in ,

Pengertian dan Tata Cara e-Bupot

Pengertian dan Tata Cara e-Bupot
FOTO: IST

Pengertian dan Tata Cara e-Bupot

Pajak.com, Jakarta – Dalam dunia perpajakan, ada berbagai istilah penting yang harus dipahami oleh setiap Wajib Pajak, terlebih untuk Wajib Pajak Badan. Salah satu istilah perpajakan yang cukup penting tetapi belum banyak diketahui adalah e-Bupot. Apa itu pengertian dan tata cara e-Bupot?

Sebelum masuk ke pembahasan e-Bupot, ada baiknya Anda memahami dulu apa itu Bukti potong (Bupot). Ya, Bupot merupakan dokumen lain atau formulir yang dibuat dan digunakan oleh pemotong pajak seperti Pengusaha Kena Pajak (PKP) sebagai bukti pemotongan.

Adapun bupot dibuat untuk pemungutan Pajak Penghasilan (PPh) seluruh pasal mulai dari PPh 21, PPh pasal 22, PPh pasal 23/26, PPh pasal 15, dan PPh pasal 4 ayat 2. Nah, masing-masing pemotongan pajak dari setiap pasal itu telah memiliki formulir bukti potongnya.

Secara umum, bupot punya fungsi sebagai dokumen resmi untuk bukti bahwa pajak telah dipungut dan disetorkan oleh PKP ke kas negara. Tanpa adanya bupot, PKP tidak bisa melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh.

Namun, secara spesifik manfaat bupot dari sisi penerima adalah sebagai bukti administrasi bahwa PPh-nya telah dipotong oleh PKP. Sebaliknya, dari sisi pembuat bupot atau PKP bupot sebagai bukti bahwa pihaknya telah memungut dan menyetorkan pajaknya ke kas negara.

Baca Juga  Kurs Pajak 27 Maret – 2 April 2024

Seiring waktu, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) semakin mempermudah Wajib Pajak untuk memenuhi kewajiban perpajakannya, salah satunya melalui e-Bupot, yang merupakan aplikasi bukti pemotongan PPh.

Bukti Potong elektronik ini hanya bisa dimanfaatkan untuk PPh pasal 23/26 dan unifikasi. Merujuk PER-04/PJ/2017, aplikasi bupot 23/26 elektronik adalah perangkat lunak yang disediakan di laman DJP, saluran yang ditetapkan, atau pihak swasta yang telah mendapatkan lisensi resmi dari Dirjen Pajak seperti Penyedia Jasa Aplikasi Perpajakan (PJAP).

e-Bupot dapat digunakan untuk membuat bupot sekaligus melaporkan SPT Masa PPh 23/26 dalam bentuk dokumen elektronik. Sedangkan untuk bukti potong unifikasi diatur dalam PER-23/PJ/2020 yang sama-sama dapat diakses dalam laman DJP untuk PPh pasal 4 ayat (2), PPh 15, PPh 22, PPh 23, dan PPh 26.

Meski aturan mengenai e-Bupot 23/26 sudah ditetapkan sejak 31 Maret 2017, aplikasi e-Bupot 23/26 kala itu belum dapat terealisasikan bagi seluruh Wajib Pajak sehingga tidak berjalan beriringan. Terpenting, untuk dapat menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 23 dan/atau Pasal 26 dengan menggunakan Aplikasi e-Bupot 23/26, Pemotong Pajak terlebih dahulu harus terdaftar sebagai PKP dan wajib memiliki Sertifikat Elektronik.

Aplikasi e-Bupot 23/26 sejatinya memberikan banyak manfaat yaitu memberikan kemudahan bagi Wajib Pajak untuk membuat dan melaporkan SPT Masa PPh Pasal 23/26, dan meningkatkan pelayanan kepada Wajib Pajak Pemotong PPh Pasal 23/26.

Baca Juga  DJP dan BPH Migas Integrasikan Data

Dengan intervensi digitalisasi ini, Wajib Pajak dapat membuat dan melaporkan pajaknya di mana saja dan kapan saja. Selain itu, bukti pemotongan elektronik ini juga dapat memberikan kepastian hukum terkait status dan keandalan bukti pemotongan.

Yang perlu diingat, Pemotong Pajak harus membuat dan memberikan bukti pemotongan kepada penerima penghasilan yang dipotong pajak. Satu bukti potong hanya dapat digunakan untuk 1 Wajib Pajak, 1 kode objek pajak, dan 1 Masa Pajak.

Tata Cara Penerbitan Bukti Pemotongan adalah sebagai berikut:


1. Standardisasi penomoran Bukti Pemotongan (e-Bupot PPh 23/26), nomor urut akan diberikan secara berurutan, dan penomoran atas formulir kertas akan terpisah dengan dokumen elektronik.
Selain itu, Nomor Urut Bukti Pemotongan pada Aplikasi e-Bupot 23/26 secara otomatis akan di-generate oleh sistem, sehingga nomor tidak berubah apabila terjadi pembetulan/pembatalan. Nomor juga tidak tersentralisasi karena nomor dibuat untuk masing-masing Pemotong Pajak.
2. Mencantumkan NPWP. Jika tidak memiliki NPWP, maka akan menggunakan NIK.
3. Tanggal pengesahan Surat Keterangan Domisili beserta nomor dan tanggal Surat Keterangan Bebas harus dicantumkan.
4. Bukti Pemotongan harus ditandatangani secara Elektronik, melekat pada Sertifikat Digital.
5. Menyertakan pula Bukti Pemotongan untuk satu Wajib Pajak, kode objek pajak, dan Masa Pajak.

Baca Juga  DJP: e-SPT Tidak Bisa Digunakan untuk Lapor SPT Badan

Berikut adalah cara membuat e-Bupot: 

  1. Akses e-Bupot secara on-line.

    WP badan mengakses DJP secara on-line di fitur e-Bupot.

  2. Buat bukti pemotongan dan SPT masa PPh pasal 23/26.

    WP badan membuat bukti pemotongan dan SPT masa PPh pasal 23/26

  3. Sampaikan bukti pemotongan serta pembuatan dari SPT melalui fitur e-Bupot yang sudah tersedia.

    WP badan menyampaikan bukti pemotongan serta pembuatan dari SPT melalui fitur e-Bupot yang sudah tersedia.

  4. Submit SPT Masa PPh 23/26.

    Setelahnya, lakukan submit SPT Masa PPh 23/26. Apabila sudah ter-submit, PKP akan segera mendapatkan tanda terima SPT dari BPE atau bukti penerimaan elektronik.

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *