in ,

Mengenal Istilah Amortisasi dalam Dunia Perpajakan

Mengenal Istilah Amortisasi dalam Dunia Perpajakan
FOTO: IST

Pernah mendengar istilah amortisasi? Mungkin sebagian dari kita masih merasa asing dengan istilah tersebut. Dalam dunia perpajakan, kita akan menemukan istilah amortisasi. Untuk pengertiannya sendiri, amortisasi adalah segala pengeluaran untuk harta tak berwujud meliputi perolehan, hingga biaya perpanjangan hak guna usaha, hak pakai dan muhibah dengan masa manfaat harta lebih dari satu tahun. Perhitungan amortisasi ini dapat dimulai pada bulan pertama dilakukannya pengeluaran, kecuali bidang tertentu yang akan diatur tersendiri.

Harta tak berwujud adalah aset yang dimiliki suatu perusahaan namun tidak berupa fisik. Diantara harta tak berwujud adalah hak paten, merek dagang, goodwill, hak cipta dan sebagainya. Hak paten adalah hak yang bersifat eksklusif yang diberikan atas suatu hasil penemuan. Merk dagang adalah suatu brand, logo ataupun lambang milik suatu perusahaan maupun perseorangan. Goodwill adalah selisih penjualan yang lebih dibandingkan perusahaan lain. Hak cipta adalah hak untuk mengkomersialkan suatu karya seni maupun karya intelektual.

Peraturan untuk amortisasi sudah ada dalam undang-undang mengenai pajak penghasilan yang telah mengalami beberapa kali perubahan. Perubahan yang terbaru adalah Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan yaitu Undang-Undang nomor 7 tahun 2021. Penambahan atau perubahan aturan terkait amortisasi dalam undang-undang HPP ini terdapat pada BAB III tentang Pajak Penghasilan. Diantaranya yaitu pasal 11A ayat 2a yang berbunyi :

Baca Juga  Mengenal Tobin Tax: Definisi, Tujuan, dan Tantangan Penerapannya

“Apabila harta tak berwujud sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mempunyai masa manfaat melebihi 20 (dua puluh) tahun, amortisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan masa manfaat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) untuk harta tak berwujud kelompok 4 atau sesuai dengan masa manfaat yang sebenarnya berdasarkan pembukuan Wajib Pajak.”

Ayat tersebut mengatur mengenai amortisasi harta tak berwujud yang memiliki masa manfaat diatas 20 tahun. Kelompok harta tak berwujud sendiri dibagi menjadi 4, yaitu kelompok 1 dengan masa manfaat 4 tahun tarif amortisasi lewat metode garis lurus adalah 25% sedangkan jika menggunakan metode saldo menurun adalah 50%. Untuk kelompok 2 dengan masa manfaat 8 tahun tarif amortisasi lewat metode garis lurus ditetapkan 12,5% dan 25% menggunakan metode saldo menurun. Pada kelompok 3 dengan masa manfaat 16 tahun tarif amortisasi lewat metode garis lurus yaitu 6,25% dan 12,5% jika menggunakan metode saldo menurun. Terakhir untuk kelompok 4 dengan masa manfaat 20 tahun tarif amortisasi 5% lewat metode garis lurus dan 10% untuk metode saldo menurun. Tarif kelompok amortisasi ini sudah diatur dalam pasal 11A ayat 2.

Baca Juga  Kemenkeu Satu Jateng Asistensi UMKM Lapor SPT

Jadi maksud dari pasal 11A ayat 2a adalah harta tak berwujud dengan masa manfaat diatas 20 tahun, maka di golongkan kedalam kelompok 4. Hal itu berarti jika penghitungannya menggunakan metode garis lurus maka tarifnya 5% dan jika menggunakan metode saldo menurun maka tarifnya 10%. Kedua metode tersebut, yaitu metode saldo menurun dan metode garis lurus memiliki perbedaan tarif, hal tersebut karena keduanya memiliki perbedaan. Metode garis lurus (straight-line method), yaitu cara penghitungan bagian yang besarnya sama. Sedangkan metode saldo menurun digunakan untuk menghitung bagian dengan cara menurun atau penyusutan. Kedua metode tersebut adalah metode perhitungan amortisasi yang diperbolehkan menurut undang-undang.

Pengelompokkan tarif amortisasi dalam Undang-undang tersebut hanya terdiri dari 4, walaupun begitu, bukan berarti harta tak berwujud yang masa manfaatnya tidak tercantum dalam kelompok tidak perlu di amortisasi. Namun sesuai dengan penjelasan Undang-Undangnya, “.. untuk harta tak berwujud yang masa manfaatnya tidak tercantum pada kelompok masa manfaat yang ada, maka wajib pajak menggunakan masa manfaat yang terdekat. Misalnya harta tak berwujud dengan masa manfaat sebenarnya 6 (enam) tahun dapat menggunakan kelompok masa manfaat 4 (empat) tahun atau 8 (delapan) tahun. Dalam hal masa manfaat yang sebenarnya 5 (lima) tahun, maka harta tak berwujud tersebut diamortisasi dengan menggunakan kelompok masa manfaat 4 (empat) tahun.”

Baca Juga  3 Kanwil DJP Jatim Temui Pangdam V/Brawijaya, Bahas Implementasi “Core Tax”

Untuk amortisasi harta tak berwujud dengan masa manfaat lebih dari 1 tahun dalam bidang pertambangan minyak dan gas bumi, tidak menggunakan metode saldo menurun maupun garis lurus, namun menggunakan metode satuan produksi. Hal ini diatur pada pasal 11A ayat 4.

Lalu bagaimana dengan harta yang masa manfaatnya tidak lebih dari setahun? Untuk hal ini terdapat dalam penjelasan Undang-Undang HPP pasal 6 ayat 1 yaitu bahwa “… Beban yang mempunyai manfaat tidak lebih dari satu tahun merupakan biaya pada tahun yang bersangkutan misalnya gaji, biaya administrasi dan bunga dan biaya rutin pengolahan limbah..” jadi tidak perlu dilakukan penghitungan amortisasi ataupun penyusutan.

Sumber Gambar:

Amortisasi Harta Tidak Berwujud

Refrensi:
https://kamus.tokopedia.com/a/amortisasi/

Apa itu Penyusutan Fiskal dan Amortisasi?


https://konsultanku.co.id/blog/amortisasi-pajak-harta-tak-berwujud-dan-metode-perhitungannya
https://www.pajak.go.id/id/penyusutan-dan-amortisasi
Undang-Undang nomor 7 tahun 2021

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *