in ,

Pemerintah Bakal Pungut Pajak Karbon dan Cukai Plastik

Pada tahun 2016 jumlah belanja yang disediakan pemerintah dalam APBN sebesar 19,7 persen dan kekurangan pembiayaan 80,3 persen dari total anggaran penanganan perubahan iklim yang dibutuhkan. Kemudian, pada tahun 2019 pendanaan yang tersedia 31,4 persen dan kekurangan pendanaan sekitar 68,6 persen.

“Selama 2016-2019, rata-rata realisasi belanja untuk perubahan iklm sebesar Rp 86,7 triliun per tahun. Selama 5 tahun terakhir, rata-rata alokasi perubahan iklim di APBN mencapai 4,1 persen per tahun,” tambahnya.

Oleh karena itu, Sri Mulyani menekankan, Indonesia membutuhkan penerimaan dari pajak karbon untuk mengendalikan perubahan iklim ini.

“Jadi, pajak karbon juga dapat berkontribusi untuk mendukung dan mendorong investasi hijau, mengatasi celah pembiayaan perubahan iklim, peluang penerimaan negara, mendorong pertumbuhan berkualitas, mendorong internalitas biaya eksternalitas,” jelas Sri Mulyani.

Baca Juga  Mekanisme Pengajuan Gugatan ke Pengadilan Pajak Lewat Sistem e-Tax Court

Sebagai informasi, dalam RUU KUP, pajak karbon dikenakan untuk barang yang mengandung karbon atau aktivitas yang menghasilkan emisi karbon dalam jumlah tertentu dan pada periode tertentu.

“Pada saat pembelian barang yang mengandung karbon, pada akhir periode tertentu dari aktivitas menghasilkan emisi karbon dalam jumlah tertentu atau pada saat lain,” demikian bunyi Pasal 44 G ayat 4

Adapun usulan tarif pajak terdapat pada Pasal 44 G ayat 5, bunyinya, “tarif pajak karbon ditetapkan paling rendah sebesar Rp 75 per kilogram karbon dioksida ekuivalen (CO2e) atau satuan yang setara.”

Sri Mulyani menyebutkan, beberapa negara yang telah menetapkan pajak karbon, yaitu Jepang, Singapura, Kolombia, dan sebagainya.

Baca Juga  Ketua RT/RW Jadi Agen Pajak, Bantu Warga Lapor SPT dan Pemadanan NIK - NPWP

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *