Januari lalu, Ghozali Everyday ramai dibicarakan karena menjual foto selfie yang diambil setiap hari mulai dari tahun 2017 sampai 2021 dan berhasil mendapat total miliaran rupiah dari hasil penjualannya. Ghozali menjual foto-foto selfie tersebut dalam bentuk Non-fungiable Token (NFT) di OpenSea. Lalu apakah hasil penjualan NFT dikenakan pajak atau tidak? yuk, kita cari tahu.
Apa itu NFT?
Non-Fungible Token (NFT) ada sejak 2014. Dikutip dari Zipmex.com, NFT adalah aset digital yang mewakili objek, seperti karya seni lukisan, musik, video, foto, dan karya seni lainnya, yang dijual-belikan secara online dan biasanya menggunakan mata uang kripto. NFT menggunakan buku besar berbasis teknologi blockchain. Dengan teknologi ini, setiap karya NFT akan diberikan sertifikat yang menunjukkan keaslian dan menjadi bukti kepemilikan dari karya tersebut.
Akibat ramainya dibicarakan, Direktorat Jenderal Pajak mengingatkan Ghozali agar tidak lupa melakukan kewajiban perpajakannya. Lalu, apakah hasil penjualan NFT Ghozali dapat dikenakan pajak? Jenis pajak apa yang akan dikenakan? Undang-undang apa yang mengatur?
Dasar Pengenaan Pajak atas Hasil Penjualan NFT
Untuk saat ini, Ghozali dapat dikenakan Pajak Penghasilan (PPh) atas hasil penjualan NFT-nya jika sudah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Dasar hukum pengenaan pajak tersebut tertulis dalam Undang-undang Pajak Penghasilan Pasal 4, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dari manapun asalnya yang dapat dipergunakan untuk konsumsi atau menambah kekayaan Wajib Pajak tersebut akan dikenakan pajak.
Jika Ghozali belum memiliki NPWP, maka menurut Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 2 Ayat (2), Ghozali wajib mendaftarkan dirinya sebagai Wajib Pajak karena telah memenuhi ketentuan subjektif, yaitu memperoleh penghasilan melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Batasan PTKP yang dapat dikenakan adalah Rp 54 juta per tahun atau Rp 4,5 juta per bulan.
Kendala dalam pengenaan pajak atas hasil penjualan NFT
Melihat dari case ini, sudah saatnya pemerintah Indonesia mengatur kembali UU pengenaan pajak, salah satunya untuk hasil penjualan aset digital seperti NFT. Pengenaan pajak atas hasil penjualan NFT ini masih bersifat self-assessment, sehingga kemungkinan terjadinya ketidak-patuhan sangat tinggi.
Untuk menghindari ketidak-patuhan tersebut, ada baiknya jika pemerintah mengatur kembali undang-undang untuk memudahkan negara untuk memungut pajak dan mempermudah Wajib Pajak untuk melakukan kewajiban perpajakannya.
Ada dua solusi yang dapat digunakan oleh pemerintah sebagai pembuat kebijakan. Pertama, yaitu menunjuk pihak lain untuk melakukan pemotongan, pemungutan, penyetoran, dan/atau pelaporan pajak sebagaimana tertulis dalam Pasal 32A UU HPP. Kedua, mengenakan PPh bersifat final untuk memberikan kemudahan bagi Wajib Pajak dalam menghitung pajaknya.
Comments