Memahami Definisi, Tarif, dan Perhitungan Pajak Royalti
Pajak.com, Jakarta – Penting bagi Anda yang memiliki banyak karya, seperti lagu, buku, desain atau model, karya ilmiah, dan lainnya, memahami pengenaan pajak royalti. Pasalnya, musisi/penulis/seniman akan memiliki pendapatan berbentuk royalti. Maka, kali ini Pajak.com akan mengajak Anda memahami secara lengkap pengenaan pajak royalti, mulai dari definisi, tarif, hingga contoh perhitungannya.
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), royalti adalah uang jasa yang dibayarkan oleh orang atas barang yang diproduksi kepada pihak yang memiliki hak paten atas barang tersebut. Kemudian, berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, royalti adalah imbalan atas pemanfaatan hak ekonomi suatu ciptaan atau produk hal terkait yang diterima oleh pencipta atau pemilik hak terkait.
Sementara, berdasarkan UU Nomor 36 Tahun 2008 tentang PPh, royalti didefinisikan sebagai suatu jumlah yang dibayar atau terutang yang dilakukan secara berkala maupun tidak untuk dijadikan sebagai imbalan atas beberapa hal, yaitu bidang yang mencakup kesenian, kesusastraan, karya ilmiah, paten, desain, model rencana, dan merek dagang; pemberian dan penggunaan atas informasi di bidang ilmiah atau komersial, gambar atau rekaman suara yang disalurkan melalui satelit; pemberian bantuan yang sehubungan dengan rekaman; serta penggunaan suatu radio komunikasi.
Dari beberapa definisi mengenai royalti itu, sepertinya dapat disimpulkan bahwa royalti adalah uang yang diterima oleh seseorang atas karya intelektualnya.
Royalti dikategorikan ke dalam jenis penghasilan yang menjadi objek pajak. Sehingga, pajak royalti adalah pungutan wajib yang dikenakan dari penghasilan atas royalti yang diterima oleh WP orang pribadi atau WP badan.
Mengacu pada UU PPh, pajak atas royalti yang diterima termasuk ke dalam elemen PPh Pasal 23. Kemudian, berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 141 Tahun 2015, tarif PPh Pasal 23 adalah sebesar 15 persen dari penghasilan bruto, serta bersifat tidak final. Tarif ini dikenakan atas nilai Dasar Pengenaan Pajak (DPP) atau jumlah bruto dari penghasilan yang diterima.
Pengenaan tarif PPh Pasal 23 sebesar 15 persen berlaku jika Wajib Pajak sudah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Adapun pemotongan pajak jenis ini dikecualikan untuk pihak bank sebagai subjek dalam negeri.
Bila penerima royalti tidak memiliki NPWP, maka tarif PPh Pasal 23 dinaikkan menjadi 30 persen atau 100 persen dari tarif yang sudah ditetapkan dalam ketentuan PPh Pasal 23.
Berdasarkan Pasal 26 ayat 1 UU PPh, atas penghasilan berupa royalti yang diterima oleh subjek pajak luar negeri dari WP dalam negeri akan dikenakan PPh 26 sebesar 20 persen dari jumlah bruto, atau disesuaikan dengan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B).
Dalam aturan itu, subjek pajak luar negeri tidak memiliki kewajiban melakukan pelaporan pada Surat Pemberitahuan (SPT) tahunan di Indonesia. Di sisi lain, WP dalam negeri yang membayarkan royalti itu memiliki kewajiban memotong, menyetorkan, dan melaporkan SPT Masa PPh Pasal 26. Sebagai catatan, pajak royalti terutang tertera pada saat penandatangan kontrak atau faktur atas royalti.
Sebagai contoh, Asmaragama adalah seorang penulis yang memiliki kekayaan intelektual berupa buku berjudul Cara Mudah Memahami Pajak. Asmaragama merupakan Warga Negara Indonesia (WNI) dan sudah memiliki NPWP. Pada Agustus 2022, ia memperoleh royalti dari penerbit Bahagia Berkarya sebesar Rp 50 juta. Maka, pajak yang dikenakan kepada Asmaragama adalah sebagai berikut:
PPh Pasal 23 atas royalti: 15 persen × Rp 50 juta = Rp 7,5 juta.
Jadi, pajak yang harus dibayarkan adalah sebesar Rp 7,5 juta.
Comments