Menu
in ,

Relaksasi Pajak Ungkit Intensitas Daya Beli Masyarakat

Pajak.com, Jakarta – Pada pertemuan dengan Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita awal pekan lalu Presiden Joko Widodo (Jokowi) memerintahkan kemungkinan perluasan dan pendalaman program relaksasi Pajak Penjualan atas Barang Mewah Ditanggung Pemerintah (PPnBM DTP) untuk kendaraan bermotor. Presiden meminta agar kendaraan bermotor roda empat dengan kapasitas 2.500 cc juga bisa mendapatkan insentif pajak dalam masa pandemi ini, asalkan memiliki Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) minimal 70 persen.

Agus Gumiwang menjelaskan, rencana perluasan relaksasi pajak karena ada jenis kendaraan yang kapasitas silindernya di atas 1500 cc dan memiliki local purchase tinggi, yakni di atas 50-60 persen. Namun, menurut Agus, saat ini aturan relaksasinya sedang dikoordinasikan.

“Kami akan segera berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan,” kata Agus Gumiwang dalam keterangan resmi dikutip Rabu, (17/3/21). Ia mengatakan, pemerintah menyambut baik animo masyarakat dalam menikmati fasilitas relaksasi pajak ini. Hal itu terbukti dengan kenaikan tingkat purchase order sebesar 140,8 persen per 12 Maret 2021 setelah ada relaksasi Pajak PPnBM DTP kendaraan bermotor tersebut.

Sebelumnya, pemerintah juga memberikan insentif PPN sebesar 50 persen ditanggung pemerintah (DTP) untuk kategori rumah tapak dan rumah susun, dengan harga jual lebih dari Rp 2 miliar hingga Rp 5 miliar. Aturan itu tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 21/PMK.010/2021 tentang PPN atas Penyerahan Rumah Tapak dan Unit Hunian Rumah Susun yang Ditanggung Pemerintah Tahun Anggaran 2021.

Berbagai insentif permintaan itu bukan tanpa alasan. Banyak yang menilai, pemulihan ekonomi Indonesia akan terhambat bila kelompok masyarakat kelas atas alias orang kaya masih enggan untuk belanja. Untuk itu, pemerintah terus mengeluarkan stimulus agar rich people Indonesia mau membelanjakan uang mereka. Saat ini jumlah orang kaya Indonesia kira-kira hanya mencapai 10 persen dari total penduduk Indonesia. Sementara golongan menengah mencapai 50 persen dan sisanya adalah kelompok rentan dan miskin. Meskipun hanya 10 persen, konsumsi golongan orang kaya sangat memengaruhi ekonomi Indonesia.

Penelitian CORE Indonesia menyebutkan, golongan pendapatan menengah atas berkontribusi 82 persen terhadap total konsumsi masyarakat. Selama pandemi ini mereka cenderung menahan diri untuk belanja. Salah satu indikasi perilaku delayed purchase golongan menengah atas ini terlihat dari pertumbuhan Dana Pihak Ketiga di perbankan yang mengalami peningkatan sejak masa pandemi tahun lalu. Di sisi lain, daya beli golongan pendapatan bawah menurun sejalan dengan turun atau bahkan hilangnya pendapatan mereka selama masa pandemi.

Lembaga kajian ekonomi Mandiri Institute juga melaporkan, Sejak Februari lalu mulai ada peningkatan belanja setelah ada penurunan cukup tajam sejak akhir Desember 2020. Kenaikan belanja tertinggi ada di fesyen dan restoran. Hal ini terjadi di semua kelompok masyarakat, baik kelas bawah dengan rata-rata penghasilan Rp 5,8 juta per bulan. Kemudian menengah Rp 8,4 juta per bulan dengan porsi 56 persen. Kelas atas Rp 41,7 juta per bulan yang memegang porsi 23 persen yang sangat menentukan perbaikan ekonomi nasional. Data itu menunjukkan, belanja kelas atas sudah mulai terlihat meskipun sangat bergantung dengan tinggi atau rendahnya kasus positif Covid-19. Mereka kembali mengerem belanja ketika kasus Covid-19 meningkat.

Menurut ekonom Universitas Indonesia Fithra Faisal Hastiadi, berbagai kebijakan pemerintah itu dinilai mampu menjaring kelompok masyarakat kelas atas yang selama ini masih menahan diri untuk berbelanja. Ia mengatakan ekonomi Indonesia sangat bergantung pada konsumsi rumah tangga.

“Bila perluasan kebijakan relaksasi tersebut dieksekusi dalam waktu dekat, maka konsumsi rumah tangga akan meningkat cukup besar pada awal semester II-2021, kata Fithra. Menurutnya, dengan mendorong konsumsi kembali ke situasi sebelum Covid-19 maka pertumbuhan ekonomi nasional bisa mencapai 3,5 persen, sementara sisanya bisa ditopang dari ekspor dan investasi agar bisa mencapai target 5 persen.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version