in ,

Tiga Perbedaan Skema PPN dan GST

Tiga Perbedaan Skema PPN dan GST
FOTO: IST

Tiga Perbedaan Skema PPN dan GST

Pajak.com, Jakarta – Dalam skema maupun istilah pemajakan, ada yang disebut Value Add Tax (VAT) atau Pajak Pertambahan Nilai (PPN) serta Goods and Service Tax (GST). Apa tiga perbedaan skema PPN dan GST? Setidaknya, Pajak.com akan mengajak pembaca memahami tiga perbedaan dua skema pemajakan itu.

Apa itu PPN?

PPN merupakan suatu pungutan yang dibebankan atas transaksi jual-beli yang terjadi karena adanya pertambahan nilai. Pungutan ini dibebankan kepada Pengusaha Kena Pajak (PKP). Artinya, ketika seseorang melakukan transaksi jual beli barang maupun jasa sebagai konsumen akhir, maka akan dikenakan pungutan pajak atas transaksi itu.

Apa saja objek PPN?

  • Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP) di dalam daerah pabean yang dilakukan oleh pengusaha.
  • BKP merupakan barang berwujud yang menurut sifat atau hukumnya dapat berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak, dan barang tidak berwujud, yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-Undang (UU). Pengaturan cakupan BKP dalam UU PPN bersifat negative list. Artinya, pada prinsipnya seluruh barang merupakan BKP, kecuali ditetapkan sebagai barang yang tidak dikenai PPN.
  • Sementara, JKP adalah setiap kegiatan pelayanan berdasarkan surat perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang, fasilitas, kemudahan, atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang pesanan atau permintaan dengan bahan dan/atau petunjuk dari pemesan, yang dikenakan pajak berdasarkan UU.
  • Impor BKP dan/atau pemanfaatan JKP/BKP tidak berwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean.
  • Ekspor BKP dan/atau JKP.
  • Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan.
  • Penyerahan aktiva oleh PKP yang menurut tujuan semula aktiva tersebut tidak untuk diperjualbelikan, sepanjang PPN yang dibayar pada saat perolehannya dapat dikreditkan.
Baca Juga  Kanwil DJP Jaktim Kenalkan Proses Bisnis “Core Tax” ke IKPI

Berapa tarif PPN di Indonesia?

Berdasarkan UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), tarif PPN di Indonesia naik 1 persen, dari sebelumnya 10 persen menjadi 11 persen.

Adapun tarif PPN 0 persen (nol persen) berlaku untuk ekspor BKP berwujud atau yang tidak berwujud dan ekspor PKP. Namun, pengenaan tarif PPN ini bisa saja berubah menjadi minimal 5 persen dan maksimal 15 persen sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku selanjutnya.

Apa itu GST ?

Secara definisi, GST merupakan pajak dikenakan pada barang, jasa, atau layanan publik. GST diberlakukan pertama kali di Singapura pada 1 April 1994 dengan tarif tunggal sebesar 3 persen. Lalu, di tahun 2007 kembali mengalami peningkatan menjadi 7 persen dan perubahan terakhir tarif GST yang berlaku adalah menjadi sebesar 9 persen sejak 2018.

Baca Juga  Mekanisme Pengajuan Keberatan Kepabeanan

Di Malaysia, GST mulai diberlakukan pada 1 April 2015. Namun, sejak 1 September 2018, sistem GST digantikan dengan sistem Sales and Service Tax (SST). Sejatinya, sistem ini terdiri dari sales tax (cukai jualan) dan service tax (cukai perkhidmatan) sudah pernah diterapkan oleh Malaysia pada tahun 1972. Negara lain juga menerapkan sistem GST, antara lain Thailand, Filipina Kamboja, Laos, Brunei Darusalam, dan Myanmar.

Dengan demikian, GST dan PPN memang memiliki kemiripan secara konseptual, yakni pajak yang dikenakan atas konsumsi barang dan jasa. Namun, keduanya memiliki perbedaan.

Apa perbedaan PPN dan GST?

Pertama, objek pajak PPN di Indonesia dikenakan terhadap BKP dan/atau JKP di dalam daerah pabean yang dilakukan oleh pengusaha, impor BKP, pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean, pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean, serta ekspor BKP berwujud atau tidak berwujud dan ekspor JKP oleh PKP.

Baca Juga  AKP2I Sampaikan Aspirasi Perumusan Perubahan Izin Konsultan Pajak

Sementara objek pajak GST cukup simpel, yakni berupa setiap penyerahan barang dan jasa yang dilakukan sebuah negara oleh PKP sehubungan dengan bisnis yang dijalankan. Kemudian, setiap impor barang, selain impor yang mendapatkan pembebasan.

Kedua, Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPN wajib disampaikan paling lambat akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya masa pajak bersangkutan. Sedangkan untuk GST, SPT tahunan wajib disampaikan dalam jangka waktu sebulan sejak akhir periode akuntansi yang telah ditentukan. Artinya, PPN menerapkan dasar perpajakan berbasis ringkasan transaksi dalam satu masa pajak, sedangkan skema GST dilakukan berbasis transaksi yang dilakukan.

Ketiga, PPN dikumpulkan dan disetor oleh penjual atau pihak yang menyerahkan BKP/JKP (kecuali pemungut dalam kasus tertentu), sedangkan GST dikumpulkan dan disetor oleh konsumen.

 

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *