in ,

PENGENAAN PAJAK ATAS PELAKU USAHA MIKRO, KECIL, MENGENAH (UMKM)

LATAR BELAKANG

Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

(Mardiasmo, 2018:1). Pajak terbagi menjadi beberapa jenis, salah satunya adalah pajak penghasilan pasal 4 ayat 2 atau PPh yang bersifat final. PPh pasal 4 ayat 2 adalah pajak yang dikenakan pada wajib pajak badan maupun wajib pajak pribadi atas beberapa jenis penghasilan yang mereka dapatkan dan pemotongan pajaknya bersifat final. Salah satu contoh usaha yang dikenakan PPh final adalah Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).

Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) sendiri dalam perkembangannya mengalami peningkatan yang sangat pesat dari tahun ke tahun. Tidak hanya di kota-kota besar, namun juga hampir seluruh kota di pelosok nusantara. Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dalam praktiknya merupakan kegiatan usaha yang mampu dan dapat berperan dalam proses pemerataan dan peningkatan pendapatan masyarakat, serta mendorong pertumbuhan ekonomi. Pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) mampu menghasilkan berbagai jenis produk usaha dan menjadi salah satu terobosan yang bagus dalam meningkatkan pertumbuhan perekonomian baik untuk masyarakat pelaku usaha itu sendiri maupun untuk negara. Semakin pesatnya pertumbuhan para pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dalam mengembangkan usahanya diharapkan mampu untuk membuka banyak lapangan pekerjaan dan mengurangi tingkat pengangguran yang terus bertambah.

Menurut Tambunan (2017:1) Pengertian Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) adalah unit usaha produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha di semua sektor ekonomi. Pada prinsipnya, pembedaan antara usaha mikro (UMI), usaha kecil (UK), dan usaha besar (UB) pada umumnya didasarkan pada nilai aset awal (tidak termasuk tanah dan bangunan), omset rata-rata per tahun, atau jumlah pekerja tetap.

Pemerintah sendiri telah membuat kebijakan baru dalam perlakuan khusus pajak penghasilan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yaitu menetapkan dengan tarif perpajakan yang lebih rendah sehingga dapat memberikan harapan dan pengaruh dalam pertumbuhannya Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Kebijakan perpajakan ini diatur dalam PP Nomor 23 Tahun 2018 sebesar 0,5% yang berlaku mulai pada tanggal 1 Juli 2018 menggantikan peraturan lama yaitu PP Nomor 46 tahun 2013 sebesar 1% dari penghasilan Bruto. PP Nomor 23 tahun 2018 mengatur tarif pajak bagi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang memiliki Omset tidak melebihi Rp 4,8 Milyar dalam satu tahun masa pajak, dengan tarif pajak hanya sebesar 0,5% dari penghasilan Bruto. PP Nomor 23 tahun 2018 di harapkan untuk dapat meningkatkan kepatuhan para wajib pajak dan bertujuan untuk memudahkan wajib pajak untuk menyetor, menghitung, serta melaporkan kewajiban pajaknya.

Beberapa Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang bergerak dalam bidang usaha yang berbeda seperti UMKM yang bergerak dalam bidang pembuatan tahu, UMKM yang bergerak dalam bidang pembuatan tempe, UMKM yang bergerak dalam bidang material bahan bangunan, UMKM yang bergerak dalam bidang ATK dan fotocopy dan UMKM yang bergerak dalam bidang penjahit. Adalah 5 contoh Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang memilik pendapat yang berbeda-beda Mengenai PP Nomor 23 Tahun 2018 tentang pajak penghasilan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Sebagian di antara mereka menganggap bahwa pengenaan tarif pajak lama yang bersifat final sebesar 1% dinilai cukup memberatkan dan kadang sering dikeluhkan mereka. Akankah dengan diterbitkannya PP Nomor 23 Tahun 2018 sebesar 0,5% dari penghasilan bruto, beberapa Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang bergerak dalam bidang usaha yang berbeda seperti UMKM yang bergerak dalam bidang pembuatan tahu, UMKM yang bergerak dalam bidang pembuatan tempe, UMKM yang bergerak dalam bidang material bahan bangunan, UMKM yang bergerak dalam bidang ATK dan fotocopy dan UMKM yang bergerak dalam bidang penjahit. Merasakan manfaat dari penurunan tarif pajak baru dan diharapkan memberikan keringan pajak dan menambah kepatuhan bagi para pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) tersebut. Oleh karena itu, diperlukan penelitian untuk mengetahui bagaimana penerapan dari PP Nomor 23 Tahun 2018.

Pengertian Pajak UMKM

Pajak UMKM merupakan pajak yang dibebankan kepada pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM). Sama seperti pajak lainnya, sifat pajak itu sendiri mengikat dan memaksa. Oleh sebab jenis pajak ini bersifat memaksa dan mengikat para pelaku UMKM.

