in ,

Darmin Nasution, Penjaga Ekonomi Lintas Zaman

Darmin Nasution, Penjaga Ekonomi Lintas Zaman
FOTO: IST

Pajak.com, Jakarta – Beberapa pekan lalu, Darmin Nasution kembali tampil di publik sebagai narasumber dalam Rapat Dengar Pendapat Rancangan Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) oleh Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Dirjen Pajak periode 2006-2009 ini mengusulkan beragam gagasan untuk mengoptimalkan penerimaan pajak. Beberapa diantaranya soal usulan penghapusan tarif pajak penghasilan (PPh) final untuk sektor konstruksi dan real estate. Kebijakan itu lebih efektif ketimbang menggulirkan program pengampunan pajak alias tax amnesty jilid II.

“Saya sarankan sektor konstruksi dan real estate supaya dinormalkan saja PPh-nya, pasti akan naik (penerimaan). Walaupun dampaknya, ke biaya dan harga real estate maupun infrastruktur, tapi penerimaan justru akan naik lebih cepat jika ini dilakukan. Kalau tax amnesty, saya ingatkan bahwa persoalan seperti ini, walaupun tidak disebut tax amnesty, akan banyak sekali pengaruhnya pada compliance (kepatuhan) Wajib Pajak. Artinya, ‘oh kalau gitu pemerintah akan bikin lagi? ngapain ikut?’,” kata Darmin.

Baca Juga  Kemenkeu Satu Jateng Asistensi UMKM Lapor SPT

Semasa menjabat sebagai Dirjen Pajak, Darmin Nasution tidak memberi sektor konstruksi dan real estate tarif final. Kedua sektor itu terbukti meningkatkan penerimaan, padahal Indonesia sudah mulai terimbas krisis keuangan. Menurutnya, penerimaan pajak tahun 2008 mencapai di atas 5 persen dari target anggaran pendapatan dan belanja negara (RAPBN) perubahan, yaitu sekitar Rp 560 triliun.

Selain itu, ia mewanti-wanti pada pemerintah untuk lebih hati-hati dalam kebijakan pengawasan untuk Wajib Pajak (WP) orang pribadi (OP). Salah satunya dengan pengenaan tolok ukur atau benchmark pada PPh. Menurut Darmin, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dapat memanfaatkan seluruh data yang telah dimiliki untuk mengoptimalisasi penerimaan. Metode serupa sudah diimplementasikan oleh negara maju, seperti Amerika Serikat dan Eropa.

Baca Juga  DJP: e-SPT Tidak Bisa Digunakan untuk Lapor SPT Badan

“Misalnya dia ngaku general manager (GM) di perbankan, maka pemerintah tentukan benchmark di sana, gaji GM di bank berapa, bayar pajaknya berapa. Kalau dia di atas benchmark, ya tidak usah diperiksa, pun sudah bagus bayar pajaknya. Orang baik kok disusahin? Cara itu menurut saya sangat efektif,” kata Darmin.

Ditulis oleh

Baca Juga  Rizal Khoirudin, Menjunjung Integritas dan Membentuk Kepatuhan Wajib Pajak

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *