Kedua, penerapan pajak karbon ini akan menambah beban perusahaan, sehingga bisa mempengaruhi harga emiten saham, apalagi jika saat itu keadaan perusahaan saat itu sedang tidak baik (Dustin Dana Pramitha, 2021).
Yang menjadi subjek pajak karbon ini adalah orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan yang menghasilkan karbon dan/atau membeli barang yang mengandung karbon. Tarif yang disepakati adalah Rp 30 per kilogram karbon dioksida ekuivalen (CO2e) atau Rp 30.000 atau kurang dari US$ 3 per ton CO2e. Menurut Sri Mulyani, angka ini tergolong rendah jika dibandingkan dengan tarif yang disarankan Konvensi Rangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim, yaitu US$ 125 per ton CO2e.
Kanada juga menerapkan tarif pajak karbon sebesar US$ 4 per ton CO2e. Penerapan pajak karbon di negara maju seperti Kanada ini juga memicu pro dan kontra. Bahkan Perdana Menterinya hampir kalah dalam pemilihan umum. Oleh karena itu, memang sangat tepat jika pajak karbon dilakukan secara bertahap, tidak agresif. Hal ini tentunya sangat tepat sebagai upaya pengurangan emisi. Namun, perlu dipertimbangkan juga agar masyarakat dan pelaku usaha tidak kesulitan.
* Penulis Adalah Mahasiswi Universitas Sumatera Utara, Fakultas: Ilmu Sosial-Ilmu Politik, Jurusan: Administrasi Perpajakan, Angkatan: 2019
* Informasi yang disampaikan dalam Artikel ini Sepenuhnya merupakan Tanggung Jawab Penulis
Comments