Walaupun bersifat memaksa dan mengikat, tarif pajak yang ditetapkan pada pengusaha UMKM akan disesuaikan dengan kapasitas usahanya. Oleh sebab itu, jangan khawatir akan merasa diberatkan dengan pemberlakuan pajak ini. Esensi adanya pajak itu sendiri dimaksudkan agar pembangunan negara bisa terwujud, karena negara memiliki pendapatan negara yang menunjang. Dengan demikian , sebagai pengusaha UMKM tentunya ingin pembangunan di segala bidang, karena para pengusaha itu pun akan merasakan manfaatnya.

Dasar Hukum Pajak UMKM

Pemerintah memberikan pengaturan tentang pajak, khususnya pajak untuk UMKM karena berdasarkan kepada dasar hukum yang melandasi ketentuan tersebut. Itulah sebabnya, pemerintah memiliki kekuatan hukum atas dasar pengenaan pajak ini. Dasar hukum yang melandasinya yaitu:

Undang-Undang  No. 6 Tahun 1983 yang telah diubah terakhir dengan UU No. 16 Tahun 2009 Tentang Ketentuan Umum Perpajakan.

Dasar hukum pengenaan pajak khusus UMKM mengacu pada Undang-Undang Nomor 16 tahun 2009, dimana Undang-Undang ini menyempurnakan Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 yang berisi tentang pemberlakuan pajak untuk UMKM. Dengan demikian, pemerintah memiliki kekuatan hukum atas dasar pengenaan pajak ini.

Undang-Undang No. 7 Tahun 1983 yang telah disempurnakan dan diubah terakhir dengan Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 yang berisi tentang Pajak Penghasilan.

Pajak penghasilan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang perpajakan No. 36 tahun 2008 serta menyempurnakan Undang-Undang Nomor 7 tahun 1983 yang mengatur tentang pajak penghasilan dari pendapatan UMKM. Dari peraturan Undang-Undang tersebut terlahir besaran tarif pajak yang berlaku.

Peraturan Pemerintah yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 yang telah diubah dan disempurnakan  dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 yang berisi tentang Pajak Pertambahan Nilai.

Semua komoditi usaha bagi para pelaku UMKM akan diatur dalam pajak pertambahan nilai. Dengan demikian, tidak hanya sebatas penghasilan dan omzetnya saja yang akan dikenakan pajak, tetapi juga komoditi barangnya. Peraturan pemerintah ini hanya sebagai landasan hukum semata.

Undang-Undang Nomor 20/2008 Tentang Usaha Mikro Kecil Dan Menengah.

Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini yang berisi tentang usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) maka pemerintah pun menetapkan tarif pajak untuk usaha UMKM tersebut, dengan tujuan pembangunan fasilitas negara tentunya akan lebih mengembangkannya.

Pemerintah tidak akan mengeluarkan kebijakan tanpa ada sumber hukum yang melandasinya, sekalipun untuk urusan pajak ini bersifat memaksa dan mengikat. Oleh sebab itu, dasar-dasar hukum tersebut dijadikan acuan oleh Pemerintah untuk menetapkan pajak untuk UMKM.

Kriteria UMKM

Kriteria atau klasifikasi UMKM tertuang dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro Kecil Menengah. Menurut Undang-Undang tersebut, kriteria UMKM bisa dibedakan dari jumlah aset dan total omzet penjualan selama satu tahun.

Sedangkan menurut Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah karyawan juga menjadi variabel penentu kriteria UMKM. Di Indonesia, terdapat empat kriteria UMKM. Empat kriteria tersebut adalah Usaha Besar, Usaha Menengah, Usaha Kecil, da Usaha Mikro.

Kategori Usaha Mikro/Industri Rumah Tangga

Usaha Mikro adalah usaha produktif yang dijalankan secara perorangan dan atau suatu badan yang memenuhi persyaratan berikut ini:

Memiliki karyawan kurang dari 4 orang.

Aset (kekayaan bersih) hingga Rp50 Juta per tahun.

Omzet penjualan tahunan hingga 300 Juta per tahun.

Kategori Usaha Kecil

Usaha Kecil memiliki definisi yang hampir mirip dengan Usaha Mikro. Namun perbedaannya adalah Usaha Kecil bukan merupakan anak perusahaan atau cabang dari suatu induk perusahaan. Dan Usaha Kecil tidak dikuasai atau menjadi bagian baik secara langsung maupun tidak langsung dari jenis Usaha Menengah atau Usaha Besar. Berikut kriteria dari Usaha Kecil:

Memiliki karyawan lebih dari 5 orang dan kurang dari 19 orang.

Aset (kekayaan bersih) dari Rp50 Juta hingga Rp500 Juta.

Omzet penjualan tahunan dari Rp300 Juta hingga Rp2,5 Miliar

Kategori Usaha Menengah

Usaha Menengah adalah usaha yang dijalankan baik oleh perorangan maupun badan yang memiliki persyaratan sebagai berikut:

Memiliki karyawan lebih dari 20 hingga 99 orang.

Aset (kekayaan bersih) antara Rp500 Juta hingga Rp10 Miliar.

Omzet penjualan tahunan antara Rp2,5 Miliar hingga Rp50 Miliar.

Kategori Usaha Besar

Usaha Besar adalah jenis usaha ekonomi produktif yang paling tinggi diantara kriteria usaha sebelumnya. Jenis usaha ini biasanya merupakan perusahaan go-public, Badan Usaha Milik Negara atau Swasta yang yang melakukan kegiatan ekonomi di Indonesia. Berikut kriteria dari Usaha Besar:

Memiliki karyawan lebih dari 100 orang.

Aset (kekayaan bersih) lebih dari Rp10 Miliar.

Omzet penjualan tahunan lebih dari Rp50 Miliar.

Pajak Khusus Untuk UKM/UMKM

Berdasarkan UU No. 36 tahun 2008 pasal 2 tentang Pajak Penghasilan (PPh) bahwa setiap orang pribadi, orang pribadi yang memiliki warisan belum terbagi, badan, dan bentuk usaha tetap dikenakan PPh. Pada saat Anda mendaftarkan perusahaan atau badan di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat usaha Anda berdomisili, maka Anda akan mendapatkan SKT atau Surat Keterangan Terdaftar.

Di SKT tersebut akan termuat pajak-pajak apa saja yang harus Anda bayarkan. Pajak-pajak tersebut adalah PPh pasal 15, 19, 21, 22, 23, 26, 29, 4 ayat 2, dan PPN. Pengenaan Pajak-Pajak tersebut tergantung pada jenis bisnis dan transaksi yang Anda lakukan dan jumlah omzet usaha Anda dalam setahun.

Namun teruntuk UMKM, sekurang-kurangnya Anda perlu membayar pajak-pajak berikut:

Pajak Penghasilan Pasal 4 Ayat 2 atau PPh Final (untuk sewa gedung atau kantor, omzet penjualan, dan lainnya)

PPh Pasal 21* (untuk penghasilan karyawan)

PPh Pasal 23* (jika ada transaksi pembelian jasa)

Tarif Pajak PPh Final Khusus UMKM

Ada perbedaan pengenaan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) dalam penghitungan PPh. Bila karyawan UMKM memiliki gaji per bulan kurang dari Rp32 Juta per tahun, maka pajak yang dikenakan kepada pengusaha atau badan adalah PPh Final. PPh Final merupakan istilah atau nama lain dari PPh Pasal 4 ayat 2. Terdapat berbagai macam objek PPh Final, seperti untuk sewa bangunan, jasa konstruksi, pajak atas obligasi, pajak atas peredaran bruto (omzet) usaha, dan lainnya.

Menurut Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 2013, PPh Final untuk pajak UKM adalah pajak atas penghasilan (omzet) dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak. PPh Final khusus dikenakan pada Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto atau omzet di bawah Rp4,8 Miliar dalam setahun.

Namun pada tanggal 1 Juli 2018, pemerintah mengeluarkan PP Nomor 23 Tahun 2018 mengenai tarif baru teruntuk PPh Final UMKM. Tarif PPh Final yang awalnya dikenakan sejumlah 1% dipangkas menjadi hanya 0,5% dengan ketentuan sebagai berikut:

Wajib Pajak Orang Pribadi bisa menikmati tarif PPh Final 0,5% dalam jangka waktu 7 tahun.

Untuk WP Badan seperti Koperasi, Persekutuan Komanditer (CV), dan Firma hanya bisa menikmati tarif PPh Final 0,5% dalam jangka waktu 4 tahun.

Sedangkan untuk WP Perseroan Terbatas (PT), hanya bisa menikmati tarif PPh Final 0,5% dalam jangka waktu 3 tahun.

Cara Menghitung PPh Final

Sederhananya, semua transaksi penjualan per bulan bisnis Anda harus dijumlahkan terlebih dahulu dan dikalikan 0,5%. Pada tanggal 15 bulan berikutnya, Anda harus membayar PPh Final ke kas negara. Setelah membayarnya, Anda akan mendapatkan bukti bayar pajak atau NTPN (Nomor Transaksi Penerimaan Negara).

Sebagai contoh, Tuan Agus sebagai WP Orang Pribadi memiliki omzet usaha per bulan sebesar Rp20.000.000 di bulan Agustus 2018. Maka pada tanggal 15 September 2018, Tuan Agus wajib menyetorkan PPh Final terutang sebesar Rp100.000 (Rp20.000.000 x 0,5%).

Kesimpulannya, pajak untuk UMKM merupakan salah satu pajak yang harus dibayar oleh pengusaha UMKM untuk pembangunan negara. Dari pembangunan tersebut akan melancarkan aktivitas usaha yang dilakukannya. Dengan demikian, adanya take and give antara Pemerintah dengan pelaku bisnis UMKM.

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *