in ,

Jokowi Larang Ekspor Minyak Goreng Mulai 28 April

Kedua, menerapkan kewajiban bagi produsen memasok minyak goreng di dalam negeri atau Domestic Market Obligation (DMO) sebesar 20 persen dari total volume ekspor mereka dengan harga domestik atau Domestic Price Obligation (DPO) mulai 27 Januari lalu. Atas mekanisme itu, terbit Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 6 Tahun 2022, yang menetapkan Harga Eceran Tertinggi (HET) menjadi tiga, yaitu minyak goreng curah Rp 11.500 per liter, kemasan sederhana Rp 13.500 per liter, dan kemasan biasa Rp 14 ribu per liter.

Namun, menurut Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Oke Nurwan, kebijakan HET membuat masyarakat memanfaatkan kesempatan untuk menyerbu minyak goreng di ritel. Akibatnya, minyak goreng tetap langka.

Baca Juga  Menparekraf Ungkap 5 Strategi Pemerintah Gaet Musisi Kelas Dunia

Ketiga, akhirnya pemerintah mengeluarkan kebijakan baru untuk mencabut HET minyak goreng premium dan menyerahkan harganya ke mekanisme pasar—menaikkan HET minyak goreng curah jadi Rp 14 ribu per liter.

Setelah kebijakan itu dikeluarkan, harga minyak goreng kemasan justru melesat jadi sekitar Rp 25 ribu per liter. Hal senada pun terjadi pada minyak goreng curah. Meski HET sudah ditetapkan Rp 14 ribu per liter, tetapi saat ini harga minyak goreng curah masih di atas Rp 22 ribu per liter.

Di tengah rumitnya menyelesaikan masalah ini, Kejaksaan Agung (Kejagung) mengumumkan dugaan korupsi fasilitas pembiayaan ekspor minyak sawit mentah, (19/4). Kejagung telah menahan empat tersangka, yakni Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri (Daglu) Kementerian Perdagangan berinisial IWW, Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia berinisial MPT, General Affairs PT Musim Mas berinisial PT, dan Senior Manager Corporate Affair Permata Hijau Group (PHG) berinisial SMA. Jaksa Agung ST Burhanuddin memastikan, para tersangka ditahan berdasarkan Surat Perintah Penahanan Direktur Penyidikan Kejagung.

Baca Juga  Sri Mulyani Beberkan Langkah Pengembangan Ekonomi Hijau dan Biru

“Pengungkapan perkara diawali dengan kelangkaan minyak goreng diawal 2021. Kementerian perdagangan telah mengambil kebijakan penetapan DMO dan DPO bagi perusahaan yang ingin melakukan ekspor CPO dan turunannya serta menetapkan HET minyak goreng sawit. dalam pelaksanaannya perusahaan eksportir tidak memenuhi DMO, namun tetap memberikan persetujuan ekspor. Atas perbuatan tersebut diindikasikan dapat menimbulkan kerugian keuangan negara atau perekonomian negara. Berdasarkan laporan hasil penyidikan ditemukan alat bukti permulaan yang cukup. Kami telah memeriksa 19 orang saksi, 596 dokumen, surat terkait lainnya, serta keterangan ahli,” jelas Burhanuddin dalam konferensi pers, (19/4).

Ditulis oleh

Baca Juga  Cara Membuat Sertifikat Tanah di BPN

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *