in ,

Pajak Natura Tak Sasar Kompensasi Karyawan

Pajak Natura Tak Sasar Kompensasi Karyawan
FOTO : IST

Pajak Natura Tak Sasar Kompensasi Karyawan

Pajak.com, Jakarta – Pelaksanaan pengenaan pajak natura dan/atau kenikmatan tengah menunggu peraturan menteri keuangan (PMK). Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memastikan, PMK ini akan disusun secara adil dan pajak natura tak sasar kompensasi karyawan.

Adapun kompensasi adalah semua berupa uang atau barang, langsung atau tidak langsung yang diterima karyawan sebagai imbalan atas jasa yang diberikan kepada perusahaan.

Seperti diketahui, pengenaan pajak atas natura dan/atau kenikmatan merupakan amanat dari Undang-Undang UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2022 tentang Penyesuaian Pengaturan di Bidang Pajak Penghasilan. Berdasarkan UU HPP, natura didefinisikan sebagai imbalan dalam bentuk selain uang. Sedangkan kenikmatan adalah imbalan dalam bentuk hak untuk memanfaatkan suatu fasilitas tertentu yang disediakan oleh perusahaan atau tempat kerja.

“(Pengenaan pajak natura) yang paling penting dituju bukan dari natura yang kecil-kecil atau merupakan bagian dari kompensasi yang diterima karyawan,” jelas Sri Mulyani kepada awak media, di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, (6/1).

Ia mengungkapkan, saat ini PMK mengenai pajak natura dan/atau kenikmatan masih dibahas dengan sejumlah kementerian dan lembaga tekait. PMK dipastikan akan memberikan kepastian hukum, baik dalam menghimpun penerimaan pajak maupun perihal menjaga stabilitas perusahaan dan pemulihan ekonomi.

Baca Juga  Rizal Khoirudin, Menjunjung Integritas dan Membentuk Kepatuhan Wajib Pajak

“Kita belum membahas (PMK–nya), nanti antarlembaga (akan dibahas). Nanti kita akan formulasikan untuk memberikan kepastian dan keamanan, ” ungkap Sri Mulyani.

Dalam PP Nomor 55 Tahun 2022 yang diteken Presiden Joko Widodo pada 20 Desember 2022, yang dikecualikan dari objek Pajak Penghasilan (PPh) atas penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan ada lima, yaitu:

  1. Makanan, bahan makanan, bahan minuman, dan/atau minuman bagi seluruh pegawai.
    Dalam Pasal 25 PP Nomor 55 Tahun 2022 dirinci, makanan dan minuman itu, meliputi makanan dan/atau minuman yang disediakan oleh pemberi kerja di tempat kerja; kupon makanan dan/atau minuman bagi pegawai yang karena sifat pekerjaannya tidak dapat memanfaatkan pemberian makanan dan/atau minuman, diantaranya kepada pegawai bagian pemasaran, transportasi, dan dinas luar lainnya; bahan makanan dan/atau bahan minuman bagi seluruh pegawai dengan batasan nilai tertentu.
  2. Natura/kenikmatan yang disediakan di daerah tertentu yang meliputi sarana, prasarana, dan/atau fasilitas di lokasi kerja untuk pegawai dan keluarganya berupa tempat tinggal, termasuk perumahan; pelayanan kesehatan; pendidikan; peribadatan; pengangkutan; dan/atau olahraga tidak termasuk golf, balap perahu bermotor, pacuan kuda, terbang layang, atau olahraga otomotif, sepanjang lokasi usaha pemberi kerja mendapatkan penetapan daerah tertentu dari direktur jenderal pajak. Sebagai catatan, pembebasan natura dari PPh hanya berlaku di wilayah tertentu atau yang terpencil. Artinya, di wilayah lain, pemberian rumah hingga mobil masih bisa dikenakan PPh.
  3. Natura dan/atau kenikmatan yang harus disediakan oleh pemberi kerja dalam pelaksanaan pekerjaan, seperti persyaratan mengenai keamanan, kesehatan, dan/atau keselamatan pegawai yang diwajibkan oleh kementerian atau lembaga berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, meliputi pakaian seragam; peralatan untuk keselamatan kerja; sarana antar jemput pegawai;penginapan untuk awak kapal dan sejenisnya; natura dan/atau kenikmatan yang diterima dalam rangka penanganan endemi, pandemi, atau bencana nasional.
  4. Natura dan/atau yang bersumber atau dibiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah (APBN/APBD). Sama seperti aturan sebelumnya, semua yang berasal dari APBN/APBD tidak dikenakan pajak.
  5. Natura dengan jenis dan/atau batasan tertentu. Sebagai catatan, saat ini pemerintah belum memberikan kepastian mengenai berapa nilai batasan yang bakal dikenakan atau dikecualikan dari objek PPh.
Baca Juga  Menjernihkan Polemik Pajak THR

Sejak awal pembahasan penyusunan pemajakan natura dan/atau kenikmatan dalam UU HPP, pemerintah menyasar pada fasilitas yang dinikmati oleh high level employee, seperti Chief Executive Officer (CEO), direktur, atau komisaris.

Kementerian keuangan menghitung, belanja pajak yang timbul akibat pengecualian natura dan/atau kenikmatan dari objek PPh mencapai Rp 5,1 triliun pada 2016 hingga 2019. Dari total belanja pajak itu, sebesar 51,17 persen justru dinikmati oleh Wajib Pajak orang pribadi dengan Penghasilan Kena Pajak (PKP) di atas Rp 500 juta. Wajib Pajak orang pribadi dengan PKP senilai Rp 0 hingga Rp 50 juta hanya menikmati sebesar 9,79 persen terhadap total belanja pajak yang timbul akibat pengecualian natura dari objek PPh. Dengan demikian, pemerintah menilai, ada ketidakadilan antara high level employee dan karyawan pada umumnya.

Baca Juga  SPT Lebih Bayar Langsung Diperiksa? Ini Penjelasan DJP

Saat Rapat Pembahasan UU HPP bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dirjen Pajak Suryo Utomo menjelaskan, selain ketidakadilan, terdapat potensi tax planning dengan diberikannya fasilitas natura dan/atau kenikmatan karena agar tidak dikenakan PPh orang pribadi dan tidak menjadi beban biaya bagi perusahaan. Adapun tax planning merupakan suatu kapasitas yang dimiliki oleh Wajib Pajak untuk menyusun aktivitas keuangan agar mendapat pajak yang minimal.

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *