in ,

SELAMATKAN INDONESIA: PAJAK DIGITAL

Setelah hampir dua tahun berlalu, pandemi COVID-19 cukup membuat kondisi perekonomian Indonesia memprihatinkan. Berbagai kebijakan yang diterapkan untuk memutus penyebaran rantai virus COVID-19 termasuk Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) menimbulkan dampak penurunan yang signifikan terhadap aktivitas bisnis di tengah masyarakat. Penurunan aktivitas bisnis tentu saja menjadi faktor utama dalam penurunan ekonomi Indonesia bahkan hampir diseluruh negara dan penurunan aktivitas bisnis menandakan daya beli yang menurun sehingga berdampak pada pendapatan pajak yang seharusnya diterima melalui pungutan atas konsumsi masyarakat.

https://www.bps.go.id/indicator/13/1070/1/realisasi-pendapatan-negara.html

Terlihat pada grafik diatas, grafik mulai landai pada tahun 2020 yang artinya kedatangan pandemi virus COVID-19 menyebabkan penurunan perekonomian Indonesia. Dimulai dari menurunnya penerimaan pajak dari PPN dan PPnBM akibat terhambatnya aktivitas bisnis secara langsung kemudian menyebabkan penurunan penerimaan pajak secara keseluruhan hingga penurunan realisasi pendapatan negara per 2020. Selama pemberlakukan PSBB atau PPKM di Indonesia, masyarakat dilarang untuk melakukan konsumsi secara langsung seperti makan di sebuah rumah makan, menonton film di sebuah bioskop, atau sekedar belanja untuk mencukupi gaya hidup (shopping).

Sebagai dampak dari diberlakukannya peraturan tersebut, maka aktivitas jual beli barang kena pajak menurun dan menyebabkan pendapatan Pajak Pertambahan Nilai menurun. Pertanyaan saat ini adalah bagaimana masyarakat melakukan konsumsi selama pemberlakukan pembatasan tersebut? dan jawaban paling tepat untuk pertanyaan ini adalah pemanfaatan teknologi. Masyarakat memilih untuk memanfaatkan fasilitas E-Commerce untuk tetap memenuhi hasrat konsumsinya seperti menggunakan platform Shopee, Tokopedia, Netflix, dan sebagainya untuk melakukan pembelian. Pertanyaan lain, apakah ada peraturan pajak tersendiri mengenai transaksi secara elektronik?

“Selama ini, belum ada peraturan spesifik terkait transaksi perdagangan melalui sarana elektronik yang sudah sering kita gunakan. Saat kita bertransaksi dengan pelaku usaha digital luar negeri, belum ada kontribusi kepada negara secara maksimal atas transaksi yang terjadi tersebut.” Ujar Isnaningsih sebagai Pegawai Direktorat Jenderal Pajak dalam tulisannya. Maka dari itu per 1 Juli 2020 lalu pemerintah menindaklanjuti temuan tersebut dengan memberlakukan Pajak atas Transaksi Digital atau Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE). Perlakuan perpajakan ini tertuang dalam UU No. 2 Tahun 2020 Tentang Kebijakan di Bidang Perpajakan dan menurut Pasal 6 ayat 1 huruf a pengenaan Pajak Pertambahan Nilai ini dikenakan atas Barang Kena Pajak tidak berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean melalui Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE).

Baca Juga  Kanwil DJP Jaksel I Kenalkan “Core Tax” ke Lebih Dari 2.000 Wajib Pajak 

Lantas transaksi seperti apa yang menjadi sasaran PPN PMSE ini? Menurut ketentuan pajak pada PMK No. 48/2020, PPN PMSE berlaku untuk produk digital barang dan jasa luar negeri seperti produk streaming film dan music; konten audio-visual, software computer, aplikasi mobile, online games, E-book, jasa konferensi video, dan jasa computer network. Sehingga jika kita ingin berlangganan Netflix untuk mendapatkan pelayanan tayangan film berkualitas, berlangganan Spotify untuk mendapatkan siaran music secara lengkap, atau melakukan video konferensi zoom meeting secara premium maka per 1 Juli 2020 akan dilakukan pemungutan PPN sebesar 10% dari harga transaksi. Beberapa perusahaan yang sudah ditetapkan menjadi pemungut PPN PMSE antara lain Netflix International B.C., Spotify AB, Zoom Video Communications, Inc., PT Shopee International Indonesia, PT Tokopedia, PT Global Digital Niaga, dan masih banyak lagi.

Baca Juga  Insentif Pajak UMKM 0,5 Persen yang Bakal Berakhir Dinilai Perlu Diperpanjang

Tentu saja hal ini bukan serta merta upaya pemerintah untuk mempersulit kita semua dalam masa pandemi namun ini merupakan upaya pemerintah untuk melaksanakan prinsip keadilan (justice) dimana bagi masyarakat yang masih dilimpahi kemampuan ekonomi selama pandemi berlangsung diharapkan dapat berkontribusi untuk menyelamatkan perekonomian Indonesia melalui pembayaran pajak atas manfaat yang diterimanya dimana nantinya pendapatan pajak yang diterima oleh negara akan didistribusikan kembali kepada masyarakat untuk menangani pandemi COVID-19 di Indonesia. Sepintas pasti muncul pertanyaan, sebenarnya seberapa pentingkah pajak yang telah kita bayarkan bagi negara? Jawabannya adalah sangat penting.

https://www.kemenkeu.go.id/apbn2020
https://www.kemenkeu.go.id/apbn2020

Kita semua pasti sudah tidak asing lagi dengan program vaksinasi COVID-19 bukan? Ternyata dilansir dari kemenkeu.go.id untuk melakukan pengadaan vaksin tersebut dibutuhkan anggaran mencapai Rp 74 triliun. Lalu para tenaga kesehatan yang menjadi garda terdepan untuk menyelamatkan Tanah Air? Dibutuhkan sebesar Rp 3 triliun untuk pembayaran atas jasanya. Pengadaan alat kesehatan untuk penanganan kesehatan masyarakat? Membutuhkan dana mencapai Rp 15 triliun. Serta segala bentuk bantuan sosial dan subsidi semuanya membutuhkan dana. Untuk siapakah pemerintah melakukan semua ini? Tentu saja untuk masyarakat itu sendiri agar kita semua dapat beraktivitas dengan normal kembali. Kemudian dari mana semua dana yang dikeluarkan itu berasal? Jawabannya adalah juga dari masyarakat itu sendiri. Semua pengeluaran itu telah dikelola oleh pemerintah dalam APBN. APBN ditopang hampir 80% oleh penerimaan perpajakan sehingga dapat terbayang bukan jika tidak ada pajak? Kesejahteraan sosial dan ekonomi tidak akan tercapai terutama ditengah masa pandemic COVID-19. Tidak akan ada penanganan pandemic COVID-19 yang terealisasi, tidak akan ada subsidi bagi masyarakat yang terdampak pandemic COVID-19, dan kesejahteraan akan terus terancam bagik dari sisi sosial maupun ekonomi.

Baca Juga  Kurs Pajak 25 September – 1 Oktober 2024

PPN PMSE memang masih baru di mata masyarakat sehingga tujuan dari penulisan artikel ini adalah untuk memberikan informasi bagaimana pentingnya pajak digital untuk Indonesia khusunya di tengah masa pandemi dan diharapkan dapat meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap pajak dan kewajiban pajak bagi wajib pajak. Hingga saat ini, per semester I tahun 2021 pemerintah telah berhasil meningkatkan pendapatan negara Indonesia yang salah satunya didukung oleh pemasukan dari pendapatan pajak atas transaksi digital seperti yang disampaikan oleh Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat DJP Neilmaldrin Noor kepada CNBC Indonesia dalam cnbcindonesia.com “Sampai dengan tanggal 31 Maret 2021, 57 PMSE telah melakukan pemungutan dan penyetoran PPN PMSE dengan nilai Rp 1,56 triliun,”.

Sumber : Hasil Olahan Penulis

Berdasarkan data yang berhasil dihimpun oleh penulis melalui survey yang menyasar target pada mahasiswa pelaku transaksi digital, sebanyak 56 responden menyatakan bahwa mereka telah dipungut Pajak atas transaksi digital yang telah mereka lakukan. 31 diantaranya adalah transaksi dari pengguna layanan Spotify, 28 dari pengguna layanan Netflix, 12 dari pengguna layanan Youtube Music, dan sisanya pengguna layanan lain.  Hal ini menandakan bahwa Spotify AB, Netflix International B.C, dan Google LLC telah menindaklanjuti arahan pemerintah melalui UU No. 2 Tahun 2020 atas transaksi PMSE yaitu menjadi pemungut PPN PMSE. Namun masih disayangkan 17,9% responden atau sekitar 10 dari 56 responden masih menyatakan keberatan atas keputusan ini.

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *