in ,

Menkeu Sri Mulyani Rapat dengan Bos BI Bahas Utang 2025, Ini Penjelasannya!

menkeu sri mulyani
FOTO : IST

Menkeu Sri Mulyani Rapat dengan Bos BI Bahas Utang 2025, Ini Penjelasannya!

Pajak.com, Jakarta – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati bersama Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menggelar rapat tahunan untuk membahas rencana penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) dan operasi moneter tahun 2025. Pertemuan yang rutin dilakukan setiap akhir tahun ini bertujuan memperkuat sinergi antara kebijakan fiskal dan moneter guna menjaga stabilitas makroekonomi serta mendukung pertumbuhan ekonomi nasional.

Pertemuan ini menjadi salah satu langkah strategis dalam pelaksanaan amanat berbagai undang-undang (UU) termasuk UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia dan UU No. 24 Tahun 2002 tentang Surat Utang Negara. Rapat ini memastikan agar penerbitan utang oleh pemerintah selaras dengan kebijakan moneter yang diterapkan Bank Indonesia.

“Konsultasi diperlukan agar penerbitan SBN oleh pemerintah selaras dengan arah kebijakan dan rencana operasi moneter BI serta sesuai dengan prinsip kebijakan yang berhati-hati dan mempertimbangkan dinamika perkembangan ekonomi serta pasar keuangan domestik dan global,” kata Sri Mulyani dan Perry dalam rilis bersama, dikutip Pajak.com pada Sabtu (28/12).

Baca Juga  Digitalisasi Ekonomi: Mendorong Pertumbuhan Ekonomi di Era Modern

Adapun pertemuan tersebut menghasilkan beberapa poin di antaranya, yang pertama yakni pemerintah dan BI berkomitmen menjaga pembiayaan APBN pada 2025 dengan defisit sebesar 2,53 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) atau setara Rp 616 triliun. Pembiayaan defisit ini mencakup utang neto sebesar Rp 775,8 triliun dan pembiayaan nonutang sebesar minus Rp 159,7 triliun.

Strategi pembiayaan utang dilakukan melalui penerbitan global bond, pinjaman luar negeri dan dalam negeri, serta penerbitan SBN di pasar domestik.  Penerbitan SBN juga mencakup inovasi metode, seperti transaksi bilateral (bilateral buyback/debt switch) dan penawaran umum. Strategi ini dirancang untuk memberikan fleksibilitas dan mengantisipasi dinamika ekonomi global.

Kemudian yang kedua, BI mengarahkan kebijakan moneter tahun 2025 secara konsisten untuk memastikan tetap terkendalinya inflasi dalam sasaran 2,5±1 persen dan terjaganya stabilitas nilai tukar Rupiah, untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

Baca Juga  Pakar Beberkan Manfaat dan Tantangan Indonesia Bergabung dengan BRICS

BI akan terus mencermati pergerakan nilai tukar Rupiah, prospek inflasi, dan dinamika kondisi ekonomi yang berkembang, dalam memanfaatkan ruang penurunan suku bunga kebijakan lanjutan. Rencana operasi moneter tahun 2025 dilakukan untuk menjaga kecukupan likuiditas secara terukur sesuai dengan arah kebijakan moneter tersebut, dengan mempertimbangkan kebutuhan likuiditas karena kenaikan uang primer dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.

Rencana operasi moneter BI di tahun depan mencakup pembelian SBN dari pasar sekunder, dengan mempertimbangkan kebutuhan likuiditas karena kenaikan uang primer. BI juga akan memperhatikan pengaruh lalu lintas devisa, kebijakan insentif likuiditas makroprudensial (KLM), dan SBN yang jatuh tempo pada tahun 2025.

Operasi moneter pro-market Bank Indonesia juga akan terus dioptimalkan melalui instrumen moneter SRBI dengan menjadikan SBN sebagai underlying asset.

Lalu yang ketiga, pemerintah dan BI sepakat untuk melanjutkan mekanisme pertukaran SBN secara bilateral atau debt switch. Langkah ini dilakukan untuk menyeimbangkan kebutuhan fiskal pemerintah dan operasi moneter BI.

Baca Juga  Ditopang Penerimaan Pajak, Cadangan Devisa Indonesia Naik Jadi 156,1 Miliar Dolar AS pada Januari 2025

Debt switch memungkinkan penggantian SBN yang akan jatuh tempo dengan SBN berjangka waktu lebih panjang, menggunakan harga pasar yang berlaku. Mekanisme ini sebelumnya telah berhasil diterapkan pada tahun 2021 dan 2022.

Selanjutnya, Sri Mulyani dan Perry Warjiyo sepakat bahwa penerbitan dan pembelian SBN harus dilakukan secara transparan dan akuntabel. Proses ini dijalankan dengan tata kelola yang kuat, mengikuti dinamika ekonomi domestik maupun global.

Koordinasi ini akan terus dilakukan secara intensif untuk menghadapi tantangan ekonomi di masa depan, termasuk fluktuasi pasar keuangan global. Eratnya koordinasi kebijakan fiskal pemerintah dan kebijakan moneter BI yang pruden sangat penting dalam menjaga stabilitas dan mendukung pertumbuhan ekonomi nasional yang berkelanjutan.

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *