in ,

Mekanisme MAP untuk Penyelesaian Sengketa Pajak

Mekanisme MAP untuk Penyelesaian Sengketa Pajak
FOTO : IST

Mekanisme MAP untuk Penyelesaian Sengketa Pajak

Pajak.com, Jakarta – Sengketa pajak merupakan hal yang kerap terjadi seiring dengan meningkatnya perdagangan dan investasi lintas yurisdiksi. Untuk mengatasi sengketa pajak itu, Pasal 25 OECD Model maupun UN Model Convention telah menyediakan mekanisme di luar dari upaya hukum yang tersedia dalam hukum domestik suatu negara. Mekanisme ini hanya dapat dilakukan oleh otoritas pajak suatu negara dan negara mitra yang terikat dalam Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) melalui mutual agreement procedure (MAP). Lantas, apa itu MAP? Dan, bagaimana ketentuannya di Indonesia? Pajak.com akan mengulasnya berdasarkan ketentuan yang berlaku.

Apa itu MAP? 

Bersarkan penjelasan dari Direktorat Perpajakan Internasional (PI) Direktorat Jenderal Pajak (DJP), MAP merupakan alternatif bagi Wajib Pajak untuk menyelesaikan sengketa yang menimbulkan pemajakan berganda atau apabila terdapat indikasi bahwa tindakan otoritas negara mitra menyebabkan pengenaan pajak yang tidak sesuai dengan P3B atau sengketa transfer pricing.

Definisi lain, MAP adalah salah satu penyelesaian sengketa pajak, selain proses keberatan dan banding ke Pengadilan Pajak. Wajib Pajak dapat memilih salah satu jalan penyelesaian atau bersama-sama. Sebagai contoh, setelah selesai pemeriksaan dan terbit Surat Ketetapan Pajak (SKP) berupa Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Wajib Pajak mengajukan keberatan atas SKPKB sekaligus mengajukan MAP ke DJP.

Kemudian, mengacu pada rumusan ketentuan MAP dalam Pasal 25 ayat 1 OECD Model, MAP dijelaskan sebagai berikut:

Baca Juga  Brasil Terus Merayu Negara G20 Setujui Pajak Kekayaan Miliarder

“Where a person considers that the actions of one or both of the Contracting States result or will result for him in taxation not in accordance with the provisions of this Convention, he may, irrespective of the remedies provided by the domestic law of those States, present his case to the competent authority of the Contracting State of which he is a resident or, if his case comes under paragraph 1 of Article 24, to that of the Contracting State of which he is a national. The case must be presented within three years from the first notification of the action resulting in taxation not in accordance with the provisions of the Convention.”

Berdasarkan rumusan OECD itu, dapat disimpulkan, bahwa apabila subjek pajak orang pribadi dan badan dikenakan pajak atau akan dikenakan pajak yang tidak sesuai dengan ketentuan P3B, subjek pajak itu dapat mengajukan MAP.

OECD juga menegaskan, MAP merupakan solusi  penyelesaian sengketa spesial di luar ranah penyelesaian sengketa domestik, seperti keberatan atau banding. MAP dianggap special karena merupakan proses konsultasi dan bukan litigasi. Hal itu juga ditekankan dalam Paragraf 8 dari commentary atas Pasal 25 OECD Model yang berbunyi:

“In any case, the mutual agreement procedure is clearly a special procedure outside the domestic law…”

Namun, MAP tidak dimaksudkan untuk mencabut hak Wajib Pajak pada penyelesaian sengketa domestik. Selain itu, pengajuan MAP diajukan oleh subjek pajak kepada otoritas yang berwenang untuk menyelesaikan sengketa di negara tempat subjek pajak itu terdaftar sebagai subjek pajak dalam negeri.

Baca Juga  Sri Mulyani Apresiasi Wajib Pajak yang Telah Lapor SPT

Pengajuan MAP harus dilakukan dalam kurun waktu tiga tahun sejak pemberitahuan pertama yang menghasilkan sengketa. Pada umumnya, first notification ini dapat diartikan sebagai SKP atau Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan.

OECD mencatat, negara-negara anggota OECD menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan dalam proses penyelesaian sengketa pajak internasional melalui MAP. Hal ini mengindikasikan adanya keinginan yang kuat dari otoritas pajak di negara-negara anggota OECD untuk menyelesaikan sengketa pajak internasional melalui MAP. Akan tetapi, hal ini tidak berarti MAP tidak memiliki kelemahan. Sebagai contoh, MAP dianggap tidak memberikan kepastian karena tidak mewajibkan otoritas pajak untuk mencapai kesepakatan.

Bagaimana ketentuan MAP di Indonesia? 

Di Indonesia, ketentuan MAP yang terbaru diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 49 Tahun 2019. Secara umum regulasi ini menegaskan bahwa Wajib Pajak dalam negeri dapat mengajukan permintaan pelaksanaan MAP kepada dirjen pajak sebagai pejabat berwenang di Indonesia dalam hal terjadi perlakuan perpajakan oleh otoritas pajak mitra P3B yang tidak sesuai dengan ketentuan P3B.

Adapun otoritas pajak mitra P3B adalah otoritas perpajakan pada negara mitra atau otoritas perpajakan pada yurisdiksi mitra yang berwenang melaksanaan ketentuan dalam P3B. singkatnya, otoritas pajak di luar negeri. Perlakuan perpajakan oleh otoritas pajak mitra P3B yang tidak sesuai dengan ketentuan P3B, diantaranya:

  • Pengenaan pajak oleh otoritas pajak mitra P3B yang mengakibatkan terjadinya pengenaan pajak berganda yang disebabkan oleh koreksi penentuan harga transfer; koreksi terkait keberadaan dan/atau laba bentuk usaha tetap; koreksi obyek pajak penghasilan lainnya.
  1. Pengenaan pajak termasuk pemotongan atau pemungutan pajak penghasilan di mitra P3B yang tidak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam P3B.
  2. Penentuan status sebagai subjek pajak dalam negeri oleh otoritas pajak mitra P3B;
  3. Diskriminasi perlakuan perpajakan di mitra P3B; dan/atau
  4. Penafsiran ketentuan P3B.
Baca Juga  Seluruh Hakim dan ASN Pengadilan Negeri Jakbar Telah Lapor SPT

Menurut ketentuan, dalam hal permintaan pelaksanaan MAP diajukan bersamaan dengan pengajuan permohonan keberatan atau banding. Selain itu, materi yang diajukan permintaan pelaksanaan MAP harus tercakup dalam materi sengketa yang diajukan.

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *