in ,

Siasat Pencegahan Penghindaran Pajak E-commerce di Masa Pendemi

Proses transaksi ketika calon pembeli tidak perlu lagi datang ke toko untuk membeli produk, tetapi hanya dengan menggunakan smartphone mereka sudah dapat membeli produk yang diinginkan. Kegiatan tersebut dikenal dengan istilah perdagangan secara daring atau e-commerce (Leonardo & Tjen , 2020). Perdagangan elektronik atau e-commerce merupakan bagian dari e-lifestyle yang memungkinkan transaksi jual beli dilakukan secara online dan fleksibel.

Sejak dunia sedang dilanda pandemi covid 19 yang berdampak pada pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Hal ini menyebabkan respon positif masyarakat Indonesia beralih ke transaksi jual beli melalui e-commerce. Di sektor e-commerce, InMobi mencatat bahwa tingkat belanja selama pandemi covid-19 lebih tinggi dari tingkat belanja saat liburan. “Konsumen tidak hanya berbelanja lebih banyak secara online, tetapi mereka juga membeli lebih banyak kategori,”kutip laporan InMobi yang diterima CNN Indonesia.com, Selasa (23/2) (Indonesia, 2021). Mengutip data dari GlobalWebIndex, negara Indonesia pada tahun 2019 memiliki peringkat tertinggi mengenai adopsi e-commerce , dan sebanyak 90 persen pengguna internet rata-rata berusia 16-64 tahun di Indonesia pernah melakukan pembelian produk dan jasa secara online.

McKinsey memproyeksikan pasar e-commerce Indonesia tahun 2022 akan tumbuh menjadi 55 miliar dollar AS hingga 65 miliar dollar AS ( Rp 808 triliun hingga Rp 955 triliun). “Hal itu berarti, tahun 2022 nilai pasar e-commerce akan tumbuh sebanyak delapan kali lipat dari tahun 2017 yang bernilai 8 miliar dollar AS,” sebut Mckinsey dalam laporan berjudul “The Digital Archipelago: How Online Commerce is Driving Indonesia’s Economic Development” yang dirilis Agustus 2018 (Nurfadilah, 2018).

Beberapa potensi e-commerce di Indonesia merupakan suatu keuntungan bahwa bisnis e-commerce akan memberikan kontribusi negara, terutama pengusaha perdagangan online dengan penghasilan yang tergolong besar yang berpotensi dikenakan pajak. Sebelumnya pajak e-commerce telah mejadi pembahasan hangat di masyarakat luas, melihat reaksi masyarakat dan masukan dari para pelaku e-commerce, menteri keuangan Sri Mulyani mewakili pemerintah memutuskan mencabut peraturan tersebut, yang seharusnya berlaku pada 1 April 2019. Yang berarti para pelapak e-commerce kembali ke peraturan perpajakan yang berlaku sebelumnya. Dengan mempertimbang potensi e-commerce maka rektorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mengumumkan beberapa marketplace akan memungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 10 persen kepada konsumen mulai 1 Desember 2020. Mereka adalah Bukalapak, Tokopedia, hingga Zalora.

Secara rinci perusahaan yang kini sudah berstatus sebagai pemungut PPN, yaitu Bukalapak, Tokopedia, Zalora, Blibli.com, Lazada, Valve Corporation (Steam), beIN Sports Asia Pte Limited, Cleverbridge AG Corporation, Hewlett-Packard Enterprise USA, dan Softlayer Dutch Holdings B.V. (IBM. Adanya penunjukkan tersebut secara resmi pajak e-commerce berlaku di Indonesia, dapat dikatakan jika pajak marketplace yang baru berlaku Desember 2020 ini termasuk ke dalam PMSE. Besaran pungutan PPN sesuai dalam PMK Nomor 48/PMK.03?2020, yaitu sebesar 10% dari dasar pengenaan pajak, yang merupakan nilai berupa uang yang dibayar oleh pembeli barang dan/ penerima jasa, tidak termasuk PPN yang dipungut.

Pemberlakukan pajak e-commerce ini tentunya akan memberikan dampak baik positif maupun negatif. Dampak dari segi positifnya adanya perlakuan pajak setara antara e-commerce dengan pelaku usaha konveksional, adanya konstribusi kesadaran dan tanggung jawab perpajakan yang akan meningkatkan penghasilan negara dari pajak. Selain dampak positif tentunya ada dampak negatif jika pemerintah tidak dengan tegas memberikan siasat atau strategi untuk mencegah adanya dampak tersebut yang pertama adanya kemungkinan para pelaku usaha yang awalnya bergabung dengan marketplace beralih usaha melalui media sosial, kedua karena di Indonesia marketplace ada yang sudah besar dan ada yang masih kecil, dan untuk menjadi agen penyetor tentunya akan menambah pekerjaan operasional marketplace tersebut dikhawatirkan akan membebani marketplace.

Terdapat kasus perusahaan raksasa teknologi yang menghindari pajak, mereka memilih pindah ke negara-negara surga pajak yang menerapkan pajak minimum (Karina, 2021). Sebagai contohnya Amazon, nilai profit besar yang didapatkan setiap tahunnya, tidak disangka jika Amazon memiliki ‘trik’ tersendiri untuk menghindari pembayaran pajak. Markas besar Amazon ternyata bukanlah berada di Amerika Serikat melainkan Luxemburg. Karena kantor utama bukan berada di Amerika, Amazon tidak harus membayar pajak besar disana melainkan di Luxemburg. Selain Amazon, Apple juga pernah melakukan hal yang serupa untuk menghindari pajak besar di Amerika Serikat. Perusahaan smartphone ini memiliki markas pusat yang berada di Irlandia, mengapa di Irlandia karena pembayaran pajak rendah yakni sekitar 1%. Dapat disimpulkan bahwa e-commerce memiliki potensi besar, apalagi terjadi peningkatan setiap tahunnya. Pada tahun 2019 ketika dunia sedang dilanda covid 19 masyarakat antusias berbelanja secara online, dan akan terjadi ledakan pada tahun 2022. Dengan melihat potensi tersebut akhirnya pemerintah mengeluarkan pajak e-commerce, adanya pajak tersebut dapat meningkatkan pendapatan negara dari sektor pajak , disisi lain pajak dapat memberikan dampak besar pada keseimbangan finansial. Oleh karena itu, jangan sampai kejadian trik perusahaan besar luar negeri dalam menghindari pajak terjadi di Indonesia. Untuk menghindari kejadian itu pemerintah dapat melakukan sosialisasi terhadap pengguna dan penyedia platfrom marketplace mengenai pajak e-commerce, adanya koordinasi pemerintah dengan kementrian dimana lembaga maupun platform e-commerce itu sendiri supaya mereka yang berjualan di platform e-commerce dalam negeri tidak berpindah ke platform e-commerce luar negeri, masyarakat selaku pelaku dan konsumen harus memahami kebijakan tersebut, untuk mahasiswa sebegai penerus bangsa harus peduli terhadap isu dan ikut andil dalam memberikan solusi yang dapat dijadikan pertimbangan bagi pemerintah.

Referensi:

Indonesia, C. (2021, 2 23). Netizen Indonesia Gencar Belanja Online Saat Pandemi. Retrieved Agustus 7, 2021, from CNN Indonesia Teknologi: (https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20210223113429-185-609757/netizen-indonesia-gencar-belanja-online-saat-pandemi)

Karina, D. (2021, Juni 16). Kompas TV. Retrieved Agustus 7, 2021, from Sri Mulyani Ungkap Perusahaan Digital Rela Pindah Negara Demi Hindari Pajak: https://www.kompas.tv/article/184075/sri-mulyani-ungkap-perusahaan-digital-rela-pindah-negara-demi-hindari-pajak

Leonardo, P., & Tjen , C. (2020, Januari-Juni). Penerapan Ketentuan Perpajakan pada Transaksi E-Commerce pada Platfrom Marketplace. Jurnal Pendidikan Akuntansi Dan Keuangan, VIII. Retrieved Agustus 7, 2021

Nurfadilah, P. S. (2018, September 3). McKinsey: Tahun 2022, Pasar E-Commerce Indonesia Capai Rp 955 Triliun. (E. Djumena, Editor) Retrieved Agustus 7, 2021, from Kompas.com: https://ekonomi.kompas.com/read/2018/09/03/093900726/mckinsey–tahun-2022-pasar-e-commerce-indonesia-capai-rp-955-triliun

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *