in ,

Pemerintah Petakan 3 Tantangan Capai Target Penerimaan Perpajakan 2025 Rp 2.490,9 T

Pemerintah Petakan 3 Tantangan Capai Target Penerimaan Perpajakan 2025
FOTO: KLI Kemenkeu

Pemerintah Petakan 3 Tantangan Capai Target Penerimaan Perpajakan 2025 Rp 2.490,9 T

Pajak.com, Jakarta – Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan target penerimaan perpajakan (pajak serta bea cukai) tahun 2025 diproyeksi mencapai sebesar Rp 2.490,9 triliun. Dalam Buku II Nota Keuangan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025, pemerintah petakan 3 tantangan dalam mencapai target penerimaan perpajakan tersebut.

Pertama, risiko global yang masih tinggi berupa pelemahan ekonomi, tensi geopolitik yang meningkat, dan disrupsi perdagangan berdampak pada volatilitas harga komoditas, tekanan terhadap inflasi, nilai tukar, serta suku bunga.

“Disrupsi perdagangan dan meningkatnya konflik geopolitik menyebabkan ketidakpastian harga komoditas pada perdagangan internasional sehingga akan memengaruhi penerimaan perpajakan, terutama pada sektor pertambangan, perkebunan, dan industri pengolahan terkait komoditas tersebut,” tulis pemerintah dalam Buku II Nota Keuangan RAPBN 2025, dikutip Pajak.com, (29/8).

Terjadinya penurunan harga komoditas yang signifikan setelah kenaikan yang tinggi pada tahun 2022 menyebabkan penerimaan perpajakan mengalami penurunan yang signifikan pula pada tahun 2024. Di sisi lain, inflasi dan suku bunga memiliki korelasi positif pada penerimaan perpajakan.

“Namun demikian, kedua hal tersebut (inflasi dan suku bunga) dapat berdampak pada penurunan tingkat konsumsi masyarakat jika tidak dibarengi dengan upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat. Maka, kebijakan perpajakan dan pemberian insentif perpajakan yang tepat sangat diperlukan untuk menghadapi tantangan ini,” jelas pemerintah.

Baca Juga  Pemerintahan Prabowo Targetkan Penerimaan Pajak Rp 2.189,3 T, Ini Strategi Dirjen Pajak

Kedua, pergeseran aktivitas ekonomi konvensional ke ekonomi digital. Pemerintah mengakui bahwa digitalisasi memberikan kemudahan berusaha pada hampir seluruh sektor mengingat penyederhanaan proses bisnis yang mempersingkat jarak antara produsen dan konsumen, namun digitalisasi juga harus diikuti oleh sistem perpajakan yang dapat mengakomodasi pemungutan pajak dari transaksi digital tersebut.

“Saat ini pemerintah telah mengesahkan NIK (Nomor Induk Kependudukan) sebagai NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) untuk memperbaiki basis data Wajib Pajak dan kebijakan mengenai pajak atas transaksi digital,” imbuh pemerintah.

Ketiga, pergeseran struktur ekonomi dari sektor manufaktur ke sektor jasa yang masih mayoritas informal menjadi tantangan bagi sistem perpajakan. Hal ini disebabkan oleh tidak terdaftarnya pelaku bisnis sektor informal pada sistem perpajakan.

“Pelaku bisnis formal yang terdaftar sebagian besar memiliki peredaran usaha yang kecil/menengah kurang dari Rp 300 juta, sehingga tidak termasuk dalam golongan yang dapat dikenai pajak. Pemberian insentif perpajakan yang mendorong usaha untuk berkembang serta kemudahan berusaha (ease of doing business), terutama terkait pendaftaran usaha, dapat menjadi upaya pemerintah untuk meningkatkan sektor formal di Indonesia yang pada akhirnya dapat meningkatkan pendapatan negara,” ujar pemerintah.

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *