah (Kanwil) DJP Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Gorontalo dan Maluku Utara memblokir rekening 75 Wajib Pajak, kemudian Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Tanjung Pinang mendatangi Bank Riau untuk memblokir rekening Wajib Pajak. Lantas, apakah DJP/Kanwil/KPP bisa memblokir rekening bank Wajib Pajak? Mengapa pemblokiran harus dilakukan dan bagaimana mekanismenya? Pajak.com merangkumnya dari aturan yang berlaku.

Apa itu tindakan pemblokiran rekening Wajib Pajak?

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 189/PMK.03/2020, pemblokiran adalah tindakan pengamanan barang milik penanggung pajak (Wajib Pajak) yang dikelola oleh lembaga jasa keuangan (LJK), LJK lainnya, dan/atau entitas lain, yang meliputi rekening bagi bank, subrekening efek bagi perusahaan efek dan bank kustodian, polis asuransi bagi perusahaan asuransi, dan/atau aset keuangan lain. Hal itu bertujuan agar terhadap barang dimaksud tidak terdapat perubahan apapun, selain penambahan jumlah atau nilai. 

Mengapa rekening Wajib Pajak bisa diblokir?

Sesuai dengan ketentuan Pasal 14 Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cata Perpajakan (KUP), DJP dapat menerbitkan Surat Tagihan Pajak (STP). selain itu, DJP memiliki wewenang untuk menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) sesuai Pasal 13 ayat (1) UU KUP.

Baca Juga  Love Bali: Aplikasi Pengumpul Pajak demi Pariwisata Berkelanjutan

DJP pun berwenang menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), Surat Keputusan Pembetulan (SKP), Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali. Secara sederhana, beragam surat itu berisi jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah. Jika Wajib Pajak belum juga membayar utang pajak sampai dengan waktu yang telah ditentukan DJP/unit vertikal, maka akan dilakukan penagihan pajak.

Penagihan pajak merupakan tindakan yang dilakukan agar Wajib Pajak atau penanggung pajak dapat melunasi utang pajak serta biaya penagihan. Bila tidak kunjung dibayar, maka tahap awal DJP/ unit vertikal akan melakukan pemblokiran sebelum penyitaan harta.

Dengan demikian, juru sita pajak perlu melaksanakan pemblokiran terlebih dahulu, apabila penyitaan dilakukan terhadap harta kekayaan penanggung pajak yang disimpan pada LJK sektor perbankan, LJK sektor perasuransian, LJK lainnya, dan/atau entitas lain.

Bagaimana mekanisme pemblokiran rekening?

  1. Untuk melaksanakan pemblokiran, DJP/unit vertikal harus menyampaikan permintaan pemblokiran. Permintaan pemblokiran itu disampaikan kepada di antara dua pihak, tergantung apakah nomor rekening keuangan penanggung pajak diketahui atau tidak.
  2. Apabila nomor rekening keuangan penanggung pajak belum diketahui, maka permintaan pemblokiran disampaikan kepada LJK, LJK lainnya, dan/atau entitas lain yang bertanggung jawab melakukan pemblokiran dan/atau pemberian informasi.
  3. Bagi penanggung pajak yang telah diketahui nomor rekening keuangannya maka permintaan pemblokiran dapat disampaikan kepada unit vertikal LJK, LJK lainnya, dan/atau entitas lain yang mengelola rekening keuangan penanggung pajak yang bersangkutan.
  4. Permintaan pemblokiran harus dilampiri dengan salinan surat paksa atau daftar surat paksa dan salinan surat perintah melaksanakan penyitaan. Pejabat melakukan permintaan pemblokiran harus sebesar dengan utang pajak dan biaya penagihan pajak.
  5. Merujuk pada Pasal 28 Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 189 Tahun 2020, permintaan pemblokiran dilakukan secara tertulis. Kemudian, permintaan pemblokiran diajukan sekaligus dengan permintaan pemberitahuan secara tertulis atas seluruh nomor rekening keuangan penanggung pajak dan saldo harta kekayaannya.
  6. Berdasarkan permintaan itu, pihak LJK, LJK lainnya, dan/atau entitas lain wajib melakukan pemblokiran sebesar jumlah utang pajak dan biaya penagihan pajak terhadap penanggung pajak yang identitasnya tercantum dalam permintaan pemblokiran.
  7. Pemblokiran dilakukan secara seketika setelah permintaan pemblokiran diterima. Sementara itu, pemberitahuan seluruh nomor rekening keuangan dan saldo harta kekayaan penanggung pajak dilakukan paling lama 1 bulan terhitung sejak tanggal diterimanya permintaan pemberitahuan.
  8. Pemblokiran dapat dicabut dengan beberapa alasan. Utamanya, apabila penanggung pajak melunasi utang dan biaya penagihan pajak yang menjadi dasar dilakukan pemblokiran. Penanggung pajak dapat membayar utang dan biaya penagihan pajak dengan menggunakan harta kekayaan yang telah diblokir. Hal ini dapat dilakukan dengan mengajukan permohonan kepada pejabat.
  9. Pejabat dalam konteks ini adalah yang berwenang mengangkat dan memberhentikan juru sita pajak, menerbitkan surat perintah penagihan seketika dan sekaligus, surat paksa, surat perintah melaksanakan penyitaan, surat pencabutan sita, pengumuman lelang, surat penentuan harga limit, pembatalan lelang, surat perintah penyanderaan, dan surat lain yang diperlukan untuk penagihan pajak sehubungan dengan penanggung pajak tidak melunasi sebagian atau seluruh utang pajak menurut undang-undang.
  10. Apabila setelah saldo harta kekayaan penanggung pajak yang tersimpan pada LJK, LJK lainnya, dan/atau entitas lain diketahui dan penanggung pajak tidak melunasi utang serta biaya penagihan pajak, maka juru sita pajak melaksanakan penyitaan harta.
Baca Juga  Kurs Pajak 20 - 26 Maret 2024

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *