Pajak.com, Jakarta – Pemerintah berencana mengenakan pajak penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 0,1 persen untuk transaksi aset digital mulai 1 Mei 2022 mendatang. Pengenaan pajak itu menurut Direktur Peraturan Perpajakan I Direktorat Jenderal Perpajakan (DJP) Hestu Yoga Saksama pada saat terjadi transaksi aset kripto mengingat di Indonesia kripto tidak diakui sebagai mata uang. Meski akan dikenai pajak, aset kripto diperkirakan akan tetap diminati investor.
Data statistik dari tahun ke tahun membuktikan, fenomena investasi aset kripto di Indonesia terbukti membuka banyak peluang. Pertumbuhan tidak hanya terjadi dari sisi jumlah investor dan transaksi saja, tetapi juga terhadap para pemain di industri. Hingga Maret 2022, jumlah calon pedagang fisik aset kripto di Indonesia yang telah memiliki tanda daftar dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) tercatat bertambah menjadi sebanyak 18 perusahaan pedagang aset kripto. Padahal, di akhir tahun 2021 hanya ada 11 pedagang.
Wakil Menteri Perdagangan Jerry Sambuaga mengatakan, dua tahun belakangan menjadi tahun yang menarik bagi perkembangan perdagangan fisik aset kripto di Indonesia. Ia pun meyakini dalam waktu dekat, sangat dimungkinkan jumlah calon pedagang aset kripto akan terus bertambah.
Dari sisi transaksi, hingga Februari 2022, nilai transaksinya tumbuh 14,5 persen dibandingkan dengan periode yang sama pada 2021. Pada Februari lalu juga, jumlah pelanggan terdaftar mencapai 12,4 juta pelanggan.
Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Pedagang Aset Kripto Indonesia (Aspakrindo) yang juga COO Tokocrypto Teguh Kurniawan Harmanda menilai, peningkatan jumlah calon pedagang aset kripto di Indonesia membuktikan bahwa industri berjalan dengan baik. Artinya, aset kripto sudah bisa diterima oleh masyarakat sebagai salah satu instrumen investasi. Ia pun menyambut baik pertumbuhan jumlah calon pedagang aset kripto di Indonesia.
Comments