in ,

Pembebasan Pajak Dividen, Berikut Ketentuannya

Pembebasan Pajak Dividen, Berikut Ketentuannya
FOTO : IST

Pajak.com, Jakarta – Pemerintah melalui Kementerian Keuangan telah membebaskan pemungutan pajak atas dividen. Kebijakan bertujuan untuk mendorong investasi di pasar keuangan maupun sektor riil.

Kebijakan itu tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 18/PMK.03/2021 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja di Bidang Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, serta Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Secara lengkap, regulasi mengatur agar pemerintah tidak memungut Pajak Penghasilan (PPh) atas dividen yang diterima oleh Wajib Pajak (WP) badan maupun orang pribadi (OP).

Kepada Pajak.com, Kepala Pusat Kebijakan Pendapatan Negara Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Pande Putu Oka Kusumawardani menjelaskan, pembebasan pajak atas dividen merupakan salah satu implementasi dari UU Cipta Kerja, yang bertujuan untuk mengakselerasi pemulihan ekonomi nasional.

“Kebijakan ini untuk meningkatkan sumber pendanaan bagi investasi di dalam negeri, sehingga terdapat persyaratan yang harus dipenuhi oleh Wajib Pajak, yaitu diinvestasikan di dalam negeri,” kata Oka, melalui telepon, pada Minggu siang (7/3).

Baca Juga  Pemerintah Inggris Pangkas Pajak Asuransi untuk Kelas Pekerja

Ia menyebut, ada tiga ketentuan dalam regulasi itu. Pertama, dividen dari dalam negeri yang diterima oleh WP badan dalam negeri dikecualikan sebagai objek PPh. Kedua, dividen dari dalam negeri yang diterima oleh WP OP dalam negeri dikecualikan sebagai objek PPh apabila diinvestasikan lagi dalam jangka waktu tertentu. Ketiga, dividen dari luar negeri yang diterima oleh WP OP dan badan dalam negeri dikecualikan sebagai objek PPh, apabila diinvestasikan lagi di wilayah Indonesia dalam jangka waktu tertentu.

Secara sederhana, untuk mendapatkan pembebasan pajak dividen, investor atau WP harus menanamkan modalnya kembali sebanyak 30 persen dari dividen yang didapat ke dalam instrumen investasi.

“Dalam PMK 18 Tahun 2021 jenis investasi yang diperkenankan untuk dapat dipergunakan sebagai instrumen penempatan dana tersebut telah dibuka cukup luas, baik melalui penanaman modal langsung pada sektor riil maupun melalui sektor keuangan, dan termasuk mendorong UKM (usaha kecil mikro) melalui penyaluran pinjaman kepada UKM di NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia),” jelas Oka.

Baca Juga  Pelaporan SPT Tahunan Kalselteng Tumbuh Positif 15,68 Persen

Lebih lanjut, berdasarkan Pasal 35 PMK 18/2021, terdapat 12 instrumen investasi yang telah ditetapkan pemerintah. Pertama, dalam bentuk surat berharga negara (SBN) dan surat berharga syariah negara (SBSN). Kedua, obligasi atau sukuk BUMN yang perdagangnya diawasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Ketiga, obligasi atau sukuk lembaga pembiayaan yang dimiliki oleh pemerintah. Keempat, investasi keuangan pada bank persepsi satu termasuk bank syariah. Kelima, obligasi atau sukuk perusahaan swasta yang diawasi OJK. Keenam, investasi infrastruktur melalui kerja sama pemerintah dengan badan usaha. Ketujuh, investasi sektor riil berdasarkan prioritas yang ditentukan oleh pemerintah. Kedelapan, penyertaan modal pada perusahaan yang baru didirikan dan berkedudukan di Indonesia sebagai pemegang saham. Kesembilan, penyertaan modal pada perusahaan yang sudah didirikan dan berkedudukan. Kesepuluh, kerja sama dengan lembaga pengelola investasi. Kesebelas, penggunaan untuk mendukung kegiatan usaha lainnya dalam bentuk penyaluran pinjaman bagi usaha mikro dan kecil. Kedua belas, bentuk investasi lainnya yang sah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

Baca Juga  Kantor Pajak Buka Pelayanan Pelaporan SPT di Sabtu dan Minggu

Okta menjelaskan, dalam jangka pendek penerimaan perpajakan mungkin akan mengalami penurunan akibat kebijakan ini. Akan tetapi, dalam jangka panjang Indonesia akan mendapat tambahan finansial yang mampu menggerakkan perekonomian lebih besar.

“Kalau sudah tumbuh potensi perpajakan di masa mendatang meningkat. Diharapkan tentunya publik merespons kebijakan insentif tersebut dan memanfaatkan fasilitas yang telah diberikan,” harap mantan Kepala Bidang Program Analisis Kebijakan BKF ini.

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *