in ,

Core Tax Digunakan untuk Pengawasan WP Januari 2024

Core Tax Digunakan untuk Pengawasan
FOTO: IST

Core Tax Digunakan untuk Pengawasan WP Januari 2024

Pajak.com, Jakarta – Dirjen Pajak Suryo Utomo menjanjikan, Pembaruan Sistem Inti Administrasi Perpajakan (PSIAP)/Core Tax Administration System (CTAS) atau core tax dapat diimplementasikan serentak ke seluruh Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) pada Oktober 2023 dan digunakan untuk pengawasan Wajib Pajak (WP) mulai Januari 2024. Saat ini progres pengembangan core tax sudah mencapai 47 persen.

Sekilas mengulas, apa itu core tax? Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2018 tentang Pembaruan Sistem Administrasi Perpajakan, core tax adalah pembaruan sistem teknologi informasi yang menyediakan dukungan terpadu bagi pelaksanaan tugas DJP.

Pembaruan sistem administrasi itu meliputi, organisasi, sumber daya manusia, peraturan perundang-undangan, proses bisnis, serta teknologi informasi dan basis data. Saat ini otoritas menggunakan Sistem Informasi Direktorat Jenderal Pajak (SIDJP) yang dinilai belum bisa mengintegrasikan seluruh proses bisnis.

“Pekerjaan kami mengembangkan data dan informasi, saat ini proses pengembangan core tax administration system sedang berada dalam fase development dari beberapa sistem informasi aplikasi. Ke depan, setelah bulan Juni kemarin (2022) kita melakukan testing system integrator. Harapannya pada Februari 2023 selesai (dilanjutkan dengan) data migrasi, training, dan persiapan implementasi di tahun 2023. Anggaran (pembangunan core taxdi tahun 2022 sekitar Rp 408 miliar, kemudian 2023 sekitar Rp 539 miliar. Kita berkomitmen core tax tidak mengalami penundaan dan semua hambatan kita selesaikan pada waktu membangun sistem informasi ini,” ungkap Suryo dalam Rapat Kerja Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dengan Menteri Keuangan, yang disiarkan secara virtual, (5/9).

Baca Juga  Kanwil Bea Cukai Jakarta Beri Izin Fasilitas Kawasan Berikat ke Perusahaan Ini 

Sistem yang dibangun sejak 2018 ini akan akan merancang ulang 21 proses bisnis DJP, mulai dari pendaftaran, pengawasan kewilayahan atau ekstensifikasi, pengelolaan Surat Pemberitahuan (SPT) tahunan, pembayaran, data pihak ketiga, Exchange of Information (EoI), penagihan, dan Taxpayer Account Management (TAM).

Selanjutnya, terdapat pula pengintegrasian pemeriksaan, pemeriksaan bukper dan penyidikan, Compliance Risk Management (CRM), business intelligence, intelijen, document management system, data quality management, keberatan dan banding, non-keberatan, pengawasan, penilaian, layanan edukasi, serta knowledge management.

Dengan core tax, pemerintah akan menerapkan pelbagai kebijakan yang diarahkan untuk meningkatkan basis pajak (tax base) dan memfasilitasi kepatuhan melalui pemberian dukungan pelayanan yang lebih memudahkan bagi Wajib Pajak dalam memenuhi kewajibannya, penyerderhanaan proses, edukasi perpajakan.

Untuk mencapai itu, maka dibutuhkan core tax yang mampu menangani transaksi mencapai 1 juta pencatatan per hari, 17,4 juta SPT tahunan; data dan informasi dari 69 pihak ketiga, pertukaran data dari 86 yurisdiksi, serta 937 ribu peserta amnesti pajak.

Core tax akan mewujudkan proses bisnis inti administrasi perpajakan yang lebih efektif, efisien, akuntabel, dan terintegrasi. Penerapan core tax bersifat urgen, karena sistem informasi DJP saat ini belum mencakup keseluruhan administrasi perpajakan, seperti pemeriksaan dan penyidikan, pelaporan, penagihan, dan administrasi inti perpajakan lainnya melalui sistem akuntansi yang terintegrasi,” jelas Suryo.

Baca Juga  Kriteria Pemotong Pajak yang Wajib Lapor SPT Masa PPh 23/26 dalam Bentuk Dokumen Elektronik 

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memastikan, perubahan SIDJP menjadi core tax akan rampung pada Oktober 2023 dan dapat digunakan untuk melayani Wajib Pajak mulai Januari 2024. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah berkunjung ke sejumlah negara untuk mempelajari core tax sejak 2018, salah satunya ke Australia.

“Saya bilang, paling tidak sebelum Presiden Jokowi turun sudah harus selesai. Jadi, kami coba tekan untuk tahun 2023. Dari hasil kunjungan (ke banyak negara), rata-rata butuh 5 tahun-7 tahun untuk membangun sistem ini. Sistem pajak baru ini seharusnya secara normal baru akan rampung pada 2025 mendatang,” ungkapnya.

Sri Mulyani memastikan, migrasi dari SIDJP menuju core tax merupakan perubahan penting bagi sistem perpajakan Indonesia. Di sisi lain, perubahan sistem ini membutuhkan investasi besar demi pengelolaan penerimaan negara yang berkelanjutan. Berdasarkan, anggaran yang dibutuhkan mencapai Rp 2,04 triliun dan merupakan proyek multiyears hingga 2024 mendatang.

“Makanya, sejak awal kita dikawal, karena infrastruktur digital sangat rawan dispute. Makanya, kami membentuk tim asesmen untuk teknologinya. Kami juga melibatkan apaparat penegak hukum. Jadi ide untuk menggunakan core tax memang pertama kali muncul pada tahun 2017 dan mulai dibahas di kabinet pada tahun 2018. Tapi, ide untuk berlalih ke core tax sebenanrya sudah diusulkan sejak saya menjadi Menteri keuangan 2008-2009. Pembangunan core tax saat itu rencananya akan menggunakan dana yang bersumber dari pinjaman Bank Dunia. Kemudian waktu Menteri Keuangan Bapak Agus Martowardojo, tampaknya ada perbedaan pada saat approach, kemudian pada tahun 2011 proyek ini di-drop jadi tidak ada,” ungkapnya.

Baca Juga  Prosedur Pengajuan Restitusi Pajak oleh Pihak Pembayar

Akhirnya, pengembangan core tax kembali dilakukan di 2018 dan diakselerasi melalui pembentukan Tim Pelaksana PSIAP di 2020. Sri Mulyani berharap, Tim Pelaksana PSIAP dapat mempercepat pengembangan, sehingga core tax mempu meningkatkan rasio pajak terhadap produk domestik bruto (PDB) secara signifikan. Tim PSIAP diharapkan mengerahkan pelbagai upaya dengan membuat rencana kerja dan indikator keberhasilan yang jelas.

“Tidak hanya Direktorat Jenderal Pajak yang andal, tapi ujungnya adalah penerimaan pajak yang rasionya terhadap GDP (Gross Domestic Product) harus naik. Bahkan saya harus mengatakan minimal dua kali lipat. Jadi, kalau Anda berbicara tentang penerimaan pajak sekarang Rp 1.700 triliun, ya kira-kira dua kali lipat penerimaan pajak yang harusnya kita bisa collect. Indikatornya tidak abstrak,” kata Sri Mulyani.

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *