in ,

“Family Office” Diklaim Dapat Memitigasi Risiko HWI

Family Office
FOTO : TAXPRIME

“Family Office” Diklaim Dapat Memitigasi Risiko HWI

Pajak.comJakarta – TaxPrime mencatat, sebanyak 95 persen bisnis di Indonesia merupakan milik pribadi atau keluarga, serta hanya sekitar 13 persen dari bisnis keluarga bertahan sampai generasi ketiga. Dari fakta tersebut, Business and Legal Advisor of TheTitan Asia Suharno mengungkapkan terdapat tiga hal yang mesti diperhatikan oleh perusahaan keluarga yakni keluarga, aset, dan bisnis—termasuk aspek perpajakan. Jika ketiga pilar tersebut tidak dikelola dengan baik, keberlangsungan perusahaan sulit untuk bertahan lama—apalagi untuk diteruskan kepada ahli waris atau generasi berikutnya. Untuk itu, keberadaan family office diklaim mampu memitigasi risiko-risiko yang dapat timbul dalam mengelola perusahaan keluarga yang umumnya dimiliki high wealth individual (HWI).

Menurut Suharno, dengan pengelolaan perusahaan yang baik dengan family office, perusahaan dapat terus tumbuh berkembang secara harmonis.

“Ini perlu dikelola dengan baik melalui family office karena dapat memberikan service secara holistik, di mana family di-manage dari tata kelola yang baik. Jadi ada family governance-nya, asset governance, serta business governance,” kata Suharno dalam acara Indonesia Tax Outlook 2023: Navigating Tax Opportunities and Risks yang dilaksanakan secara daring, Kamis (2/2).

Di kesempatan yang sama, Senior Advisor of TheTitan Asia Muhamad Fajar Putranto mengemukakan, konsep family office juga diyakini dapat mengakomodasi kebutuhan Wajib Pajak—khususnya HWI—terhadap transformasi struktural penempatan dana dari luar negeri ke dalam negeri.

Pasalnya, tidak menutup kemungkinan HWI yang merupakan pemilik perusahaan keluarga memikirkan aggressive tax planning demi keberlangsungan aset keluarga dan perusahaan. Padahal, Fajar memandang lanskap perpajakan Indonesia saat ini melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Ciptaker) telah menciptakan peluang yang bagus agar HWI menempatkan dananya di dalam negeri.

Baca Juga  Kanwil DJP Jakut Catatkan Penerimaan Rp 4,32 T per 31 Januari 2024

“Untuk itu, TaxPrime ekspansi pelayanannya untuk memberikan advice kepada para HWI tentang structure apa yang ramah pajak, lalu saat perusahaan diteruskan ke anak-cucu akan lebih mudah,” ucap Fajar pada webinar yang didukung oleh Majalah pajak dan Pajak.com ini.

Fajar menjelaskan, dengan berbagai kebijakan yang diterapkan pemerintah serta perbaikan yang dilakukan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) saat ini, maka sudah seyogianya HWI lebih memilih menempatkan dananya di dalam negeri.

Berbagai kebijakan tersebut meliputi Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) yang telah dilaksanakan secara bertahap, diperkuat dengan program pertukaran data informasi secara otomatis atau automatic exchange of information (AEoI) yang diikuti oleh 108 yurisdiksi dan 87 yurisdiksi, serta penyelesaian Pembaruan Sistem Inti Administrasi Perpajakan (PSIAP) atau Core Tax Administration System (CTAS).

Di sisi lain, terdapat berbagai kemudahan berusaha sebagaimana tercantum dalam Pasal 4 Ayat 3 UU Ciptaker, khususnya dalam yang menyebutkan bahwa penghasilan berupa dividen bukan merupakan objek pajak.

Managing Director TaxPrime ini menilai, penempatan dana di dalam negeri kini bisa menjadi pilihan yang sehat untuk HWI dari sisi perpajakan. Selain fundamental kebijakan pemajakan dividen yang telah berubah, HWI tak perlu lagi memikirkan tax structure yang dapat menghasilkan risiko perpajakan ke depannya.

Baca Juga  Pemprov Banten Beri Insentif Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor

Berbagai risiko tersebut meliputi semakin ketatnya proses verifikasi informasi keuangan dan perpajakan di berbagai lapis instansi keuangan dan pemerintahan, meningkatnya liabilitas hukum dan membuat rumit perencanaan waris karena adanya perbedaan sistem hukum antarnegara, proses likuidasi aset menjadi rumit dan memakan waktu lebih banyak, hingga adanya koreksi pajak yang dapat menimbulkan kewajiban pembayaran pajak lebih besar.

“Ketika usaha kita fokus di sektor ini, maka kalau structure-nya masih memakai tax heaven, mungkin perlu di-review lagi. Mungkin ada HWI yang lupa bahwa kini dalam lanskap perpajakan global terdapat AEoI dan PSIAP yang menuju arah compliance by design,” kata Fajar.

Business and Legal Advisor of TheTitan Asia Nadia Ambar Shofiya menambahkan, sebagai seorang pemilik perusahaan multinasional, Wajib Pajak orang pribadi yang tergolong HWI mesti juga mengetahui lanskap perpajakan di masing-masing negara. Sebab, kebijakan fiskal yang diterapkan di Indonesia merupakan cerminan atau benchmark atas kebijakan perpajakan internasional.

“Dari OEDC, misalnya, mengeluarkan program AEoI di mana data telah ter-integrated dan automated antarnegara. Hal inilah yang perlu diketahui oleh perusahaan keluarga, dan ini juga bisa menjadi peluang bagi mereka. Karena bisnis mereka, kan, multinasional, jadi secara administrasi pun semakin dimudahkan dengan adanya program tersebut,” jelasnya.

Nadia menuturkan, family office pun sejatinya lahir dari penyesuaian pergerakan usaha di dalam negeri yang didominasi oleh family business. Ia menyebut, family office TheTitan Asia yang digagas TaxPrime ini merupakan one stop service atau layanan satu pintu terpadu yang dapat mendukung kebutuhan Wajib Pajak HWI di era lanskap perpajakan Indonesia sekarang ini.

Baca Juga  Tak Lapor SPT dan Setor Pajak, Wajib Pajak Terancam Dipenjara 6 Tahun

“Yang pertama kali kami lakukan yakni memberikan advisory terhadap usaha mereka, lalu memberikan support yang dibutuhkan misalnya pengawasan dari sisi hukum, perpajakan, dan bisnis itu sendiri,” sebutnya.

Setali tiga uang, Business and Legal Advisor of TheTitan Asia Maisya Sabhira mengatakan, Pilar II dalam kebijakan perpajakan internasional ditujukan untuk perusahaan-perusahaan multinasional yang kerap terjadi upaya penghindaran pajak.

Akibatnya, hal ini juga berpengaruh terhadap Wajib Pajak orang pribadi yang juga sering melakukan transfer aset ke yurisdiksi lain.

“Dengan adanya global transparency ini maka Wajib Pajak yang sering melakukan transfer aset ini menjadi tidak optimal lagi untuk menaruh aset-aset tersebut di yurisdiksi lain, karena informasi pemilik manfaat atau beneficial owner-nya jadi terlihat, terbuka. Kemudian aliran penghasilan, termasuk informasi perusahaan juga terbuka,” pungkasnya.

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *