in ,

Definisi, Tarif, dan Ketentuan Perhitungan PPh Pasal 26

Perhitungan PPh Pasal 26
FOTO: IST

Definisi, Tarif, dan Ketentuan Perhitungan PPh Pasal 26

Pajak.com, Jakarta – Pajak Penghasilan (PPh) memiliki beragam pasal dan ketentuan. Selain PPh Pasal 21 yang biasa kita kenal sebagai dasar pemungutan pajak bagi karyawan, ada pula ketentuan PPh Pasal 26. Apa itu PPh Pasal 26? Dan, berapa tarif, ketentuan perhitungan PPh Pasal 26, hingga pelaporannya? Pajak.com akan mengulasnya berdasarkan ketentuan yang berlaku.

 Apa itu PPh Pasal 26?

Menurut Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, PPh Pasal 26 merupakan pajak yang dikenakan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak luar negeri dari Indonesia selain bentuk usaha tetap (BUT) yang berada di Indonesia.

Kriteria seorang individu atau perusahaan yang dikategorikan sebagai Wajib Pajak luar negeri adalah

Seorang individu yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, individu yang tinggal di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam setahun atau 12 bulan, perusahaan yang tidak didirikan atau berada di Indonesia, yang mengoperasikan usahanya melalui BUT di Indonesia.

Seorang individu yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, individu yang tinggal di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam setahun atau 12 bulan, perusahaan yang tidak didirikan atau berada di Indonesia, yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak melalui menjalankan usaha melalui suatu BUT di Indonesia.

Baca Juga  Pemotongan Kuota dan Jenis Impor yang Dapat Fasilitas Bea Masuk
Siapa pemotong PPh Pasal 26?

Subjek pajak pemotong PPh pasal 26 wajib dilakukan oleh:
1. Badan pemerintah.
2. Subjek pajak dalam negeri.
3. Penyelenggara kegiatan.
4. BUT.
5. Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya yang melakukan pembayaran kepada Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap.

Apa penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 26?

Jenis-jenis penghasilan atau objek pajak yang wajib dipotong PPh Pasal 26 adalah:
1. Deviden.
2. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang.
3. Royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.
4. Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan.
5. Hadiah dan penghargaan.
6. Pensiun dan pembayaran berkala lainnya.
7. Premi swap dan transaksi lindung nilai lainnya.
8. Keuntungan karena pembebasan utang.

Berapa tarif pengenaan PPh Pasal 26?

Tarif yang dikenakan sesuai dengan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) antar negara (tax treaty), yaitu sebesar 20 persen untuk setiap pengenaan jenis PPh Pasal 26. Ketentuan dasar pengenaan pajak adalah sebagai berikut:
– Tarif 20 persen dari penghasilan bruto.
– Tarif 20 persen dari penghasilan neto.
– Tarif 20 persen dari penghasilan setelah pajak (penghasilan kena pajak dikurangi dengan PPh).

Baca Juga  Pemerintah Resmi Berlakukan Insentif PPnBM DTP 100 Persen
Bagaimana pemotongan, penyetoran, dan pelaporan PPh Pasal 26?

1. PPh Pasal 26 dipotong pada akhir bulan pada saat dilakukannya pembayaran penghasilan, disediakan untuk dibayarkan penghasilan, atau jatuh temponya pembayaran penghasilan bersangkutan tergantung peristiwa yang terjadi terlebih dahulu.
2. PPh Pasal 26 saat terutang dipotong pada saat pembayaran, disediakan untuk dibayarkan (deviden) dan jatuh tempo (bunga dan sewa), atau saat yang ditentukan dalam kontrak atau perjanjian atau faktur (royalti, imbalan jasa teknik atau jasa manajemen atau jasa lainnya).
3. Pemotong PPh Pasal 26 wajib membuat bukti pemotongan rangkap tiga. Lembar pertama untuk Wajib Pajak luar negeri, lembar kedua untuk Kantor Pelayanan Pajak (KPP), lembar ketiga untuk arsip pemotong.
4. Pembayaran PPh Pasal 26 dilakukan oleh pihak pemotong dan disetorkan ke bank persepsi atau kantor pos yang sudah ditunjuk oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP), paling lambat tanggal 10 bulan takwim berikutnya setelah bulan saat terutangnya pajak.
5. SPT masa PPh Pasal 26, dengan dilampiri SSP lembar kedua, bukti pemotongan lembar kedua dan daftar bukti pemotongan disampaikan ke KPP setempat paling lambat 20 hari setelah masa pajak berakhir.
6. Apabila jatuh tempo penyetoran atau batas akhir pelaporan PPh pasal 26 bertepatan dengan hari libur, penyetoran atau pelaporan dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.

Baca Juga  Tahapan Menghitung Besaran Penghasilan Kena Pajak
Contoh Pengenaan PPh Pasal 26

PT Selalu Baca adalah perusahan penerbit buku asal Indonesia. Di bulan April 2022, perusahaan ini harus membayar royalti senilai Rp100 juta kepada Nobita selaku pengarang komik. Berapa PPh 26 dari royalti itu?

Nobita adalah Wajib Pajak luar negeri. Besar PPh Pasal 26 yang dipotong atas penghasilan bruto Nobita adalah sebagai berikut:

– PPh 26 = 20 persen x penghasilan bruto.
– PPh 26 = 20 persen x Rp 100 juta = Rp 20 juta.

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *