Pajak.com, Jakarta – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mencatat bahwa nilai harta bersih yang sudah dilaporkan dalam Program Pengungkapan Sukarela (PPS) mencapai Rp 86,55 triliun. Nilai tersebut berasal dari 44.105 Wajib Pajak (WP) yang naik 0,18 persen dari posisi hari sebelumnya 44.020 WP. Dalam hal penyetoran surat keterangan juga mengalami peningkatan, dari hari sebelumnya sebanyak 50.870 surat keterangan menjadi 50.966 surat keterangan (naik 0,18 persen).
“Data per 15 Mei 2022 pukul 08.00 WIB, jumlah Pajak Penghasilan (PPh) yang diperoleh sebesar Rp 8,73 triliun,” dikutip dari laman resmi pajak.go.id/pps, dikutip Senin (16/05).
Dari nilai harta bersih yang sudah dilaporkan, Rp 74,6 triliun merupakan harta deklarasi Dalam Negeri (DN) dan hasil repatriasi. Harta yang hanya dideklarasikan di luar negeri sebanyak Rp 6,76 triliun. Sementara harta yang setelah dideklarasikan di dalam negeri atau hasil repatriasi yang kemudian diinvestasikan sebanyak Rp 5,09 triliun.
Sebelumnya, DJP juga kembali mengingatkan WP untuk segera mengikuti PPS dan memanfaatkan program tersebut sebelum terlambat melalui media sosial Twitter-nya. Tidak hanya itu saja, DJP juga mengunggah ilustrasi mengenai dua jenis WP ketika periode PPS berakhir, yaitu WP yang sudah mengikuti PPS dan yang terlambat ikut PPS.
“Program Pengungkapan Sukarela (PPS) masih berlangsung sampai dengan 30 Juni 2022,” tulis DJP melalui akun @DitjenPajakRI beberapa waktu lalu.
Di beberapa kesempatan, DJP pun menyebutkan bahwa PPS merupakan momentum yang tepat bagi WP untuk lebih patuh dalam membayar pajak. Karena melalui program tersebut, WP dapat menyampaikan hartanya yang belum dilaporkan secara benar dalam SPT Tahunan.
Sebagaimana diketahui, PPS merupakan salah satu mandat dalam beleid baru perpajakan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Program ini berlangsung selama enam bulan sejak awal tahun ini, dengan demikian tersisa dua bulan lagi sebelum berakhir 30 Juni 2022.
Program ini terdiri atas dua skema tarif. Skema pertama berlaku untuk WP orang pribadi (OP) atau badan yang pernah mengikuti tax amnesty jilid I tetapi masih ada harta yang belum atau kurang dilaporkan yang diperoleh dari 1 Januari 1985-31 Desember 2015. Bagi WP yang memiliki harta pada periode tersebut tetapi tidak ikut tax amnesty jilid I juga diperbolehkan mengikuti PPS pada skema pertama. Pada skema pertama tersebut berlaku tarif 6-11 persen.
Sedangkan pada skema kedua, hanya untuk WP OP yang hartanya diperoleh mulai 1 Januari 2016-31 Desember 2020. Dalam skema kedua ini, berlaku tarif 12-18 persen.
Comments