in ,

Ketentuan PPh Final Jasa Konstruksi Berdasarkan UU HPP

Ketentuan PPh Final Jasa Konstruksi
FOTO: IST

Ketentuan PPh Final Jasa Konstruksi Berdasarkan UU HPP

Pajak.com, Jakarta – Wajib Pajak yang memiliki penghasilan dari jasa konstruksi akan dikenakan objek Pajak Penghasilan (PPh) final. Namun, skema PPh final atas usaha jasa konstruksi mempunyai tarif yang berbeda-beda, tergantung pada jenis jasa dan status kepemilikan Sertifikat Badan Usaha (SBU). Ketentuan PPh final jasa konstruksi berdasarkan UU HPP.

Seperti apa perbedaannya? Pajak.com akan mengulasnya berdasarkan ketentuan yang berlaku saat ini, yaitu Undang-Undang Nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 9 Tahun 2022.

Apa itu jasa konstruksi?

Berdasarkan Pasal 1 Ayat (2) PP Nomor 9 Tahun 2022, jasa konstruksi merupakan layanan jasa konsultansi konstruksi dan/atau pekerjaan konstruksi. Adapun usaha jasa konstruksi dapat dilakukan melalui layanan konsultansi konstruksi, pekerjaan konstruksi, dan pekerjaan konstruksi terintegrasi.

Secara lebih rinci dijelaskan sebagai berikut:

Pertama, layanan jasa konsultansi konstruksi yang dimaksud, meliputi layanan keseluruhan atau sebagian kegiatan yang meliputi pengkajian, perencanaan, perancangan, pengawasan, dan manajemen penyelenggaraan konstruksi suatu bangunan.

Kedua, layanan jasa pekerjaan, mencakup kegiatan yang meliputi pembangunan, pengoperasian, pemeliharaan, pembongkaran, dan pembangunan kembali suatu bangunan.

Baca Juga  Klarifikasi Kemenkeu Soal Aturan Barang Bawaan ke Luar Negeri

Ketiga, layanan jasa pekerjaan konstruksi terintegrasi, meliputi gabungan pekerjaan konstruksi dan jasa konsultansi konstruksi. Hal itu termasuk di dalamnya terkait penggabungan fungsi layanan dalam model penggabungan perencanaan, pengadaan, dan pembangunan serta model penggabungan perencanaan dan pembangunan.

Berapa tarif PPh final jasa konstruksi?

Atas ketiga layanan jasa konstruksi, tarif PPh final yang dikenakan berbeda-beda. Penentuan tarif didasarkan atas kriteria penyedia jasa, dan kepemilikan SBU, yaitu:

1. Jasa konsultansi konstruksi, pengenaan tarif PPh final dibedakan menjadi dua kriteria penyedia jasa, antara lain:

– Tarif PPh final 3,5 persen untuk penyedia jasa yang memiliki SBU atau sertifikat kompetensi kerja untuk usaha orang perorangan.
– Tarif PPh final 6 persen untuk penyedia jasa yang tidak memiliki SBU atau sertifikat kompetensi kerja untuk usaha orang perorangan.

2. Layanan pekerjaan konstruksi, besaran tarif PPh final yang dikenakan dibagi menjadi tiga, yakni:

– Tarif PPh final 1,75 persen untuk penyedia jasa yang memiliki SBU kualifikasi kecil atau sertifikat kompetensi kerja untuk usaha orang perorangan.
– Tarif PPh final 4 persen untuk penyedia jasa yang tidak memiliki SBU kualifikasi kecil atau sertifikat kompetensi kerja untuk usaha orang perorangan.
– Tarif PPh final 2,65 persen untuk penyedia jasa selain yang telah disebutkan.

Baca Juga  Kanwil DJP Jatim II Hentikan Penyidikan Pidana Pajak PT SMS
3. Layanan pekerjaan konstruksi terintegrasi, tarif PPh final yang dikenakan dibagi menjadi dua, yaitu:

– Untuk penyedia jasa yang memiliki SBU dikenakan tarif PPh final sebesar 2,65 persen.
– Penyedia jasa yang tidak memiliki SBU dikenakan tarif lebih tinggi, yakni 4 persen.

PPh final atas usaha jasa konstruksi dihitung dengan mengalikan tarif dan dasar pengenaan pajak (DPP). Berdasarkan Pasal 5 Ayat (2) PP Nomor 9 Tahun 2022, besaran DPP atas penghasilan dari usaha jasa konstruksi adalah senilai jumlah pembayaran atau penerimaan pembayaran. Adapun jumlah pembayaran atau penerimaan pembayaran itu merupakan bagian dari nilai kontrak jasa konstruksi.

Bagaimana pemotongan PPh final jasa konstruksi?

Pemotongan PPh final atas jasa konstruksi termaktub dalam Pasal 5 Ayat (1) dan Pasal 6 PP Nomor 51 Tahun 2008.

Dalam aturan itu, ada beberapa kondisi yang diperhitungkan untuk menentukan pihak yang melakukan pemotongan atau penyetoran PPh final.
Baca Juga  Airlangga Tawarkan Peluang KEK ke Investor Singapura

– PPh final dipotong oleh pengguna jasa yang merupakan pemotong pajak pada saat pembayaran.
– Jika pengguna jasa bukan merupakan pemotong pajak, maka PPh final disetor sendiri oleh penyedia jasa.
– Bila timbul selisih kurang bayar akibat jumlah PPh final berdasarkan pada nilai kontrak jasa konstruksi lebih tinggi daripada pajak yang telah dibayarkan, selisih PPh final disetor sendiri oleh penyedia jasa.

Nilai kontrak jasa konstruksi tidak dibayar sepenuhnya oleh pengguna jasa. Pada kondisi ini PPh final atas nilai yang tidak dibayarkan tersebut tidak perlu disetorkan atau dipotong sepanjang penyedia jasa mencatatkannya sebagai piutang yang tidak dapat ditagih.

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *