Perbedaan Tarif Pajak Proposional dan Progresif
Pajak.com, Jakarta – Sebagaimana diketahui, dalam melaksanakan dan membayarkan kewajiban perpajakan, Wajib Pajak sudah pasti dibebankan biaya tertentu. Besaran biaya tertentu yang harus dibayarkan tersebut dapat dikenal dengan istilah tarif pajak.
Tarif pajak sendiri merupakan besaran nominal atas pungutan negara yang digunakan sebagai dasar ketentuan pembayaran bagi Wajib Pajak. Tarif pajak ini juga dapat berupa persentase yang dapat memberitahukan nominal dari pungutan yang harus dilunasi oleh Wajib Pajak orang pribadi (OP) maupun badan.
Secara struktural, setidaknya ada empat jenis tarif pajak. Mulai dari pajak progresif, tarif degresif, tarif proposional, dan tarif regresif. Namun, dalam artikel kali ini, kita akan lebih membahas mengenai tarif pajak proposional dan juga tarif pajak progresif. Dikutip dari berbagai sumber, berikut ulasan lengkapnya.
Umumnya pada tarif pajak proposional, pemungutan pajak atas persentasenya akan tetap dan tidak terjadi perubahan terhadap keseluruhan dasar pengenaan pajaknya. Dapat dikatakan bahwa sebesar apapun jumlah objek pajak yang akan dikenakan dalam pajak penghasilannya, persentasenya pun akan tetap sama.
Selain itu, pada tarif ini biasanya memiliki besaran jumlah nominal atas tarif pajak yang sama, baik Wajib Pajak berpenghasilan rendah, menengah, maupun tinggi dibebankan dengan tarif pajak yang sama tanpa memandang dari jumlah penghasilan ataupun aset kekayaan yang dimiliki. Contoh dari tarif pajak proporsional ini berupa pajak penerimaan bruto, pajak per kapita, dan juga Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Disamping itu, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) telah menetapkan tarif proporsional atas tarif PPN sebesar 11 persen di tahun 2022 dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), namun untuk tarif pajak ekspor barang kena pajak terdapat ketentuan khusus yang ditetapkan, yaitu dikenakan PPN sebesar 0 persen.
Berikut beberapa jenis objek pajak yang dikenakan atas PPN sesuai dengan ketentuan UU Nomor 42 Tahun 2009, yaitu:
1. Kegiatan impor barang kena pajak
2. Kegiatan penyerahan barang kena pajak di kawasan pabean yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP)
3. Kegiatan penyerahan jasa kena pajak di kawasan pabean yang dilakukan oleh PKP
4. Kegiatan pemakaian atau pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud yang berasal dari luar kawasan pabean di dalam area pabean
5. Kegiatan ekspor barang kena pajak berwujud yang dilakukan oleh PKP
6. Kegiatan ekspor barang kena pajak tidak berwujud yang dilakukan oleh PKP
7. Kegiatan ekspor jasa kena pajak yang dilakukan oleh PKP
Berbeda dengan tarif pajak proposional, tarif pajak progresif merupakan tarif pemungutan pajak dengan persentase yang akan bertambah bersamaan dengan semakin besarnya jumlah yang digunakan sebagai dasar pengenaan pajak, dan kenaikan persentase untuk setiap jumlah tertentu setiap kali naik.
Dalam tarif jenis ini, tarif pajak akan sebanding dengan kewajiban pajak. Apabila Wajib Pajak memiliki kekayaan yang semakin besar, maka tarif pajak yang dikenakan juga akan meningkat. Tujuan dari tarif pajak progresif ini adalah untuk memengaruhi orang-orang atau Wajib Pajak yang memiliki penghasilan tinggi atau menengah, agar menyadari bahwa mereka disanggupkan untuk membayar pungutan kepada negara dengan jumlah yang lebih besar.
Contoh dari tarif pajak progresif ini, yaitu salah satunya adalah Pajak Penghasilan (PPh). Berikut ini merupakan tarif PPh OP.
1. Tarif 5 persen dikenakan bagi Wajib Pajak berpenghasilan hingga Rp 60 juta
2. Tarif 15 persen dikenakan bagi Wajib Pajak berpenghasilan Rp 60 – Rp 250 juta
3. Tarif 25 persen dikenakan bagi Wajib Pajak berpenghasilan Rp 250 – Rp 500 juta
4. Tarif 30 persen dikenakan bagi Wajib Pajak berpenghasilan di Rp 500 juta – Rp 5 miliar
5. Tarif 35 persen dikenakan bagi Wajib Pajak berpenghasilan di atas Rp 5 miliar
Comments