in ,

Dukung Kebijakan Kominfo, DJP Jelaskan PSE dan PMSE

DJP Jelaskan PSE dan PMSE
FOTO: P2Humas DJP

Dukung Kebijakan Kominfo, DJP Jelaskan PSE dan PMSE

Pajak.com, Jakarta – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menegaskan, terminologi Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) yang diatur oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) berbeda dengan Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE).

Penjelasan perbedaan ini untuk meluruskan persepsi publik bahwa DJP tidak mendukung pemblokiran yang dilakukan Kominfo kepada aplikasi platform PayPal, Steam, Dota, CS Go, Yahoo, Origin.com, dan EpicGames karena tidak kunjung mendaftar sehingga dianggap enggan mematuhi aturan.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Neilmaldrin Noor memastikan, DJP selalu mendukung dan menghargai pelaksanaan tugas oleh Kominfo terkait PSE dan meminta masyarakat dapat mendudukkan kedua hal itu sesuai tempatnya.

Neil menjelaskan, PSE adalah penyelenggara yang menyediakan, mengelola, dan/atau mengoperasikan sistem elektronik kepada pengguna sistem elektronik. Sedangkan PMSE adalah perdagangan yang transaksinya dilakukan melalui serangkaian perangkat dan prosedur elektronik.

“Selain itu, pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas PMSE, yang sering disebut pajak digital, yang diatur Kemenkeu hanya terkait pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud atau jasa kena pajak dari luar negeri ke Indonesia dengan batasan minimal tertentu,” jelasnya dalam keterangan tertulis yang diterima Pajak.com (3/8).

Baca Juga  Staf Ahli Menkeu Ungkap Perubahan Proses Bisnis Perpajakan pada “Core Tax”

Kemudian, dasar hukum pengaturannya juga berbeda. PSE diatur dalam Peraturan Menteri Kominfo Nomor 5 Tahun 2020 tentang Penyelenggara Sistem Elektronik Lingkup Privat dan perubahannya, sementara PMSE diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 60/PMK.03/2022.

“Berdasarkan aturan tersebut, terdapat irisan istilah, yakni setiap perusahaan PMSE pasti merupakan PSE. Sebaliknya, tidak semua PSE adalah pelaku PMSE. Contohnya adalah Zenius.net yang merupakan PSE yang belum menjadi pemungut PPN PMSE, karena tidak menjual produk luar negeri kepada konsumen di Indonesia atau transaksinya belum memenuhi batas minimal, yaitu nilai transaksi melebihi Rp 600 juta setahun atau traffic melebihi 12 ribu setahun,” jelas Neil.

Oleh sebab itu, Kemenkeu melalui DJP selalu mendukung dan menghargai pelaksanaan tugas oleh Kementerian Kominfo terkait PSE dan meminta masyarakat dapat mendudukkan kedua hal itu sesuai tempatnya. Neil meluruskan pemberitaan mengenai pernyataan Dirjen Pajak Suryo Utomo.

Baca Juga  Kriteria dan Prosedur Pengajuan Perpanjangan Waktu Pelaporan SPT Tahunan Badan 

“Dirjen pajak tidak pernah menyatakan soal penertiban PSE oleh Kominfo akan mengganggu penerimaan pajak. Tidak seperti itu, dirjen pajak hanya mengatakan akan terus melakukan komunikasi dengan Kominfo sebagai bentuk koordinasi antar-instansi. Koordinasi dan komunikasi antar instansi memang selalu dilakukan agar pelaksanaan tugas menjadi sinergis dan konvergen,” jelas Neil.

Di sisi lain, DJP mengakui akan ada perlambatan penerimaan PPN jika PSE yang tidak tertib di Kominfo itu juga sudah ditunjuk sebagai pemungut PPN PMSE, lantaran menjadi tidak bisa melakukan transaksi di Indonesia.

“Tapi itu masih akan terus didiskusikan dengan Kominfo untuk melihat dengan jelas situasi terkini. Maka kami berharap seluruh PSE maupun pelaku usaha PMSE yang berkepentingan di Indonesia menaati regulasi dan kebijakan yang diterapkan di Indonesia. Semua itu dilakukan demi keamanan dan kenyamanan pengguna layanan yang tidak lain adalah masyarakat Indonesia,” ujar Neil.

Baca Juga  Peran Pajak Dalam Menyukseskan SDGs 8

Sebaliknya, bila pendaftaran PSE sesuai, maka juga akan berdampak positif ke pemungutan PPN PMSE karena adanya pengayaan data dan pengawasan yang kolaboratif. Hingga akhir Juli 2022, jumlah PMSE yang telah ditunjuk sebagai pemungut PPN ada 121 perusahaan dengan nilai pajak yang disetor sebesar Rp 3,02 triliun.

“Mohon kepada seluruh masyarakat memahami konteks perbedaan kedua hal tersebut dan tidak menjadikan isu tersebut sebagai alat yang dapat menambah kegaduhan di masyarakat,” tutup Neil.

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *