Keyakinan pemerintah ini salah satunya berkaca pada penerimaan pajak hingga semester I-2022, yang tumbuh 55,7 persen dari target atau mencapai Rp 868,3 triliun. Hal ini berbanding jauh bila dibandingkan dengan pertumbuhan penerimaan pajak semester I-2021 yang hanya mencapai 4,9 persen.
Sri Mulyani mengungkapkan, meroketnya pertumbuhan itu dipengaruhi antara lain karena adanya peningkatan transaksi ekonomi, dampak implementasi Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan seperti Program Pengungkapan Sukarela (PPS), peningkatan harga komoditas, serta low-based effect realisasi semester I-2021.
“Kalau pajak barangkali bisa dianggap bahwa tahun lalu based-nya rendah, sehingga lonjakan tahun ini bisa menggambarkan low-based effect,” imbuhnya.
Jika dirinci, seluruh jenis pajak utama mencatat pertumbuhan yang menggembirakan alias double digit. Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21, misalnya, tercatat melonjak 19 persen dibandingkan pertumbuhan tahun lalu yang masih terkontraksi.
“Ini artinya, pertumbuhan ekonomi di 2021 sampai semester I belum meng-create atau menciptakan penambahan dari sisi penerimaan karyawan. Tahun ini pemulihan ekonomi semester I sudah memberikan tambahan pendapatan terhadap karyawan, sehingga pajak yang dibayarkan oleh karyawan (PPh 21) melonjak 19 persen,” ucapnya.
Comments