Kontributor Terbesar Penerimaan Pajak Tahun 2022
Pajak.com, Jakarta – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat, penerimaan pajak hingga akhir Desember 2022 tercatat sebesar Rp 1.716,8 triliun atau mencapai 115,6 persen dari target Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2022 senilai Rp 1.485 triliun. Setidaknya, ada tujuh sektor kontributor terbesar terhadap penerimaan pajak tahun 2022.
“Penerimaan pajak kita growth-nya adalah 34,3 persen dibandingkan dengan penerimaan pajak kita tahun 2021, yang itu pun sudah tumbuh 19,3 persen. Tahun ini semoga tumbuh lebih tinggi lagi. Ini bukan cerita sekadar komoditas boom, ini adalah cerita mengenai pemulihan ekonomi yang cukup merata di semua daerah dan sektor,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam Konferensi Pers APBN KiTa (Kinerja dan Fakta), yang dilakukan secara virtual, (3/1).
Ia menyebutkan, sektor penyumbang terbesar penerimaan pajak sepanjang tahun 2022, yaitu pertama, manufaktur atau pengolahan. Sektor ini memiliki kinerja dengan kontribusi terbesar terhadap penerimaan pajak sepanjang tahun lalu, yakni 28,7 persen. Kinerja sektor manufaktur ini tumbuh 24,6 persen dibandingkan tahun 2021 sebesar 18,2 persen.
Kedua, sektor perdagangan, dengan kontribusi sebesar 23,8 persen terhadap penerimaan pajak sepanjang tahun 2022. Sektor ini tumbuh 37,3 persen atau lebih tinggi dari pertumbuhan di tahun 2021 yang sebesar 31,8 persen.
“Kita melihat dua-duanya (sektor manufaktur dan perdagangan) tumbuhnya juga sangat kuat. Lebih kuat dari tahun sebelumnya. Sektor perdagangan tumbuh positif sejalan dengan pemulihan ekonomi dan peningkatan harga komoditas,” jelas Sri Mulyani.
Ketiga, sektor jasa keuangan dan asuransi, yang memberi sumbangan pada penerimaan pajak sebesar 10,6 persen. Sektor ini mengalami pertumbuhan mencapai 7,1 persen dibandingkan tahun 2021.
Keempat, sektor pertambangan dengan kontribusi 8,3 persen, namun pertumbuhannya mencapai 113,6 persen atau jauh lebih tinggi dari tahun 2021 yang sebesar 60,5 persen.
“Pertumbuhan ini didorong oleh meningkatnya permintaan global dan juga meningkatnya harga komoditas tambang,” ujar Sri Mulyani.
Kelima, sektor konstruksi dan real estat dengan kontribusi terhadap penerimaan pajak sebesar 4,1 persen. Kendati demikian, sektor ini mengalami kontraksi 13,5 persen lantaran penerapan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 58 dan PMK 59 Tahun 2022 yang mengubah model pemungutan Pajak Pertambangan Nilai (PPN) atas transaksi dengan pemerintah.
“Kalau tanpa perubahan PMK, sektor konstruksi sebetulnya tumbuh penerimaannya di 6,19 persen,” kata Sri Mulyani.
Keenam, sektor transportasi dan pergudangan dengan kontribusi sebesar 3,9 persen terhadap penerimaan pajak dan tumbuh 10,4 persen dibandingkan tahun 2021.
“Sektor transportasi dan pergudangan tumbuh sejalan dengan meningkatnya mobilitas masyarakat,” ujar Sri Mulyani.
Ketujuh, sektor informasi dan komunikasi yang berkontribusi sebesar 3,6 persen terhadap penerimaan pajak dan tumbuh 14,6 persen dibandingkan tahun 2021.
“Semua sektor ini menggambarkan pemulihan kita yang sudah cukup baik. Kita semua tahu untuk menjaga ekonomi kita membutuhkan pajak. Pajak itu untuk ekonomi lagi, pajak itu untuk masyarakat lagi. Untuk itu, kami akan memperkuat reform, ” tambah Sri Mulyani.
Adapun salah satu pilar Reformasi Perpajakan Jilid III yang tengah dilakukan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) adalah implementasi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, diantaranya pelaksanaan Program Pengungkapan Sukarela (PPS), penyesuaian tarif PPN menjadi 11 persen, serta pengenaan pajak fintech dan kripto.
“Kita lihat, misalnya PPS. Telah menyumbangkan (penerimaan pajak) sebesar Rp 61 triliun. Jadi kalau masyarakat mengatakan, kita akan melakukan intensifikasi untuk keadilan, itu kita lakukan melalui reformasi perpajakan. Yang kuat punya pendapatan, mereka membayar pajak. Sementara yang lemah, membayarnya lebih sedikit atau tidak membayar pajak. Itulah keadilan sosial,” tambah Sri Mulyani.
Comments