in ,

Pemerintah Terus Siapkan Penerapan Pajak Karbon

Siapkan Penerapan Pajak Karbon
FOTO: KLI Kemenkeu

Pemerintah Terus Siapkan Penerapan Pajak Karbon

Pajak.com, Jakarta – Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menegaskan, pemerintah tetap terus melakukan berbagai persiapan sebelum menerapkan pajak karbon, meskipun pemberlakuannya beberapa kali tertunda. Ia memastikan, selain siapkan penerapan pajak karbon dan mengimplementasikan amanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), pajak karbon juga merupakan instrumen untuk mencapai target nationally determined contribution (NDC) tahun 2030 sekaligus net zero emmision (NZE) atau nol emisi pada 2060.

Sebagai informasi, dalam dokumen NDC, Indonesia menargetkan pengurangan emisi sebesar 31,89 persen dengan upaya sendiri dan sebesar 43,20 persen atas dukungan internasional pada 2030.

“Supaya pajak karbon itu (berjalan) baik, kita mesti menyiapkan pajak karbon, jual-beli karbon, sehingga dunia usaha bisa membeli di situ. Pajak karbon yang kita taruh di UU HPP itu bukan pajak atas emisi. Kalau kita bikin kegiatan ekonomi, mengeluarkan emisi karbon, selama emisi keluar harus bayar pajak, bukan itu. Pajak karbon adalah instrumen yang akan kita pakai untuk menuju net zero emmision,” ujar Suahasil dalam acara Media Gathering, di Gedung Kementerian Keuangan, Jakarta, (4/11).

Baca Juga  Ketua MPR Ingatkan Wajib Pajak Segera Lapor SPT

Ia menjelaskan, jika sebuah badan usaha mengeluarkan emisi karbon lebih besar dari standar yang telah ditetapkan dalam sektornya, nantinya mereka dapat memilih dua pilihan.
Pertama, melakukan pembayaran pajak karbon kepada negara. Kedua, mencari carbon converter di pasar karbon. Berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 98 Tahun 2021, perdagangan emisi sebagai mekanisme transaksi antara pelaku usaha yang memiliki emisi melebihi batas atas emisi yang ditentukan.

“Kalau cari di pasar karbon, artinya dia beli karbon di bursa karbon. Maka dari itu harus ada pasar karbon. Sebagai langkah awal, pajak karbon bakal dikenakan pada PLTU (pembangkit listrik tenaga uap) batu bara,” kata Suahasil.

Berdasarkan Perpres Nomor 98 Tahun 2021, pembentukan bursa karbon sebagai suatu sistem yang mengatur mengenai pencatatan cadangan karbon, perdagangan karbon, dan status kepemilikan unit karbon. Sementara mengacu pada UU HPP, pajak karbon akan dikenakan pada PLTU batu bara dengan tarif Rp 30 per kilogram karbon dioksida ekuivalen (CO2e) atau satuan yang setara.

Baca Juga  Cara Simpel Hitung Pajak atas THR

“Pembentukan bursa karbon memerlukan persiapan yang matang karena akan mirip dengan bursa efek. Dalam hal ini, beberapa ketentuan akan dirilis karena tidak sembarangan pihak dapat mempunyai carbon certificate,” kata Suahasil.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga kini tengah menyiapkan infrastruktur perdagangan karbon melalui bursa karbon, seiring terbitnya Peraturan Menteri (Permen) Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Nomor 21 Tahun 2022 tentang Tata Laksana Penerapan Nilai Ekonomi Karbon. Dalam permen LHK ini disebutkan pengembangan infrastruktur perdagangan karbon melalui bursa karbon dilakukan dengan pengembangan infrastruktur perdagangan karbon, pengaturan pemanfaatan penerimaan negara dari perdagangan karbon, dan/atau administrasi transaksi karbon.

Dengan hutan tropis terbesar ketiga di dunia seluas 125 juta hektare, Indonesia memiliki potensi besar memimpin pasar karbon yang diperkirakan mampu menyerap 25 miliar ton karbon.

Pada kesempatan yang berbeda, Kepala Pengawas Eksekutif Pasar Modal OJK Inarno Djajadi mengatakan, OJK tengah menyiapkan infrastruktur pengaturan yang berkaitan dengan kelembagaan dan operasional penyelenggaraan bursa karbon.

Baca Juga  Bappebti: Banyak Nasabah Transaksi ke Luar Negeri, Pajak Kripto Perlu Dievaluasi

“Nanti, di dalamnya akan ditetapkan instrumen unit karbon sebagai efek yang dapat diperdagangkan di bursa karbon. OJK bersama SRO (self-regulatory organization) pasar modal di Indonesia sedang mengkaji spesifikasi bisnis pada bursa karbon. Dalam hal ini, OJK menjadikan negara, seperti Eropa dan Korea Selatan sebagai benchmark penerapan bursa karbon. Untuk pengawasan bursa karbon di pasar modal akan dilakukan oleh OJK dan tentunya ini juga dikoordinasikan dengan KLHK (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan),” jelas Inarno.

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *