in ,

Begini Hitungan Pajak Toko Online

Hitungan Pajak Toko Online
FOTO: IST

Cara kerja pajak penjualan secara daring yaitu penghasilan yang diperoleh oleh para pengusaha yang melaksanakan kegiatan usahanya secara daring pada dasarnya pengenaan pajak penghasilan sama seperti kegiatan usaha lainnya yang melakukan aktivitasnya secara offline. Dimana dalam hal ini yaitu selisih antara harga jual dengan harga beli dikurangi biaya-biaya dapatlah laba. Laba menjadi objek pada pada UU PPh. Ada juga cara pengenaan pajak yang dikenakan oleh pemerintah kepada usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) yang omsetnya dalam setahun 4,8 miliar dikenakan pajak bukan dari laba bersihnya tapi dari peredaran usahanya yaitu sebesar 0,5 persen.

Tidak ada perbedaan itung-itungan pajak pada penjual online maupun offline. Pada dasarnya Wajib Pajak itu menghitung sendiri berapa pajak yang seharusnya disetor ke negara. Sistem pajak di Indonesia menganut sistem self assessment. Wajib Pajak itulah yang menghitung sendiri berapa pajak yang harus dibayar ke negara. Apabila ada Wajib Pajak yang memiliki penghasilan namun dia tidak melaporkan ke negara, disitulah baru pemerintah bisa melakukan pemeriksaan terhadap Wajib Pajak tersebut untuk kemudian ditetapkan pajak yang terhutang. Wajib Pajak diberikan kesempatan menghitung sendiri, tapi karena dia tidak menghitung sendiri maka otoritas pajak lah yang datang pemeriksaan untuk menghitung pajaknya. Untuk dapat menghitung pajaknya sendiri, berapa pajak yang seharusnya dibayarkan, pelaku usaha harus disiplin mencatat berapa penghasilan dari setiap transaksi agar Wajib Pajak bisa dengan akurat menghitung berapa seharusnya yang harus dibayarkan ke negara.

Baca Juga  DJP: Pengajuan Perpanjangan Waktu Pelaporan SPT Badan Bisa Secara “On-line”

Menghitung pajak berangkat dari kita harus menghitung berapa penghasilan yang kita peroleh dari kegiatan usaha kita. Sebenarnya UMKM tidak perlu pembukuan hanya perlu melakukan pencatatan, berapa omset yang diterima per hari, kalau UMKM dapat omset dalam satu bulan dikalikan dengan 0,5 persen yang harus dibayar setiap bulan. Tapi kalau misalkan omsetnya melebih 4,8 miliar dalam setahun, dia tidak bisa lagi hanya melakukan pencatatan namun dia harus melakukan pembukuan. Pembukuan tersebut merekam berapa penghasilannya dan juga berapa biaya untuk akhirnya didapat penghasilan dikurang biaya sama dengan laba. Dari laba itu lah yang dikenakan pajak dengan mengenakan tarif. Kalau orang pribadi sampai dengan 50 juta 5 persen, 50-100 juta 10 persen dan seterusnya. Sampai nanti tarif yang tertinggi kalau berdasarkan UU Harmonisasi Pajak bisa sampai 35 persen.

Baca Juga  Manfaat dan Syarat Mendapatkan Izin Pusat Logistik Berikat

Dengan adanya sistem self assement ini sebetulnya pemerintah menaruh kepercayaan besar terhadap Wajib Pajak untuk dia menghitung sendiri pajak yang terhutang. Namun tentu saja kepercayaan itu disertai dengan control yang diatur dalam Undang-Undang dimana otoritas pajak bisa melakukan pemeriksaan ketika SPT yang dilaporkan terdeteksi indikator di luar kewajaran. Misalnya laba dari penjualan barang 20 persen namun yang diakui hanya 1 persen. Memang otoritas pajak memiliki alat kontrol seperti itu, walaupun prinsip utamanya adalah kepercayaan diberikan penuh kepada Wajib Pajak. 

 

* Penulis Adalah Mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta, Fakultas: Ekonomi, Jurusan D-IV Ilmu Administrasi Perkantoran, Angkatan 2021

*Informasi yang disampaikan dalam Artikel ini sepenuhnya merupakan Tanggung Jawab Penulis

Baca Juga  Sri Mulyani: Penerimaan Pajak Hingga 15 Maret 2024 Terkontraksi Penurunan Harga Komoditas

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *