in ,

Potensi Penerimaan Pajak E-Commerce di Masa Pandemi

Sudah hampir delapan belas bulan pandemi Covid-19 ada di Indonesia sejak pemerintah mengumumkan adanya deteksi covid di Indonesia terhitung mulai 2 Maret 2020. Selain berakibat pada kesehatan pandemi Covid-19 ini juga berakibat pada pertumbuhan Indonesia.

Upaya Penanganan Covid terus dilakukan di Indonesia beberapa kebijakan pemerintah dibuat dan disetujui bersama, Awal April 2020 pemerintah mengumumkan kebijakan penerapan Pembatasan Sosial Bersekala Besar (PSBB). PSBB ternyata cukup membawa pengaruh negatif terhadap kinerja perekonomian. Pada kuartal II 2020, perekonomian terkontraksi hingga minus 5,32%, kontraksi ini terjadi karena saat penerapan PSBB semau aktivitas perekonomian terhenti bahkan terjadi PHK di beberapa perusahaan besar yang tidak sanggup memberikan gaji kepada karyawan sehingga dapat diperkirakan angka pengangguran dan kemisikinan meningkat.

Adanya beberapa kebijakan pemerintah mulai dari Lockdown, Work From Home, PSBB, dan PPKM mengakibatkan beberapa aktivitas masyarakat harus berahli kepada teknologi. Selain bekerja dari rumah jumlah mal, toko dan restoran juga harus mengurangi jam operasional sesuai degan kebijakan pemerintah sehingga beberapa dari mereka berinisiatif untuk membuka Marketplace untuk usaha mereka. Kebijakan dan inisitif masyarakat  tersebut cukup memberikan dampak yang signifikan terhadap penerimaan pajak Negara. Beberapa sektor usaha mengalami sejumlah permintaan yang sangat melonjak pada saat pandemi yaitu pertanian, E-coomerce, Teknologi informasi dan Komunikasi dan Kesehatan.

Larangan berkerumuan dan solusi Stay at Home membuat masyarakat mau tidak mau kehilangan waktunya untuk belanja secara Offline sehingga berahli menjadi belanja secara Online. Namun, sebelum Pandemi masyarakat sudah cukup banyak lebih memilih belanja secara online dibanding secara offline karena masyarakat merasa belanja pada E-commerce lebih hemat tenaga dan waktu.

E-Commerce adalah pembayaran, pembelian, penjualan, pemasaran barang dan jasa melalui sistem yang modern yaitu elektronik seperti pada internet atau televisi, www, atau jaringan komputer lainnya. E-commerce dapat melibatkan transfer elektronik dana, pertukaran data elektronik, sistem manajemen inventori otomatis, dan sistem pengumpulan data otomatis.

Sebelum Pandemi E-commerce sangat dinikmati oleh masyarakat Indonesia, E-Commerce merupakan salah satu pendorong utama yang menjadikan Indonesia sebagai Negara dengan nilai ekonomi digital terbesar Asia Tenggara mencapai $40 milliar padan tahun 2019.

Di dalam Pasal 6 Perpu Nomor 1 Tahun 2020 dijelaskan aturan mengenai perlakuan perpajakan dalam kegiatan Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE), yaitu berupa kewajiban pengenaan PPN dan pengenaan Pajak Penghasilan (PPh) atau pajak transaksi elektronik atas kegiatan PMSE yang dilakukan oleh subjek pajak luar negeri yang memenuhi ketentuan kehadiran ekonomi signifikan.

Pihak-pihak yang memiliki kewajiban pengenaan PPN adalah subjek pajak luar negeri antara lain pedagang luar negeri, penyedia jasa luar negeri, Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PPMSE) luar negeri, dan/atau PPMSE dalam negeri yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan. Contoh dari PPMSE adalah online marketplace luar negeri seperti Amazon dan Alibaba serta online marketplace dalam negeri seperti Tokopedia, Bukalapak, Lazada, dan sejenisnya.

Untuk pengenaan tarif PPN mengikuti tarif yang ada di dalam UU PPN yang berlaku, yaitu 10% dari Dasar Pengenaan Pajak. Sedangkan pintu masuk untuk pengenaan pajak penghasilan kepada subjek pajak luar negeri adalah adanya kehadiran ekonomi signifikan.

Sebelumnya platform – platform ini tidak dikenakan pajak di Indonesia, Namun, hal ini berubah karena adanya regulasi baru apabila platform tersebut menjual dan memneuhi kriteria maka dikenakan tariff pajak yang telah berlaku.

Regulasi baru ini perlu diterapkan secara efektif mengigat masyarakat Indonesia merupakan masyarakat konsumtif pengguna platffrom media sosial internasional seperti Facebook dan Twitter, serta situs streaming seperti Netflix dan Spotify. Begitu juga dengan Zoom sejak awal Maret semakin populer akibat dari kebijakan bekerja dari rumah.

Menurut Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran, Filianingsih Hendarta, transaksi pembelian lewat e-commerce meningkat 18,1% menjadi 98,3 juta transaksi dan total nilai transaksinya meningkat 9,9% menjadi Rp 20,7 triliun.

“Peningkatan transaksi terbesar adalah kebutuhan primer, dalam hal ini makanan dan minuman yang meningkat 59%, perlengkapan sekolah meningkat 34%, dan personal care dalam hal ini hand sanitizer dan masker meningkat 29%,” jelas Fili via video conference, Kamis (30/4).

“Perusahaan mencatat kenaikan transaksi pada platform e-commerce serta bertambahnya pengguna baru karena adanya pergeseran model bisnis UMKM dan perubahan perilaku konsumsi,” ujar Fajrin Rasyid, Co-founder dan President Director Bukalapak dikutip dari siaran persnya.

Blibli mengungkapkan bahwa penjualan produk sembako, pembersih, sanitasi, masker kesehatan, dan vitamin mengalami peningkatan selama beberapa minggu terakhir. Perusahaan e-commerce tersebut juga meningkatkan peningkatan permintaan terhadap peralatan memasak, video game, dan peralatan olahraga karena masyarakat Indonesia menyesuaikan diri untuk waktu di rumah.

Peraturan pemerintah terkait Pajak untuk E-commerce dapat dipredeksi dapat dipresikai tembus Rp 395 trilun pada tahun 2021 oleh Bank Indonesia. Namun, banyak dari penjual UMKM yang bertrasnsisi kepada E-commerce kurang sadar akan pentingnya pajak bagi pertumbuhan nasional, oleh sebab itu pemerintah diharapkan melakukan pergerakan sosialisai untuk para pedagang E-Commerce.

Sumber :

https://www.pajak.go.id/id/artikel/membedah-pajak-atas-transaksi-digital

https://amp-kontan-co-id.cdn.ampproject.org/v/s/amp.kontan.co.id/news/bi-catat-jumlah-transaksi-e-commerce-selama-wabah-corona-tumbuh-signifikan.

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *