in ,

Aturan Baru Tanggung Renteng PPN dan PPnBM

Aturan Baru Tanggung Renteng PPN dan PPnBM
FOTO: IST

Aturan Baru Tanggung Renteng PPN dan PPnBM

Pajak.com, Jakarta – Dalam melakukan kewajiban perpajakannya, pembeli Barang Kena Pajak (BKP) atau penerima Jasa Kena Pajak (JKP) wajib bertanggung jawab secara renteng atas pembayaran Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan/atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM). Mari memahami aturan terbaru tentang tanggung renteng PPN dan PPnBM yang tertuang dalam turunan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

Tanggung renteng adalah istilah yang biasanya digunakan untuk menggambarkan bahwa setiap pihak berbagi tanggung jawab secara setara. Dalam konteks pajak, tanggung renteng merujuk pada tanggung-jawab pembayaran terhadap PPN terutang atas penjualan barang atau penyerahan BKP atau JKP dan PPnBM. Munculnya tanggung renteng pada PPN karena prinsip pembayaran PPN melekat untuk penjual atau pembeli. Sebab, PPN memiliki karakteristik pajak objektif, pajak atas konsumsi umum dalam negeri dan pajak tidak langsung.

Baca Juga  Kejar Target Rp 2.189 T: Wamenkeu II Ungkap Strategi Pajak 2025

Dengan adanya skema tanggung renteng ini maka beban salah satu pihak yang memiliki kewajiban terutang menjadi lebih ringan. Ketika terdapat salah satu anggota tidak dapat membayarkan kredit, artinya anggota lain wajib melakukan tanggung renteng atau memenuhi kewajiban tersebut.

Belum lama ini, pemerintah telah mengesahkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 44/2022 tentang Penerapan Terhadap PPN barang dan jasa dan PPnBM. Aturan ini merupakan aturan turunan dari UU HPP.

Menurut Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan Neilmaldrin Noor, PP Nomor 44/2022 merupakan pengganti PP Nomor 1/2012 tentang Pelaksanaan UU PPN dan perubahannya. PP itu mengatur penyesuaian PPN barang dan jasa, serta PPnBM mengenai tarif, cara menghitung, penggunaan besaran tertentu, serta penunjukan pihak lain untuk melakukan pemungutan PPN atau PPN dan PPnBM.

Baca Juga  Mengatasi Tantangan dalam Penyelesaian Sengketa “Transfer Pricing” untuk Industri “Freight Forwarding”

“PP 1/2012 dan perubahannya sudah tidak sesuai dengan kebutuhan administrasi PPN dan PPnBM serta pengaturan dalam UU HPP, sehingga perlu disempurnakan,” ujar Neil pada Kamis (8/12/2022).

Lebih jauh, aturan turunan ini menjelaskan bahwa Wajib Pajak, yakni pembeli atau penerima jasa yang bertanggung jawab secara renteng, dapat melakukan pembayaran sendiri atas pajak pertambahan nilai atau PPN dan PPnBM.

Merujuk pada pasal 4 PP 44/2022, pembeli atau penerima jasa bertanggung jawab secara renteng atas pembayaran PPN atau PPN dan PPnBM jika pajak terutang tidak dapat ditagih kepada penjual barang kena pajak (BKP) atau pemberi jasa kena pajak (JKP). Pembayaran pajak secara renteng pun berlaku apabila pembeli atau penerima jasa tidak dapat menunjukkan bukti bahwa telah melakukan pembayaran pajak kepada penjual BKP atau pemberi JKP. Pembeli atau penerima jasa dapat memenuhi kewajiban perpajakannya secara self assessment menggunakan surat setoran pajak (SSP), seperti tertulis pada pasal 4 ayat 1 PP 44/2022.

Baca Juga  Aspek PPN pada Jasa Keagamaan: Relevansi dengan Peringatan Maulid Nabi

Apabila pembeli atau penerima jasa tidak membayar atau kurang bayar, pemerintah dapat menagih tanggung jawab secara renteng melalui penerbitan surat ketetapan pajak (SKP) kurang bayar atau SKP kurang bayar tambahan sesuai ketentuan perundangan yang berlaku. Adapun, ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan mekanisme pelaksanaan tanggung jawab secara renteng atas pembayaran PPN atau PPN dan PPnBM akan diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *