Dengan demikian, Direktorat Perpajakan Internasional DJP menekankan, tidak sembarang otoritas pajak bisa saling bertukar data informasi. Setidaknya ada empat syarat yang harus dipenuhi yakni:
- Ketersediaan regulasi domestik.
- Adanya perjanjian internasional.
- Sistem yang andal untuk mentransmisi data.
- Serta tersedianya sistem kerahasiaan dan keamanan data.
Direktorat Perpajakan Internasional DJP memastikan, Indonesia telah memenuhi keempat syarat itu sejak 2017 dan memulai bertukar di tahun 2018.
DJP dipastikan telah mempunyai infrastuktur dengan transmisi data. Dalam pengiriman data, DJP menggunakan Sistem Penyampaian Informasi Nasabah Asing (SiPINA) yang dikelola oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Portal EoI yang kembangkan oleh DJP. Lalu, sistem untuk transmisi data dari dan ke yurisdiksi mitra menggunakan Common Transmission System (CTS) yang disediakan oleh OECD.
1. Data dan informasi yang diterima dari pelbagai negara akan masuk dalam sistem CTS dan dapat diakses oleh Direktorat Perpajakan Internasional.
2. Secara sistem, data akan divalidasi oleh Direktorat Teknologi Informasi dan Komunikasi DJP.
3. Direktorat Data dan Informasi Perpajakan (DIP) akan melakukan penyandingan data yang diterima dari negara dengan basis data DJP. Hal ini dinamakan matching process.
4. Setelah itu, data akan didistribusikan ke Kantor Wilayah (Kanwil) atau Kantor Pelayanan Pajak (KPP).
Berdasarkan Pengumuman Direktur Jenderal Pajak Nomor 1 Tahun 2022, DJP telah menerima data dan informasi dalam skema AEoI dari 113 negara, antara lain Australia, Austria, Belgia, Brasil, Brunei Darussalam 19, Tiongkok, Denmark, Hong Kong, Jepang, Malaysia, Qatar, Arab Saudi, Singapura, Swedia, Turki, Uni Emirat Arab (UEA), Inggris, dan lainnya.
Comments