“Langkah-langkah dalam undang-undang baru juga tidak mungkin untuk sepenuhnya menutup kesenjangan antara rasio pajak terhadap PDB Indonesia dengan negara-negara berkembang lainnya atau rekan-rekan di ASEAN (Association of Southeast Asian Nations),” tambah IMF.
Di sisi lain, IMF menganalisis, beberapa aturan dalam UU HPP cenderung memiliki efek merugikan, salah satunya Program Pengungkapan Sukarela (PPS).
“Program Pengungkapan Sukarela memang bisa menghasilkan tambahan penerimaan dalam jangka pendek, tetapi dalam praktiknya amnesti pajak tersebut seringkali mengurangi kepatuhan sukarela. Karena hal itu menciptakan ekspektasi amnesti di masa depan, yang mengakibatkan kerugian jangka panjang yang lebih besar daripada keuntungan jangka pendek,” kata IMF.
Sebelumnya, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) pada Oktober 2022 lalu telah merilis hasil analisis, bahwa UU HPP akan meningkatkan penerimaan perpajakan tahun 2022 hingga Rp 139,3 triliun. UU HPP juga diprediksi akan memberikan dampak terhadap penerimaan perpajakan secara berkelanjutan.
Kenaikan bukan hanya dari sisi nominal, tetapi juga rasio pajak terhadap PDB. Rasio pajak terhadap PDB pada 2022 diproyeksi naik dari target 8,44 persen menjadi 9,22 persen; lalu menjadi 9,29 persen pada tahun 2023; meningkat 9,53 persen pada tahun 2024; dan menjadi 10,12 persen pada 2025.
Comments