in ,

“Tax Holiday” untuk Investor Mobil Listrik

“Tax Holiday” untuk Investor Mobil Listrik
FOTO : IST

Pajak.com, Jakarta – Pemerintah menawarkan fasilitas tax holiday 10 tahun kepada investor mobil listrik (battery electric vehicle/BEV) yang menanamkan modal di Indonesia minimum Rp 5 triliun. Pemberian fasilitas itu diberikan karena industri mobil listrik merupakan salah satu industri pionir.

Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo menjelaskan, ketentuan tax holiday tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 150/2018. Beleid itu menerangkan, investasi minimum Rp 100 miliar sampai Rp 500 miliar akan memperoleh pengurangan pajak penghasilan (PPh) sebesar 50 persen atau mini tax holiday. Sementara untuk investasi dengan nominal di atas Rp 500 miliar akan memperoleh pembebasan PPh badan 100 persen selama 5 sampai dengan 20 tahun.

“Apabila memenuhi kriteria investasi Rp 5 triliun, dapat diberi tax holiday 10 tahun,” jelas Suryo, dalam rapat kerja bersama Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Baca Juga  Pemerintah Inggris Pangkas Pajak Asuransi untuk Kelas Pekerja

Suryo menjelaskan, pemerintah memiliki beberapa alasan dalam memberikan insentif. Pertama, batas minimal penanaman modal Rp 5 triliun dinilai pemerintah mampu mendorong

ekonomi dan menyerap tenaga kerja. Kedua, nilai investasi Rp 5 triliun menetapkan disinsentif untuk produk kompetitor. Seperti diketahui, pemerintah menjadikan plug-in hybrid electric vehicle (PHEV) dan mobil hybrid sebagai kompetitor utama mobil listrik.

Untuk itu, menurut Suryo, pemerintah mengamendemen Peraturan Pemerintah (PP) No. 73/2019 untuk menaikkan tarif Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) pada mobil hybrid. Namun, pemerintah memastikan amendemen itu tidak akan mengubah tarif PPnBM pada BEV dari regulasi yang ditetapkan, sebesar nol persen.

Suryo lantas menjelaskan, pemerintah merancang dua skema tarif PPnBM pada PHEV dan mobil hybrid. Pertama, tarif PPnBM pada PHEV akan naik menjadi 5 persen, sedangkan full-hybrid (Pasal 26) akan naik dari 2 pesen menjadi 6 persen; dan full-hybrid (Pasal 27) naik dari 5 pesen menjadi 7 pesen.

Baca Juga  SPT Badan Wajib Melampirkan Laporan Keuangan yang Telah Diaudit?

Sementara itu, tarif PPnBM full-hybrid (Pasal 28) tetap 8 persen; mild-hybrid (Pasal 29) 8 persen; mild-hybrid (Pasal 30) 10 persen; dan mild-hybrid (Pasal 31) 12 persen. Pemerintah membuat tarif PPnBM mobil hybrid secara progresif karena emisi gas buangnya juga makin besar ketimbang BEV.

Kedua, tarif PPnBM PHEV akan naik menjadi 8 persen; sedangkan pada mobil hybrid yang tarifnya 6 persen, 7 persen, dan 8 persen akan naik menjadi 10 persen, 11 persen, dan 12 persen. Demikian pula pada mild hybrid yang tarif PPnBM sebesar 8 persen, 10 persen, 12 persen, akan naik menjadi 12 persen, 13 persen, dan 14 persen.

Suryo menjelaskan, PPnBM mobil hybrid akan beralih ke skema dua dengan tarif yang lebih progresif, tetapi syaratnya jika investor mobil listrik telah merealisasikan penanaman modal minimal Rp 5 triliun dan memproduksi mobil secara komersial.

Baca Juga  SPT Tahunan Badan: Ketentuan, Jenis Pajak, dan Tahapan Pengisian

“Jadi batasan Rp 5 triliun itu untuk menentukan skema 1 atau skema 2 yang akan diterapkan, dengan dua perbedaan tarif yang berbeda jauh di antara skema tersebut,” tambah Suryo.

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *